MK Diminta Jeli Lihat Realitas Penyiaran

Rabu, 07 Desember 2011 – 17:56 WIB
JAKARTA - Anggota Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP), Hendrayana mengatakan, pihaknya telah melengkapi perbaikan permohonan uji materi Undang-Undang  Penyiaran nomor 32 tahun 2002 antara lain, mencantumkan perbandingan industri penyiaran di beberapa negara lain, dan penjelasan hak-hak konstitusi yang dilanggar.

"Sidang berikutnya kami menunggu surat panggilan sidang, tadi kami sudah melengkapi permohona," kata Hendrayana usai sidang perbaikan permohonan di ruang sidang  gedung MK, Jakarta, Rabu (7/11).

Ia menambahkan, pihaknya menginginkan adanya tafsiran yang konstitusional terkait pasal yang diuji, yakni UU Penyiaran nomor 32 tahun 2002 atas tafsir pasal 18 ayat 1, pasal 34 ayat 4, agar tidak menyebabkan kerugian masyarakat dalam pemusatan kepemilikan lembaga penyiaran.

"Akibatnya terjadi keberagaman konten publik, hak publik bertabrakan dengan diversity of universityHarus ada tafsir yang konstitusional," ujarnya.

Pihaknya berharap, MK dapat melihat dengan jeli, kesalahan-kesalahan tafsir dari pasal yang diuji supaya tidak ada upaya merekayasa kepemilikan

BACA JUGA: PNS Korupsi tak Hentikan Remunerasi

“Saya harap hakim konstitusi dapat melihat dengan jeli realitas yang terjadi," tandasnya.

Sementara sidang perbaikan permohonan ini berlangsung singkat
Majelis hakim konstitusi yang diketuai Harjono menyatakan, sidang perbaikan permohonan telah ditutup dan perbaikan permohonan resmi diterima

BACA JUGA: Nazaruddin Kabur ke Singapura Atas Perintah Penguasa

“Perbaikan permohonan diterima,” kata Hardjono.

Untuk diketahui, Para pemohon menyatakan, selama ini beraktivitas untuk memastikan jaminan perlindungan negara terhadap hak berkomunikasi, memperoleh serta menyampaikan informasi, telah dirugikan dengan berlakunya penafsiran sepihak terhadap Pasal 18 ayat (1), dan Pasal 34 ayat (4) UU Nomor 32 tahun 2002.

"Akibat penafsiran yang salah terhadap pasal tersebut, potensi kerugian konstitusional yang dialami pemohon adalah terancamnya kemerdekaan berpendapat, berbicara dan kemerdekaan pers dan berekspresi karena terjadinya pemusatan kepemilikan lembaga penyiaran yang menciptakan dominasi dan opini publik yang tidak sehat yang diterima masyarakat," kata Hendrayana pada sidang sebelumnya, Selasa (15/11)


Kondisi yang terjadi saat ini, sebuah badan hukum atau perseorangan dapat menguasai atau membeli lebih dari satu lembaga penyiaran berikut izin penyelenggaraan penyiarannya

BACA JUGA: PNS Muda Tajir Diurus Polisi

Meskipun kata dia, UU mengatur bahwa jika jangka waktu perizinannya habis, atau izin tersebut dicabut oleh negara, maka  lembaga penyiaran  dan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) sebagai hak yang diberikan oleh negara kepada lembaga penyiaran sepatutnya lebih dulu dikembalikan kepada negara.  

"Pengembalian frekuensi kepada negara ini bertujuan untuk mencegah adanya monopoli dalam dunia penyiaran karena akan mengakibatkan monopoli arus informasi oleh sebuah perusahaan lembaga  penyiaran sebagaimana  keputusan MK terhadap perkara No 005/PUU-I/2003," kata Hendrayana. (kyd/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nazar Mulai Seret Menpora


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler