Muhammadiyah Usulkan Adanya GBHN Lagi

Din: Pemimpin Jangan Bawa Visi Personal

Sabtu, 13 November 2010 – 13:00 WIB

JAKARTA - Sejak reformasi bergulir, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sudah tidak diterapkan lagiPengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mengusulkan pijakan pemerintah yang populer pada era Orde Baru itu dihidupkan lagi agar arah pembangunan kebangsaan punya tujuan pasti.
 
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin di depan pimpinan MPR di Jakarta, Jumat (12/11)

BACA JUGA: BPS Jamin Data Bebas Rekayasa

Menurut Din, ketiadaan GBHN pada era reformasi membawa dampak yang beragam
Sentuhan kepemimpinan saat ini belum memenuhi keinginan rakyat yang sebenarnya

BACA JUGA: Kejagung Tak Butuh Dokumen dari Yusril

"Ada deviasi (penyimpangan) distorsi (perubahan) tujuan pembangunan negara," tuturnya.
 
Din kemarin tidak sendiri
Dia hadir bersama sejumlah petinggi PP Muhammadiyah

BACA JUGA: Jenderal Timur Panen Pujian

Di antaranya Ketua Bidang Ekonomi Bambang Sudibyo, Ketua Bidang Tarjih Yunahar Ilyas, dan Ketua Bidang Pustaka Dadang KahmadMereka diterima Ketua MPR Taufik Kiemas yang didampingi para wakil ketua, seperti Lukman Hakim Saifudin, Hajriyanto Thohari, dan Melani Leimena Suharli.
 
Menurut Din, usul kembali digunakannya GBHN bertujuan untuk merevitalisasi visi kebangsaanNegara saat ini tidak mampu menerjemahkan ataupun melawan serangan arus globalisasiNegara begitu inferior yang rendah diri di depan negara lain.
 
Indonesia, kata dia, seharusnya bisa meniru TiongkokDengan latar belakang sejarah yang kuat, Tiongkok mampu memodifikasi arus globalisasi untuk kebutuhan mereka"Cina (Tiongkok, Red) mampu mengembangkan free market economy dengan market kecinaan," ujarnya.
 
Indonesia tak bisa mengikuti Tiongkok karena visi dan misi kerakyatan saat ini tidak mampu menjadi kebutuhan utama bangsaVisi kepemimpinan saat ini, ucap Din, telah salah arah dengan tidak membawa konsensus rakyat dalam pembangunanNah, imbuh Din, konsensus itu seharusnya terimplementasi dalam penetapan seperti halnya GBHN"Visi pembangunan tidak bisa diserahkan kepada presiden atau WapresItu terlalu personal," tegasnya.
 
Menurut Din, tidak ada salahnya jika GBHN dikembalikan kepada MPRDengan begitu, MPR akan kembali menjadi lembaga tertinggi di antara lembaga tinggi negara lainnya"Ini supaya konsensus nasional bisa dikembalikan sehingga tidak ada penyimpangan," jelasnya.
 
Dalam hal politik, kepemimpinan tanpa arah saat ini hanya melanggengkan kekuasaanSudah saatnya dipikirkan suksesi kepemimpinan menghadapi transaksional 2014MPR harus membuka peluang bagi semua kehidupan politik"Jauhkan dari power of money (kekuatan uang)Karena cost-nya terlalu mahal untuk kita bayar," tuturnya
 
Din juga meminta kampanye pemilu tidak lagi mengedepankan citra sosok pemimpin"Pemimpin bukan pada citra, bukan pada penampilan, tapi pada watak kepemimpinan," tandasnya.
 
Taufik Kiemas menganggap usul PP Muhammadiyah itu layak dipertimbangkanPosisi keberadaan GBHN memang harus diatur dalam konstitusiNamun, jalan yang dilakukan untuk memasukkan hal tersebut tidak harus melalui amandemen"Kita sedang pikirkan, mungkin dengan joint session, tidak usah amandemen," kata Taufik.
 
Menurut Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifudin, usul Muhammadiyah mengindikasikan adanya kerinduan publik terhadap kekuatan pemerintahanSaat era reformasi dimulai, publik seakan-akan ingin keluar dari belenggu pemerintahan yang mengintervensi.
 
Lukman memberikan apresiasi terhadap usul MuhammadiyahPosisi itu juga merupakan aspirasi atas perkembangan proses demokrasi yang terjadi selama lebih dari sepuluh tahunMeski begitu, kekuatan untuk mengubah konstitusi tidak hanya terletak di MPR"Ada DPR dan DPD yang memiliki hak mengusulkan," tandasnya(bay/c9/tof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jamaah Nonkuota Lampaui 3 ribu Orang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler