JAKARTA—Penentuan nilai ujian nasional (UN) saat ini dinilai menggunakan rumus yang keliru, yang mengakibatkan kerugian dan membebani anak didikPengamat pendidikan, Arief Rahman menyarankan agar digunakan saja rumus standar norma
BACA JUGA: Pecat Guru yang Terlibat Contek Massal!
Menurutnya, standar norma merupakan satu-satunya standar yang bisa diterapkan di dalam pelaksanaan UN.Dijelaskan Arif, rumus standar norma adalah nilai mentah dikurangi rata-rata daerah dan kemudian dibagi standar deviasi
BACA JUGA: Aturan Penggunaan Dana BOS untuk Honorer Dinilai Kaku
Karena di dalam rumus ini, nilai rata-rata daerah diperhitungkanDijelaskan, hingga saat ini pemerintah cenderung menggunakan rumus standar mutlak
BACA JUGA: Hasil Unas SD Hari Ini Diumumkan di Sekolah
Artinya, lanjut Arief, pemerintah hanya menggunakan nilai minimal kelulusan yang diterapkan di seluruh daerah“Kalau penetapan nilai minimal dari Sabang sampai Merauke itu disamakan, itu namanya bukan ujian, tapi pemetaanTetapi kalau standar norma, nilai kelulusan ditentukan oleh kekuatannya masing-masing anak didik dan daerah,” tukasnya.Pembobotan nilai UN dan Ujian Akhir Sekolah (UAS) yang masing-masing sebesar 60: 40 juga dinilai keliruSeharusnya, terang Arief, justru UAS lah yang harus diberi bobot 60 persen, dan UN sebesar 40 persen“Sebenarnya, pelaksanaan UN-nya sudah bagus, itu kan evaluasiMasa ada sekolah tidak pakai evaluasiTetapi, standar mutlak itu kan menurut saya memang rumus keliruItu kebijakan yang sudah keliru dengan prinsip pendidikan,” imbuh Arief.
Arief mengharapkan adanya perbaikan manajemen pendidikanPendidikan, katanya, harus bisa memperhitungkan potensi anak-anak yang bisa menjamin kehidupan sejahtera, memiliki prinsip-prinsip kehidupan, keagamaan, filosofi yang benar dan kemampuan berkomunikasi(cha/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nuh Merasa Kasus Contek Massal Dipolitisir
Redaktur : Tim Redaksi