Moratorium Remisi Koruptor Berujung Interplasi

Kamis, 08 Desember 2011 – 17:47 WIB

JAKARTA--Kebijakan moratorium pemberian remisi, asimilasi, pembebasan bersyarat bagi narapidana (napi) tindak pidana korupsi (tipikor) dan terorisme yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) berbuntut panjang.

DPR yang tidak dapat  jawaban yang memuaskan dari Menkumham, Amir Syamsudin, lantas menempuh jalan menggunakan hak interplasiUpaya klarifikasi sudah dilakukan

BACA JUGA: Selidiki Suap di Banggar, KPK Cekal Anggota DPR

Yakni dengan menggelar Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR RI dengan Menkumham Rabu (7/12), namun hasilnya tak jelas
Kemudian, rapat dijadwal ulang Kamis (8/12), tapi Amir Syamsudin dan jajarannya mangkir.

“PPP, Golkar, PAN, PKS, Hanura sudah menandatangani

BACA JUGA: Wakil KY Gunakan Mobil Mati Pajak

Ada sekitar 30 orang
Jangankan 30 orang, 25 orang yang tandatangan untuk menggunakan hak interplasi, sudah bisa,” kata Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP, Ahmad Yani, Kamis (8/12).

“Anggota Partai Demokrat tidak ada yang tanda tangan

BACA JUGA: FITRA Desak KPK Usut Bendum Golkar pada Proyek e-KTP

Partai Gerindra masih dalam perjalanan untuk menandatanganSejak awal Desmon (Anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra) juga mengusulkan agar Komisi III menggunakan Hak Interplasi,” tegas Yani.

Komisi III lantas membacakan sebuah surat yang berisi alasan melakukan interplasiSurat itu dibacakan bergiliran secara berurutan oleh Ahmad Yani, Bambang Soesatyo dari F-PG, Syarifudin Suding F-Hanura, serta Wakil Ketua Komisi III Nasir Djamil dari FPKS.

Dalam surat itu antara lain disebutkan, DPR RI harus menggunakan hak interplasi meminta keterangan terhadap kebijakan pemerintah khususnya Menkumham mengenai moratorium yang tertuang di dalam Surat Edaran (SE) Dirjen PAS NoPAS-HM.01.02-42 tertanggal 31 Oktober 2011.

SE Dirjen PAS itu berisi perihal Moratorium Pemberian Hak Narapidana Tindak Pidana Korupsi dan Terorisme yang tidak memiliki dasar hukumSekaligus melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Undang-undang yang dilanggar yakni yang mengatur hak narapidana pada pasal 14 UU Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.  Pasal 34, 36 dan 43 PP Nomor 28 tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Dimana, pasal-pasal tersebut diatur mengenai hak narapidana baik secara umum maupun secara khusus narapidana tindak pidana korupsi dan terorismeDiantaranya, hal untuk mendapatkan asimilasi, remisi, maupun pembebasan bersyarat.

Kebijakan Menkumham juga dinilai melanggar HAM dan Kovenan InternasionalBahkan, Kovenan yang telah diratifikasi oleh Indonesia yaitu United Nation Convention Againts Corruption (UNCAC) 2003 yang telah diratifikasi dalam UU nomor 7 tahun 2006.

Disebutkan, salah satu nilai HAM yang dilanggar dalam kebijakan itu adalah adanya diskriminasi antara napi tindak pidana korupsi serta terorisme dan napi lainnyaPadahal, disebutkan lagi, jelas status mereka adalah sama-sama napi di dalam lapas yang menjalani vonis majelis hakim di pengadilan.
Yani menegaskan, hak interplasi merupakan hak individual dari setiap anggota DPR“Bukan hanya Komisi III,” tegasnya.

Sekedar mengingatkan, hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri Blokir Dana Century di Yayasan Fatmawati


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler