Nikmatnya Kopi Asiang di Pontianak, Dikenal Sejak 1958

Minggu, 15 Januari 2017 – 10:33 WIB
Prosesi ketika Asiang mengolah kopi di Warkopnya, di Jalan Merapi Pontianak. Foto: Djunaini KS/Rakyat Kalbar

jpnn.com - jpnn.com -Dahulu kala, minum di warung kopi mungkin hanya sekadar menghangatkan perut, mengganjal kantuk, lebih asyik berkumpul sesama teman untuk berbual.

Namun sekarang, minum kopi sudah menjadi gaya hidup. Dan warung kopi pun berganti nama biar lebih keren, kafe. Tempat berbincang bisnis, bergosip, hingga menjadi objek wisata.

BACA JUGA: Yakin Patung Kuntilanak Serap Wisatawan

Di Kota Pontianak dan Singkawang, Kalimanta Barat, ratusan warkop muncul sebagai tempat anak muda nongkrong, tumbuh menjadi ribuan se Kalimantan Barat.

Warkop Asiang di Jalan Merapi Pontianak misalnya, adalah nama legendaris yang sudah berdiri sejak 1958. Lihatlah Asiang, dengan sigap mengangkat teko kuningan lalu menuangkan racikan kopinya dengan tarikan panjang. Hasilnya, kopi robusta racikannya ngamborkan (menghamburkan) aroma merangsang selera.

BACA JUGA: Perbesar Pasar Ekspor Kopi

Setelah menyeduh dengan serius dan menuangkan kopi panas ke cawan-cawan di depannya, Asiang pun menarik handuk di pundaknya lantas menyeka keringat di wajah hingga dada yang telanjang tanpa baju.

Orang Pontianak berseloroh, kalok Asiang nyedu kopi pakai baju rasenye sudah tak sedap agik. Ciri khas unik yang jadi trade mark Asiang, mengenakan celana komprang hingga di bawah lutut tanpa sehelai benang pun menutup pusat ke atas, plus tatoo di dada kanannya.

BACA JUGA: Mantan Wali Kota Baik Hati Diabadikan Jadi Nama Jalan

Tak heran kalau nama Asiang terkenal hingga ke Jakarta dan kota besar lainnya, bahkan sampai ke Kuching, Malaysia. Wisatawan nasional dan mancanegara pun sempat mencicipi racikan kopinya, duduk di warung yang panas berkipas angin itu. Baru beberapa bulan belakangan ada ruang VIP di lantai dua.

“Dalam sehari saya setidaknya bisa menyedu sekitar 600 gelas,” ungkap Asiang, lelaki berusia kepala enam menjelang tujuh itu berbincang dengan Rakyat Kalbar di sela kesibukannya, Sabtu (14/1).

Asiang adalah generasi kedua pemilik warkop yang berdiri sejak 1958. “Cuma dahulu kecil, tak seramai dan besar kayak sekarang,” ujar Asiang.

Ia sendiri tidak pernah membayangkan kalau bisnis warung kopi keluarganya bisa seperti saat ini. “Mungkin ini jalan Tuhan lah, tidak pernah ada mimpi-mimpi seperti sekarang,” ujarnya, tersenyum.

Dia juga tak menyangka kalau Warkopnya sampai disinggahi wisatawan mancanegara. “Orang dari Korea, Jepang, Malaysia, Singapura, Taiwan, Tiongkok, semua sudah pernah minum kopi ke sini,” kisahnya.

Asiang bangga bertutur, tak hanya pejabat lokal yang mampir di Warkopnya tapi jenderal dan menteri pun sudah minum kopinya. Sejumlah nama disebut, seperti mantan Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko, mantan Wakapolri Komjen Pol Nanan Soekarna, mantan Kapolda Kalbar Irjen Pol Tobing, dan lainnya.

“Mungkin karena unik ya, ciri khas saya bikin kopi, sampai (mantan) menteri Dahlan Iskan, sempat minum di sini,” terang dia, tertawa senang.

Tentu dia punya takaran khusus meracik biji kopi robusta sehingga resep rahasianya terasa melekat di lidah. Bikin mata terbuka lebar. Setidaknya ia menghabiskan 5-6 kg kopi bubuk setiap hari. Dan, kopi-kopi yang digunakan sepenuhnya lokal didatangkan dari daerah Punggur, Kubu Raya.

Asiang idealis soal suasana ketika menikmati kopi. Ia ingin orang-orang yang datang ke warkopnya tidak sekadar nongkrong, bincang-bincang bisnis, berbual ria, ditemani satu dua cangkir kopi. “Orang bilang suruh pasang internet, oh tidak mau saya, tidak usahlah,” ujarnya.

Karena, dia menginginkan orang-orang datang ke warkopnya untuk benar-benar menikmati kopi sembari bersosialisasi. “Sekarang anak muda juga udah ngerti minum kopi, mereka ke sini memang mau minum kopi,” jelas Asiang.

Mungkin itu sebabnya ia tak berniat untuk membuka cabang, pun tidak terpikir untuk mewariskan usahanya yang sudah punya branding itu. “Kalau saya sudah tak ada, tutup jugalah mungkin warkop ini,” tukasnya.

Ia mengaku sering mendapat tawaran membuka cabang atau bahkan membuat waralaba untuk warkopnya. “Di Jakarta, di Surabaya, di Bandung, orang datang nanyakan, tapi saya bilang tidak,” beber Asiang.

Dan, pria yang sudah lebih dari 20 tahun menjalankan bisnis warung kopi ini tidak merasa jenuh menyeduh kopi. “Karena itu saya tidak mau buat banyak-banyak, udah segini saja cukup,” tuturnya.

Asiang sangat ketat dengan jadwal kerjanya, di atas jam 12 siang, jangan harap berkesempatan menyaksikan atraksi khasnya ketika menyeduh kopi.

Saksi keberadaan Warkop Asiang pun mengakui kepiawaiannya. Adalah Vincencius, 78 tahun, bersaksi kalau Warkop Asiang merupakan salah satu yang tertua di kawasan Gajah Mada hingga Merapi. “Dulu Asiang itu masih jualan di kaki lima yang saya ingat waktu awalnya,” ujarnya ditemui di kediamannya, Sabtu (14/1).

Kata Vincencius, untuk kawasan Gajah Mada dan sekitarnya dulu juga ada warkop lainnya yang cukup tua. “Namanya Warkop Asia, tapi sudah tutup saat yang punya meninggal,” ungkapnya.

Ia tidak bisa mengingat warkop lain di sekitar Gajah Mada dan Tanjungpura serta Parit Besar yang lebih tua dari Asiang. “Rata-rata yang lama sudah tidak ada lagi,” ujar Vincencius.

Begitu pun dulu ada nama lama seperti Suka Hati di Jalan Tanjungpura yang menyediakan roti kaya dan pisang kaya. Kemudian ada Warkop Senang Hati di kawasan Parit Besar.

Seorang pengunjung tetap Warkop Asiang, Muhammad Ilham, mengaku rajin mengunjungi sejak 2010. “Pertama, saya memang suka kopi. Kedua, karena memang kopi di sini enak, lebih enak dari tempat lain,” ujarnya setelah menyeruput kopi di warkop Asiang, Jumat (13/1).

Citarasa kopi memang jadi alasan Ilham rutin nongkrong di Asiang. “Dahulu yang ngopi di sini cuma bapak-bapak, anak mudanya belum ada,” kisah dia, yang setidaknya tiga kali sepekan ngopi di situ.

Selain urusan selera, ngopi juga jadi urusan sosial. Warkop Asiang adalah tempat Ilham bertemu dengan rekan-rekannya. Baginya, ngopi dan ngobrol adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Itu pula yang membuat warkop Asiang jadi begitu terkenal.

“Kalau datang ke sini tetap pasti ada teman yang dikenali dan bisa ikutan gabung. Ngopi di Asiang jadi gaya hidup, orang kalau mau ngopi ya harus ke Asiang”.

Dahulu, warkop itu lebih kecil karena hanya ruko satu pintu. “Mejanya juga lebih sedikit dan dulu belum ada iklan yang endorse,” ungkap Ilham.

Yah begitulah, kalau dahulu yang nongkrong di Asiang hanyalah bapak-bapak, kini anak-anak muda pun menjadikannya tongkrongan favorit. Setidaknya sejak 2012 lalu hingga kini. Padahal, warkop tersebut tak menyediakan fasilitas internet gratis dan hanya buka dari subuh hingga pukul 12.00-14.00 saja.

Latar belakang pengunjung juga beragam. Dari pejabat hingga murid sekolah. Sabtu dan Minggu tidak sulit menemukan anak-anak usia SMP dan SMA yang menikmati kopi. Pun melihat perempuan nongkrong di warkop Asiang kini bukan sesuatu yang asing. “Karena orang dulu kan sering aneh, menganggap perempuan kok ngopi di warung kopi, tapi di sini itu sudah biasa,” tutur Asiang.

Beberapa tamu rutin melihat kini banyak yang berubah dari saat pertama datang ke Asiang dulu. “Yang pasti harga kopinya udah naik,” selorohnya lagi. (iman santosa/ambrosius junius)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lima Ribu Transmigran Serbu Kalbar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler