JAKARTA - Menteri BUMN, Mustafa Abubakar, menyatakan bahwa jika BUMN ingin bisa sehat dan mendatangkan profit maka direksi dan manajemennya harus berani menolak intervensi politikSayangnya, sampai saat ini masih saja ada BUMN yang mengalami intervensi politik.
Tampil sebagai pembicara diskusi pada acara Forum Pemimpin Redaksi Group Jawa Pos se-Indonesia di Jakarta, Rabu (21/7), Mustafa mengakui bahwa sampai saat ini masih saja ada BUMN yang menjadi perahan partai politik
BACA JUGA: Pemerintah Kaji Perpanjangan Usia Pensiun PNS Daerah
Mustafa menegaskan, BUMN harus berani melakukan moratorium terhadap intervensi politikMustafa pun mencontohkan saat dirinya menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres M jusuf Kalla sebelum resmi duduk sebagai Dirut Bulog
BACA JUGA: KPK Banjir Laporan Harta Politisi Senayan
Kepada Presiden dan Wapres, Mustafa minta diberi kesempatan untuk melakukan moratorium dari kepentingan politik di BulogBACA JUGA: Harusnya Usia 25 Tahun Bisa Pimpin KPK
"Saya pernah melakukan moratorium dari intervensi politik saat memimpin BulogKetika saya masuk Bulog sedang parah-parahnyaAlkhamdulillah kondisinya berangsur membaik setelah ada moratorium politik," ujar Mustafa
Namun demikian Mustafa mengakui bahwa moratorium dari kepentingan politik itu tidak mudahSampai saat ini, katanya, masih saja ada BUMN yang diintervensi secara politik"Kalau masih ada (intervensi politik), itu tidak bisa dipungkiri," ungkapnya.
Namun demikian Mustafa mengaku sudah mengistruksikan kepada direksi ataupun manajemen BUMN untuk berani menolak intervensi politik dari pihak manapunDia mencontohkan Direktur Utama PT Semen Padang, Endang Irzal, yang mengundurkan diri karena mencalonkan diri pada Pilkada Smuatra BaratSayangnya, Irzal tidak terpilih
"Nanti untukk Semen Padang akan ditunjuk direksi dan manajemen baruSiapapun nanti orangnya harus berani melakukan moratorium dari kepentingan politik," pungkasnya.(awa/ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Terus Kembangkan Penyidikan Korupsi Walikota Tomohon
Redaktur : Tim Redaksi