MK Diminta Kembalikan Frekuensi ke Ranah Publik

Senin, 31 Oktober 2011 – 17:51 WIB
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan membuat keputusan yang dapat mengembalikan frekuensi siaran ke ranah publikPasalnya, banyak pengusaha penyiaran yang UU No 32 Tahun 2002 dan pemerintah tidak berdaya menghadapi pelanggaran tersebut.

Demikian rangkuman pendapat Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) M Riyanto, pakar komunikasi politik Universitas Indonesia (UI) Effendi Ghazali, anggota Komisi I DPR RI dari FPDI-P Helmi Fauzy, dan anggota Komisi I DPR RI dari FKB Effendy Choirie, terkait pengajuan permohonan uji materi yang dilakukan Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP)  atas UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Permohonan tersebut diajukan terkait  banyaknya pemusatan kepemilikan yang dilakukan Grup MNC dengan menguasai RCTI, Global TV, dan MNC TV

BACA JUGA: Soal Penataan PNS, Pusat Minta Daerah Tak Egois

Pengusaha lainnya,  Grup Transcorp dengan Trans TV dan Trans7,  Vivanews Media dengan TV One dan ANTV, dan PT Elang Mahkota Teknologi (EMTK) dengan menguasai SCTV, O Channel, dan kini Indosiar


Menurut M Riyanto, uji materi ini dilakukan karena para pemilik frekuensi penyiaran jelas-jelas  melanggar UU

BACA JUGA: Pengadilan Tipikor Samarinda Bebaskan Empat Terdakwa Korupsi

Keputusasn MK diharap mengakhiri multitafsir  yang diklaim sejumlah pihak
Keputusan MK, imbuh dia, dapat memberikan rasa adil bagi publik sehingga frekuensi siaran dapat dikembalikan ke ranah publik

BACA JUGA: Agus Condro Tagih Janji KPK Bekuk Nunun

"Saya berharap demikianTetapi semua diserahkan sepenuhnya ke MK,” kata Riyanto di Jakarta, Senin (31/10).

Riyanto menambahkan, di sisi lain juga harus diberikan kepastian hukum terhadap penyelenggaraan penyiaran yang tidak hanya berorientasi bisnisArtinya, memberikan kepastian untuk menghindari aspek monopoli"Supaya tidak menjadi perdebatan lebih jauh terkait hak pengelolaanIni pendapat saya pribadi sebagai bagian dari komisioner KPI,” kata Riyanto.

Sementara itu, Effendi Ghazali juga berharap agar para hakim konstitusi memahami semangat UU PenyiaranMenurutnya, salah satu tujuan mendasar undang-undang tersebut adalah menjamin terciptanya demokrasi dalam penyiaran"Jadi kalau ada pembentukan opini publik di bidang apapun, termasuk politik,  bukan hanya milik beberapa stasiun televisi saja,” kata Effendi Ghazali
 
Helmi Fauzy mengemukakan, Komisi I DPR tidak berada dalam konteks menyurati Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) untuk menghentikan akuisisi PT EMTK atas Indosiar"Kami lebih melihat terkait penguasaan frekuensi secara luas, dan bukan hanya satu kasus saja,” tambahnya.
 
Komisi I, imbuh dia, berusaha mencegah diversifikasi kepemilikan maupun kontenArtinya, penyiaran jangan hanya dikuasai oleh sekelompok kartel media tertentu, seperti yang terjadi saat ini, karena hal itu akan berdampak sangat berbahaya"Masyarakat menjadi tidak bisa punya akses informasi yang independen,” katanya.

Dia menambahkan, kalau pun MK nanti akan mengabulkan uji materi UU Penyiaran yang diajukan KIDP, maka frekuensi harus dikembalikan kepada negaraSecara prinsip, tegasnya, frekuensi tidak bisa diperjualbelikan"Frekuensi bukan komoditas, seperti HPH (Hak Penguasaan Hutan, Red) yang bisa diperjualbelikan,” tegas dia.

Hal senada disampaikan Effendy Choirie"Frekuensi yang terbatas tidak boleh dijualbelikanItu hak rakyat,” kata Gus ChoiKalau pengelola sudah tidak mampu melanjutkan penyiaran, kata dia, maka tidak boleh menjual kepada pengelola lain"Prinsip itu harus ditegakan oleh KPI dan pemerintah,” tegasnya.(fuz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK-Kemenkumham Sepakat Pangkas Remisi Napi Korupsi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler