Pemerintah negara bagian Victoria, Australia, mengumumkan akan mendanai pembangunan pabrik vaksin berteknologi mRNA yang memiliki kapasitas memproduksi vaksin seperti Pfizer dan Moderna. (Reuters: Andreas Gebert)
Pemerintah negara bagian Victoria mengumumkan akan membiayai pembangunan pabrik vaksin berteknologi mRNA senilai A$50 juta (sekitar Rp500 miliar).
Pejabat menteri utama Victoria James Merlino mengatakan, dibutuhkan waktu paling tidak 12 bulan sebelum produksi vaksin bisa dimulai di Australia.
BACA JUGA: Ini Alasan Warga Australia Sulit Mendapat Mobil Listrik
Langkah ini membuka jalan bagi vaksin jenis mRNA, seperti Pfizer dan Moderna, diproduksi di Australia untuk pertama kalinya.
Saat ini para peneliti di lembaga riset Doherty Institute sedang mengembangkan vaksin mRNA yang bisa dimodifikasi untuk mengatasi mutasi virus.
BACA JUGA: Meski Andalkan Investor, Proyek Bukit Algoritma Tetap Berisiko Mengganggu APBN
Pabrik vaksin ini akan dibangun melalui kerjasama Monash University dan Melbourne University bersama Doherty Institute dan lembaga riset lainnya.
Belum ada lokasi yang ditentukan. Namun jika nanti terwujud, pabrik ini akan menjadi yang pertama yang bisa memproduksi vaksin mRNA di belahan Bumi selatan.
BACA JUGA: Hidup Mengesankan Stephen Stephen Stewart, Pria Aborigin Tertua di Australia
Pembiayaan Rp500 miliar diperkirakan akan bertambah seiring perkembangan proyek.
Menurut Merlino, pengumuman ini bukan hanya penting bagi Victoria tapu juga seluruh Australia.
Australia saat ini hanya memiliki kemampuan memproduksi vaksin AstraZeneca secara lokal melalui fasilitas perusahaan CSL.
Namun dengan adanya kejadian langka pembekuan darah terkait dengan vaksin AstraZeneca, kini pemerintah tak lagi merekomendasikannya untuk orang berumur di bawah 50 tahun.
Sebagai konsekuensinya, program vaksinasi nasional menjadi kacau karena pemerintah harus berupaya mendapatkan pasokan vaksin dari pabrik lainnya. Australia punya banyak pakar mRNA
Vaksin mRNA menggunakan teknologi baru yang dikembangkan sebelum terjadinya pandemi tapi belum pernah digunakan sebelum Pfizer dan Moderna meluncurkannya.
Damien Purcell dari University of Melbourne dan Doherty Institute menjelaskan, Australia memiliki banyak pakar RNA yang ingin terlibat dalam proyek ini.
"Kami sangat frustrasi karena kesempatan ini tidak begitu terbuka akibat hambatan tidak adanya pabrik," katanya kepada ABC.
"Kesempatan itu terbuka di Amerika Serikat dan Eropa, tapi sangat disayangkan bagi kita tak dapat menghasilkan produk lebih lanjut," ujar Damien.
Menteri Kesehatan Victoria Martin Foley menjelaskan teknologi mRNA membawa implikasi lain di masa depan.
"Kemampuan menggunakan teknologi mRNA ini pada pengobatan kanker, penyakit langka, dan pengobatan lainnya menjadi krusial dalam bidang kesehatan yang terus berubah," katanya.
"Teknologi ini merupakan jalan menuju masa depan," tambahnya. Vaksinasi dimulai kembali
Program vaksinasi di Australia dengan menggunakan vaksin AstraZeneca telah dimulai lagi setelah sempat dihentikan sementara akibat adanya kejadian pembekuan darah.
Hari ini ada tiga lokasi vaksinasi massal yang dibuka di Victoria.
Baru sekitar 1,6 juta orang di Australia yang telah disuntik vaksin AstraZeneca dan Pfizer dari target 4 juta yang ditetapkan pemerintah sebelumnya.
Selain itu, ada keengganan sejumlah orang untuk melakukan vaksinasi akibat adanya efek samping dan rekomendasi badan obat-obatan Australia ATAGI agar mereka yang berusia di bawah 50 tahun sebaiknya diberikan vaksin buatan Pfizer dibanding vaksin AstraZeneca.
Survei Roy Morgan pada 11 April lalu menunjukkan 69 persen warga Australia bersedia menerima vaksinasi.
Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari .
BACA ARTIKEL LAINNYA... Angka Covid-19 Mulai Turun di Kota Cirebon, Vaksin dan Prokes 5M Tetap Jalan