MK Pulihkan Hak Politik Mantan Napi

Berhak jadi Caleg dan Kepala Daerah

Selasa, 24 Maret 2009 – 20:01 WIB

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali membatalkan aturan dalam UU Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu dan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang dianggap diskriminatif terhadap mantan terpidanaDengan dibatalkannya pasal-pasal itu, maka mantan terpidana berhak menjadi calon legislatif maupun calon kepala dan wakil kepala daerah.

Pada pembacaan putusan atas perkara nomor 4/PUU-VII/2009 tentang pengujian UU Pemilu yang diajukan mantan terpidana asal Pagar Alam, Sumatera Selatan, Robertus, Selasa (24/3) MK memutuskan bahwa dua aturan di UU Pemilu itu bertentangan dengan UUD 1945

BACA JUGA: Golkar Kembalikan Rp 4,5 Miliar ke KPK

Di persidangan Robertus menunjuk sejumlah kuasa hukum antara lain Zairin Harahap, Ari Yusuf Amir, Sugito, Ahmad Khairun dari Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM-UII), Yogyakarta.

"Menyatakan Pasal 12 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf g Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD, serta Pasal 58 huruf f UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bertentangan dengan UUD Tahun 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional)," ujar Ketua MK Mahfud MD saat mengucapkan putusan.

Dua aturan di UU Pemilu bunyinya sama, yakni bakal caleg dianggap memenuhi persyaratan diantaranya jika tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Sedangkan pasal 58 huruf f Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan bahwa calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat antara lain tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

Dalam putusan yang ditandatangani delapan hakim MK itu juga dinyatakan, Pasal 12 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf g UU Pemilu serta Pasal 58 huruf f Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak memenuhi beberapa persyaratan.

Persyaratan itu antara lain adalah tidak berlaku untuk jabatan publik yang dipilih (elected officials); berlaku terbatas jangka waktunya hanya selama 5 (lima) tahun sejak terpidana selesai menjalani hukumannya; dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana;  dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.

Menurut MK, perkara yang diajukan Robertus itu merupakan perkara pengujian konstitusionalitas norma UU terhadap UUD 1945 dan bukan penerapan ketentuan UU yang masih berlaku
Oleh karena itu menurut MK, ketentuan UU perihal 'syarat tidak pernah dijatuhi pidana' telah melanggar UUD 1945

BACA JUGA: NTB Kecipratan Program Stimulus Fiskal DESDM



"Maka Mahkamah berpendirian bahwa ketentuan Undang-Undang ini merupakan ketentuan yang inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional)," tandas Mahfud.

Menanggapi putusan MK itu, Robertus selaku pemohon mengatakan bahwa dirinya akan kembali mencalonkan diri sebagai caleg pada Pemilu 2014
Robertus yang sebelumnya tersingkir dari daftar caleg PDIP untuk kursi DPRD Kabupaten Lahat, Sumatra Selatan ini mengaku putusan itu juga akan banyak menolong teman-temannya mantan napi.

“Setelah putusan MK saya akan mengajukan diri kembali pada lima tahun mendatang, begitu juga dengan teman-teman saya yang terganjal kasus bisa tertolong,” ujarnya.

Sedangkan Mualimin Abdi yang mewakili Menteri Hukum dan HAM sebagai kuasa hokum pemerintah mengatakan, putusan MK itu jelas tidak bisa dilaksanakan pada Pemilu legislative 9 April

BACA JUGA: Teroris Palembang Tuding Jaksa Bodoh

Untuk itu, katanya, pemerintah perlu segera berkoordinasi dengan KPU selaku penyelenggara pemilu maupun pilkada untuk membuat aturan khusus.  “Yang pasti harus ada ketentuan lebih lanjut termasuk pembuktian apakah sang calon tidak termasuk residivis," cetusnya.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Teroris Palembang Dituntut 7 dan 8 Tahun


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler