jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Andreas Hugo Pareira menganggap belakangan pemerintah telah membuat bingung masyarakat dalam upaya memberantas korupsi.
"Rakyat dibuat bingung oleh pernyataan-pernyataan kontradiktif oleh elite politik kita sendiri," kata Andreas melalui keterangan persnya, Senin (30/12).
BACA JUGA: Kasus Korupsi CSR BI-OJK, KPK Panggil Legislator Gerindra dan NasDem
Legislator Fraksi PDI Perjuangan itu menyikapi pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto yang berjanji mengejar koruptor sampai Antartika.
Belakangan, kata Andreas, pemerintah malah membuka wacana pengampunan koruptor. Narasi itu kemudian dilengkapi dengan denda damai kepada pelaku rasuah.
BACA JUGA: Usut Kasus korupsi CSR, KPK Periksa Pejabat Bank Indonesia
"Kemudian pemerintah ingin megampuni koruptor, sekarang beda lagi, jadi denda damai," ucap legislator Dapil I Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.
Wacana denda damai mengemuka setelah muncul pernyataan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas pada Rabu (25/12) kemarin.
BACA JUGA: Hari Ini, Harvey Moeis Jalani Sidang Putusan Kasus Korupsi Timah
Denda damai koruptor itu mengacu pada Pasal 35 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI.
Menkum Supratman berdalih bahwa aturan tersebut memberikan ruang untuk menyelesaikan perkara di luar pengadilan, bagi pelaku tindak pidana ekonomi yang merugikan keuangan negara.
Namun, pernyataan denda damai menuai kritik dari publik. Supratman kemudian menghentikan wacana tersebut dengan penegasan bahwa penerapan denda damai hanya berlaku untuk tindak pidana ekonomi, bukan korupsi.
Andreas menyebut ketidakkonsistenan pemerintah menjadi perhatian dan dianggap bisa berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap komitmen pemberantasan korupsi.
"Rakyat membutuhkan kepastian hukum dan keadilan yang nyata. Jangan sampai kebijakan atau wacana yang dilemparkan oleh pejabat negara malah menciptakan celah untuk penyalahgunaan," kata dia. (ast/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PKN Usulkan Dua Hal Ini Terkait Pemberantasan Korupsi
Redaktur : M. Rasyid Ridha
Reporter : Aristo Setiawan