MRP Papua Barat Dinilai Proyek Politik

Jumat, 10 Juni 2011 – 09:33 WIB

JAYAPURA - Meskipun hasil pleno Mejelis Rakyat Papua (MRP) pada 30 Mei lalu sudah sepakat bahwa MRP di Papua dan Papua Barat hanya satu, namun ternyata para anggota MRP dari Papua Barat membentuk MRP Papua BaratTerkait hal ini, Ketua MRP Terpilih Periode 2011-2016, Dorkas Duaramuri menilai bahwa pembentukan MRP di Papua Barat itu merupakan proyek politik.

Ya, selain menyepakati MRP di tanah Papua hanya satu, pleno pada 30 Mei 2011 di Hotel Matoa Jayapura yang diikuti para anggota MRP dari wilayah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat itu  juga telah menyepakati bahwa tata tertib (tatib) MRP hanya satu, termasuk menyepakati hanya ada 3 pimpinan dan 2 sekretariat yaitu berkedudukan di Jayapura (Papua) dan di Manokwari (Papua Barat).

Namun hasil pleno tersebut dilanggar oleh sejumlah anggota MRP dari Papua Barat di bawah pimpinan Vitalis Yumte, Zainal Abidin Bay dan Anike T.H Sabami, serta 22 anggota lainnya dari 33 anggota MRP dari wilayah Provinsi Papua Barat  dengan membentuk anggota MRP tandingan di Provinsi Papua Barat

BACA JUGA: MRP Papua Barat Dinilai Proyek Politik

Ketua MRP Terpilih, Dorkas Dwaramuri sangat menyayangkan pembentukan MRP di Papua Barat itu, sebab hal itu bukan cara dari orang Papua dalam menyelesaikan masalah.

Pihaknya bukan melarang anggota MRP tersebut untuk membentuk MRP Papua Barat, hanya saja jika dilihat dari aturan, mereka ini sudah mengikuti tahapan pemilihan dari awal, dan sudah ikut juga dalam pemilihan ketua difinitif.

"Bahkan anggota dari Provinsi Papua Barat itu juga yang begitu ngotot meminta agar MRP hanya satu, dengan 3 pimpinan, dengan konsekuensi dua pimpinan dari Papua Barat dan 1 dari Papua, dan itu sudah terpenuhi
Tapi ternyata di belakang muncul keinginan untuk pisahkan diri

BACA JUGA: Ketua dan Sekretaris KPU Lanny Jaya Ditangkap

Inikan tidak beretika, bukan cara-cara adat orang Papua," tegasnya.

Menurutnya, sebagai orang adat yang diutus oleh komunitas-komunitas adat, seharusnya para anggota MRP ini bisa membicarakan persoalan yang terjadi di adat secara adat di dalam MRP
Namun dengan cara ini, maka pihaknya melihat ada kepentingan yang sengaja dimainkan untuk kepentingan politik

BACA JUGA: Korem-Polda Lampung Batasi Pergerakan NII

"Saya melihat ada kepentingan politik, dan jangan harap kita akan bicara tentang proteksi adat orang Papua, jika MRP dibentuk karena kepentingan," jelasnya.

Untuk itu, Dorkas mengharapkan kepada Gubernur baik Papua dan Papua Barat, termasuk DPR Papua dan Papua Barat, serta tokoh masyarakat, adat, agama dan pemuda, perempuan yang ada di masyarakat dari 7 zona adat ini yang tidak masuk dalam anggota MRP,  serta anggota MRP yang terpilih untuk segera duduk bersama menyikapi hal ini.

"Jika negara ini punya hati untuk tidak mengobok-ngobok orang Papua dan tidak merusak orang Papua, atau memecahkan orang Papua, maka saya berharap agar MRP (Papua Barat) ini tidak dilantik," tegasnya.

Bahkan dengan tegas Dorkas mengatakan, jika sampai ada kelompok tertentu yang mendukung adanya MRP tandingan ini, maka pihaknya menilai kelompok tersebut tidak lebih dari teroris yang sementara dikejar-kejar saat ini

Hal yang sama juga disampaikan oleh Wakil Ketua I MRP PdtHerman Saud,S.Th,M.ThIa menilai bahwa MRP yang saat ini muncul di Manokwari sudah melanggar secara organisasi, karena anggota MRP ini sudah mengikuti proses rekrutmen  sejak awal, sesuai dengan Perdasus No.4/2010, dan sesuai dengan 7 wilayah adat di PapuaBahkan kesepakatan kedua Gubernur baik Papua dan Papua Barat serta kedua DPRD, sudah sepakat bahwa MRP tetap satu.

"Sebelum MRP ini dilantik, persolan ini sudah dibicarakan di Jakarta, dan Mendagri juga sudah menyetujui agar MRP hanya satu, sehingga kami sangat kaget ketika dengar ada pimpinan MRP di Papua Barat," kata Mantan Ketua Sinode GKI di Tanah Papua ini.

Yang membingungkan dirinya, para anggota yang kini membentuk MRP tandingan ini, juga sudah masuk pembahasan tata tertib, bahkan semua menyetujui agar tata tertib tersebut hanya satu dan semua sepakat hanya satu MRP, dengan dua sekretariat satu di Papua di Jayapura dan satu di Papua Barat di Manokwari.

"Tadinya pimpinan 6, namun setelah dibahas, akhirnya semua sepakat, pimpinan tetap 3 sajaMereka yang ingin membentuk MRP di Papua Barat tersebut juga ikut dalam pemilihan, namun tidak terpilih karena suara kurangItu berarti semua proses untuk MRP sudah selesai, sehingga kita bingung lagi dengan adanya MRP di Papua Barat itu," jelasnya.

Dikatakannya, ketika 22 anggota MRP dari Papua Barat itu bertolak ke Papua Barat, mereka tidak menjelaskan secara pasti akan rencana untuk membentuk MRP di Papua Barat"Rencana saat itu hanya untuk silaturahim dengan Gubernur Papua Barat, ternyata di belakangnya baru diketahui bahwa kepergian mereka ke Papua Barat untuk membentuk MRP di Papua Barat," ujarnya.

"Kalau melihat prosedur yang digunakan ini, maka secara organisasi, kedudukan MRP yang sah itu ada di Papua, sementara yang mereka dirikan di Manokwari adalah MRP yang sudah terlibat dalam politik, dan perlu diketahui MRP hanya mengurus cultur bukan politik," sambungnya.

Bukan pihaknya tidak mau ada dua MRP, namun harus berpegang pada kesepakatan-kesepakatan yang sudah dibuat, terutama mengacu pada kekhususan dari Undang-Undang Otonomi Khusus No.21 Tahun 2001.

"Saya tidak tahu apakah MRP di Papua Barat ini akan dilantik atau tidak, namun saya berharap agar pemerintah pusat untuk tunduk terhadap hukum, jika menyebut negara ini negara hukum, stop sudah untuk pecah ,elah orang Papua," tegasnya.

Dari informasi yang diperoleh Cenderawasih Pos (Grup JPNN) dari salah satu sumber resmi anggota MRP yang enggan namanya dikorankan, dalam waktu dekat ini, anggota DPR Papua Barat dan Papua bakal duduk bersama dengan anggota MRP, untuk membicarakan akan hal iniSayangnya sampai tadi malam pertemuan tersebut belum dilaksanakan(cak/fud) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Usir Perambah Hutan, Bakar 150 Gubuk


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler