jpnn.com - JAKARTA --Respons aparat atas rencana aksi 2 Desember 2016 yang diduga ditunggangi sekelompok orang yang ingin makar dari NKRI dinilai sangat prematur.
Pengamat hukum dari Universitas Indonesia Andri W Kusuma menilai respons itu karena negara tengah panik meredam rencana aksi tersebut.
BACA JUGA: Wahai Para Pimpinan Parpol, Baca Pesan KPK ini!
"Buktinya pernyataan yang dilontarkan Kapolri maupun Panglima TNI bahwa aksi itu diduga akan ditunggangi pihak-pihak tertentu, kemungkinan makar dan sampai melarang aksi tersebut. Apalagi Kapolri terpaksa harus road show ke beberapa pihak dan lain-lain," kata Andri, Senin (21/11).
Seperti diketahui Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) berencana menggelar aksi 212.
BACA JUGA: Ratusan Massa dari Kaltim dan Kaltara Bakal ke Jakarta, Aksi 212
Aksi ini menuntut tersangka dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama ditahan.
Namun, Polri dan TNI menengarai rencana aksi itu justru ditunggangi sekelompok orang yang ingin makar dari NKRI.
BACA JUGA: Hari ini Diperiksa Sebagai Tersangka, Seperti ini Persiapan Ahok
Andri mengatakan seharusnya sebagai negara aparat Polri maupun TNI harus siap setiap saat dalam menghadapi dan mengantisipasi segala aksi yang kemungkinan terjadi.
Baik itu aksi damai maupun bertentangan dengan hukum dan konstitusi.
Andri menduga, kepanikan dan kegamangan ini disebabkan tidak diberdayakan peran Badan Intelijen Negara (BIN) secara maksimal.
Seharusnya, kata dia, implementasi peran BIN harus maksimal. Mengingat peran itu sangat penting.
BIN seharusnya tidak hanya bergerak soal terorisme, tapi masalah bangsa ini secara keseluruhan.
"Ini pentingnya penambahan kewenangan pada BIN seperti temporary detention untuk kepentingan interogasi. Karena memang kegiatan utama BIN yaitu melakukan Lid Pam Gal ini harus didukung dengan kewenangan-kewenangan tertentu agar lebih efektif dan efisien," papar Andri.
Sehingga, lanjut dia, tujuan BIN dapat mendeteksi dan mencegah lebih dini bisa dilakukan dengan maksimal.
Karena itu, pemerintah harus mendorong agar segera menyelesaikan revisi UU nomor 15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme yang sedang digodok DPR dan menambahkan kewenangan tertentu dan terbatas pada BIN.
Sehingga ke depannya negara tidak perlu panik dan gamang lagi dalam menghadapi dan mengantisipasi masalah-masalah kemungkinan terjadi ke depan.
Utamanya dalam menghadapi aksi 2 Desember agar tidak menimbukan rasa takut di tengah-tengah masyarakat seperti saat ini.
"Bukan malah menunjukkan rasa panik dan gamang. Sehingga Negara dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara maksimal yaitu melindungi segenap rakyat Indonesia," pungkasnya. (Boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Optimalkan Pemulihan Aset Lewat Pengelolaan Barang Sitaan
Redaktur : Tim Redaksi