"PAK SBY, Pak SBY," sapa penumpang kereta api yang berjubel di Stasiun Kota, Jakarta, Kamis 15 Januari 2009 laluMereka merangsek mendekat, ingin bersalaman
BACA JUGA: Perang Melawan Biawak di Gaza
Presiden RI ini lalu mengajak ngobrol seorang calon penumpang kereta jurusan Jakarta-Tegal ArumBACA JUGA: Kapan Israel Tinggal Sejarah?
Rupanya tarif kereta ekonomi telah diturunkan sekitar 8 persen, menyusul turunnya harga BBM yang berlaku mulai hari itu.Rombongan SBY juga meninjau SPBU di Jalan Pemuda Rawamangun, dan SBY bercengkerama dengan sorang konsumen BBM
Suasana di Terminal Pulogadung, Jakarta Timur lebih meriah
BACA JUGA: Dieksekusi Cak Sakera di Hari Pemilu
Ratusan calon penumpang mengerubungi stasiun yang tampak bersih tanpa bau-bau aneh, padahal sehari-harinya begitu kumuhDi sini pun harga tiket menuju Madura di Jawa Timur sudah turun dari semula Rp 200 ribu menjadi Rp 180 ribuKe Jogja hanya Rp 160 ribu dari tadinya Rp 175 ribu.Saat SBY bergegas meninggalkan kerumunan itu, terdengar pekikan antusiasme penuh suka cita“Hidup SBY, hidup SBY..,” teriak merekaPadahal, SBY datang bukan untuk kampanye Pemilu atau Pilpres 2009.
***
Fenomena “turun gunung” ini tampaknya akan semakin kerap dilakukan oleh SBYDiduga SBY akan semakin sering berbicara mengenai persoalan bangsa selama sisa masa jabatannya yang berakhir Oktober 2009 mendatangDi tahun politik ini, sudah semestinya SBY berkomunikasi secara politik, termasuk melalui “kapal” Partai Demokrat, yang kembali mendukungnya menjadi calon presiden.
Tapi agar tidak terlalu vulgar, so pasti, SBY akan membungkus berbagai aktivitasnya ala soft powerWalaupun subtansinya tetap saja mencari sebanyak-banyaknya kawan dan sedikit-dikitnya lawan.
Kader Partai Demokrat pun sibuk mengusung kegiatan sosial, mulai dari membantu korban banjir, mendistribusikan beras miskin (raskin) hingga membantu petaniJika hanya teriak-teriak di panggung itu adalah hard powerBeda dengan soft power yang lebih menyentuh hati, dan tentu saja juga dilakukan oleh tokoh partai lain, seperti Megawati, Wiranto, Prabowo Subianto dan sebagainya.
Tampaknya, semua tokoh sedang mengelola waktu menjelang Pemilu 2009Kira-kira, menghitung time dengan cerdasSBY melakukannya sekarang, karena jika ia melakukannya sejak terpilih pada 2004, dan sibuk mengurus partai, maka orang akan bilang, kok, baru saja dilantik menjadi presiden sudah kepartai-partaian?
Rakyat juga sudah kritisJika SBY turun gunung, rakyat bisa memahfuminya karena menjelang Pemilu 2009Para kompetitor SBY bahkan sudah lebih dini “beraksi.” Rakyat akan menimbang dan menguji, siapa sesungguhnya “pemimpin yang memikirkan lebih dulu rakyatnya ketimbang partainya.” Ibarat lari marathon, SBY dan kompetitornya, beikhtiar tidak kehilangan nafas agar bisa sprint pada 2009.
***
Partai Demokrat beberapa hari terakhir ini, di berbagai kota, menggebrak dan bilang bahwa tiga kali penurunan harga BBM adalah sukses Presiden SBY dan otomatis Partai DemokratTak ayal, prokontra yang seronok pun mencuatDebat menghangat baik di kalangan dunia usaha hingga rakyat kecilApakah ini pertanda rakyat sudah melek politik dan tidak buta ekonomi?
Tapi sebetulnya, partai oposisi PDIP pun berhak mengklaimnyaPada saat APBN Perubahan 2008 disahkan, ada klausul bahwa pemerintah boleh menaikkan harga BBM domestik jika harga minyak mentah di pasaran dunia berada di atas USD 100 perbarelAnaloginya, jika harga minyak mentah menurun, maka harga BBM dalam negeri pun menurun, sesuai “hukum besi” pasar.
Kala itu, PDIP ikut menyetujui APBN Perubahan, berikut klausulnya tentang kenaikan harga BBM jika sudah melompat di atas USD 100 perbarelJika demikian, semua partai yang duduk di DPR berhak ikut mengklaim bahwa tiga kali penurunan harga BBM itu adalah sukses merekaBukan cuma monopoli satu partai.
Aha, inilah yang disebut sebagai politik ekonomi, yakni pengaruh kebijakan ekonomi terhadap politikSangat strategis diluncurkan menjelang Pemilu 2009.
Masalahnya, Partai Demokrat dengan cepat mengklaimnya, yang tak segera dilakukan oleh Partai Gokkar, padahal turut dalam pemerintahanKealpaan serupa juga menimpa PAN, PKS, PPP, PKB, PBB yang ikut dalam kabinet SBY-JK, tapi momen strategis itu bagai gone with the wind.
Sebetulnya, SBY tidak happy jika harga BBM dinaikkanTatkala berpidato di televisi 30 April 2008, Presiden menegaskan tidak akan menaikkan harga BBM, walaupun harga minyak pernah di pasaran dunia menyentuh USD 120 perbarelSikap itu kukuh dipegang SBY di depan HUT ke 10 Partai Keadilan Sejahtera di Gelora Bung Karno, 4 Mei lalu
Barulah pada 5 Mei 2008, SBY memutuskan kenaikan harga BBMSBY ingkar janji? Tidak jugaKarena sejak dini, ketika harga minyak dunia menyentuh USD 105, SBY berkata bahwa kenaikan harga BBM adalah alternatif terakhirTidak tabu jika dinaikkan, seperti tidak pantang pula jika harga BBM diturunkan
Jika kenaikan harga BBM tidak ditempuh, maka beban subsidi membengkak Rp 250 triliunAPBN bisa kolaps? Jika dalam APBN Perubahan 2009, subsidi BBM tadinya sebesar Rp 33 triliun, kini merosot menjadi Rp 24 triliun.
Benarlah, filsafat panta rei dari Yunani kuno yang termashur ituEverything flows, everything is constantly changing, kata HeraclitusSegala sesuatu mengalir mengikuti arus perubahanTak perlu ada yang menepuk dada, atau sebaliknya kebakaran jenggot!
Dalam panggung riil politik, wajar saja jika pesaing SBY plus Partai Demokrat “mengolah” berbagai persoalan bangsa menjadi “kegagalan” kabinet SBYTapi, bukankah kabinet justru diisi oleh para menteri yang juga berasal dari partai di luar Partai DemokratAda kader Golkar, PABN, PPP, PKS dan PBBTapi, inilah, pentas politik!
***
Riwayat politik mantan Menkopolkam ini menarik, semasih ikut dalam kabinet Presiden RI dijabat oleh Abdurrahman “Gus Dur” WahidMasih belum lekang dari ingatan, kala itu, ada krisis politikGus Dur memberhentikan SBY sebagai Menkopolkam gara-gara isu tentang Dekrit Presiden.
Tapi, anehTak satupun pakar yang bilang bahwa masa depan politik SBY akan suramDia menerima dengan ikhlas putusan presidenWalaupun SBY dikejar-kejar oleh wartawan untuk segera menyampaikan perlawananan politik, SBY membisu.
Sami mawon ketika SBY kalah dalam pemilihan Wapres pada Juli 2001Keesokan harinya dalam sebuah konferensi pers, SBY menerima kekalahannyaMeskipun sebelumnya, Golkar mengatakan bahwa suara Golkar akan dibawa kepada SBY, dan Akbar Tandjung tidak akan maju, bahkan suara PDIP pun tadinya kepada SBY, termasuk polling mengatakan 80% untuk dirinya, ternyata Golkar balik kanan.
Malam harinya, SBY dipanggil Megawati dan diminta mengalah sajaTernyata ia kalah, dan minta maaf kepada konstituenIa ajak semua pihak mendukung Presiden terpilihMenang dan kalah jamak saja dalam pertandinganTapi demokrasi harus dihormati.
Masih segar pula dalam memory publik ketika Taufik Kiemas berkata, bahwa ada jenderal berbintang empat seperti anak kecilPadahal, SBY telah berusaha untuk menghadap Presiden Mega, tapi tak bisa, padahal ia seorang menteri senior di kabinetSetelah 3-4 hari, akhirnya SBY menulis surat kepada presidenTak mungkin ia melawan presidenIa memilih mundurDari pada di dalam tak dipakai, dan sakit hati lalu melawan, malah tidak bagus.
Apakah pengalaman masa lalu yang menjadi modal politik SBY, sehingga terpilih menjadi presiden pada 2004 lalu? Kegagalannya sejak 2001, justru menjadi “sukses yang tertunda” pada 2004.
Jika sekarang pun SBY diserang dari kiri dan kanan, apakah kemujaraban “sukses yang tertunda” dan kemudian “terwujud” itu masih sakti? Polling berkata bahwa Partai Demokrat meluncur ke tangga teratas, melampaui PDIP dan GolkarWalaupun kisah ini menuai kontroversi juga***
BACA ARTIKEL LAINNYA... Betapa Dahsyatnya Ekonomi Labbaik
Redaktur : Tim Redaksi