jpnn.com - jpnn.com - SMA/SMK telah beralih ke provinsi tapi nasib tenaga outsourcing masih mengambang.
Sampai saat ini, tenaga outsourcing di Surabaya belum mendapat kejelasan status.
BACA JUGA: Awasi SMA/SMK, Disdik Bentuk UPTD
Apakah turut beralih menjadi tanggung jawab provinsi atau tetap menjadi tanggungan Pemkot Surabaya.
Ketua Dewan Pendidikan Surabaya Martadi menyatakan, sejak awal Januari lalu, kewenangan pengelolaan SMA/SMK beralih ke provinsi.
BACA JUGA: Duuh, 9.000 Guru SMA/SMK Belum Gajian
Otomatis, seluruh personel juga beralih ke provinsi, termasuk tenaga outsourcing yang semula dibayar pemerintah kota.
Dia mengakui, tenaga outsourcing diangkat Pemkot Surabaya.
BACA JUGA: Pesan untuk Sekolah: Siswa Miskin Tetap Gratis Biaya
Namun, setelah kewenangan beralih ke provinsi, seharusnya seluruh personel diserahkan ke provinsi.
Nasib tenaga outsourcing tersebut setidaknya bisa dikategorikan dalam tiga bagian.
Pertama, tetap bekerja di SMA/SMK dan dibayar sekolah. Kedua, tetap bekerja di SMA/SMK, tapi belum jelas siapa yang akan membayar lantaran mereka tidak mengantongi SK pengangkatan.
Ketiga, ada yang sudah berhenti bekerja atau kontraknya tidak dilanjutkan oleh sekolah.
Menurut Martadi, masalah itu perlu segera direspons Pemkot Surabaya maupun Pemprov Jatim.
Kedua pemerintah harus bertemu dan membicarakan solusinya karena menyangkut nasib orang.
Selama ini, tidak sedikit tenaga outsourcing yang mengadukan kejelasan status mereka.
Pengaduan itu dilayangkan kepada berbagai pihak, termasuk ke Dewan Pendidikan Surabaya.
Dia menegaskan, harus ada pembicaraan mengenai status mereka. Seandainya mereka menjadi tenaga outsourcing provinsi, hingga kini belum ada penegasan mengenai status itu.
Padahal, saat pelimpahan kewenangan awal Januari lalu, pemkot sudah menyerahkannya.
Kejelasan nasib mereka harus diperhatikan. Apalagi, para tenaga outsourcing itu punya keluarga dan anak-anak yang harus dihidupi.
Dari pertemuan bersama para tenaga outsourcing, solusi yang bisa diberikan adalah bekerja sesuai dengan koridor kewenangan.
''Kami mendorong teman-teman outsourcing, kalau perlu audiensi, bisa membuat surat ke gubernur,'' terangnya.
Sebelumnya, ada audiensi antara para tenaga outsourcing dan Cabang Dinas Pendidikan Jawa Timur di Surabaya.
Namun, belum ada kejelasan berarti, apakah menjadi tenaga outsourcing provinsi, menjadi honorer sekolah, atau dikembalikan ke pemkot.
Jika dikembalikan ke pemkot, harus ada komunikasi dengan pemkot.
Dengan demikian, pemkot bisa mengambil langkah untuk kelangsungan pekerjaan mereka.
''Yang penting jangan diambangkan,'' katanya.
Selama ini, tenaga outsourcing sudah siap bekerja. Setiap hari masuk, tapi status mereka tidak jelas.
Tidak mendapat SK outsourcing, tapi juga tidak mendapat surat tugas dari sekolah.
Ada pula yang sudah bekerja di sekolah, tapi digaji lebih rendah. Kondisi itulah yang harus diperhatikan.
Di sisi lain, jika status mereka diserahkan ke provinsi, provinsi harus memastikan bahwa yang bersangkutan memang sudah menjadi tenaga outsourcing provinsi atau menjadi honorer di sekolah dan dibayar sekolah.
Di sisi lain, Dinas Pendidikan Kota Surabaya memfasilitasi tenaga outsourcing kebersihan, keamanan, dan administrasi untuk perpanjangan kontrak.
Mereka berasal dari SD dan SMP negeri (1.316 orang). ''SMA/SMK kan sudah pindah kewenangan,'' jelas Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Surabaya Aston Tambunan.
Selain itu, ada yang kontraknya tidak diperpanjang. Namun, jumlah mereka tidak banyak.
Keputusan itu diambil berdasar rapor yang diberikan sekolah mengenai kinerja tenaga outsourcing yang bersangkutan.
Ada empat tenaga outsourcing yang tidak diperpanjang. Menanggapi hal tersebut, Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf mengatakan bahwa pemprov masih berupaya mencarikan solusinya. (puj/c5/git/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Permendagri, Pemkab/Pemko Boleh Bantu SMA-SMK
Redaktur & Reporter : Natalia