Novanto dan Hatta Dituding Barter Kewenangan

Rabu, 13 September 2017 – 22:20 WIB
Puluhan aktivis yang mengatasnamakan Komunitas Pencita Keadilan menggelar aksi demonstrasi di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (12/9). Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPR Setya Novanto dan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali dituding berkongkalikong dengan membarter wewenang mereka sebagai pejabat negara demi kepentingan masing-masing. Demonstran yang menamakan diri Komunitas Pencita Keadilan di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 12 September, menyebutkan bahwa Setya siap menggolkan usia pensiun hakim agung 70 tahun dalam Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim. Imbalannya, Hatta Ali harus menjamin Setya menang dalam gugatan praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Setya menggugat penetapan dirinya oleh KPK sebagai tersangka korupsi KTP elektronik dengan menggugat praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sementara itu, RUU Jabatan Hakim telah disahkan menjadi agenda prioritas Dewan tahun ini.

BACA JUGA: Anak Buah Prabowo Anggap Fadli Zon Bertindak Seenak Jidat

Salah satu isinya yang banyak diperbincangkan adalah pemangkasan usia pensiun hakim agung dari 70 tahun menjadi 65 atau 67 tahun sedangkan Hatta sendiri kini berusia 67 tahun.

Tudingan mencuat, salah satunya, karena dipicu pertemuan antara Setya dengan Hatta dalam sidang disertasi politisi Partai Golkar Adies Kadir di Universitas 17 Agustus, Surabaya, Jawa Timur, pada 22 Juli. Saat itu Hatta hadir sebagai penguji disertasi Adies.

BACA JUGA: Waketum Gerindra Heran Lihat Fadli Zon Sok Membela Setnov

Gerakan Muda Partai Golkar (GMPG) mencurigai pertemuan di Surabaya itu berkaitan dengan gugatan praperadilan Setya. Mereka mengadukan kecurigaan mereka ke Komisi Yudisial.

Juru bicara MA Suhadi sendiri membantah pertemuan di acara akademis itu berkaitan dengan kasus apa pun.

BACA JUGA: Fraksi Golkar tidak Tahu Surat DPR Tunda Penyidikan Novanto

Ahmad Doli Kunia, politisi Golkar dan aktivis GMPG, mengklaim indikasi barter Setya-Hatta cukup kuat. Salah satunya, menurut dia, disertasi Adies membahas RUU Jabatan Hakim dan usia pensiun hakim.

“Kami mencari informasi, dan ternyata betul itu sedang dibahas di DPR," ujar Doli. "Ya, wajar saja ada kecurigaan seperti itu karena kini nasib hakim agung sedang bergantung kepada DPR."

Indikasi lain, menurut Doli, adalah kontroversi terpilihnya Hatta sebagai Ketua MA untuk periode kedua. Saat itu, Pemerintah melalui pernyataan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengusulkan agar usia pensiun hakim agung dimudakan dari 70 tahun ke 65 atau 67 tahun.

Karena itulah, Doli memandang isu usia pensiun hakim agung sangat mungkin menjadi alat barter untuk memenangkan praperadilan. "Pepatah Inggrisnya, help me to help you," ujarnya.

Pengamat hukum Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Miko Ginting, berpandangan, jika RUU Jabatan Hakim dengan isi pemangkasan usia pensiun hakim disahkan, maka Hatta bisa otomatis pensiun sebagai hakim agung sekaligus Ketua MA. "Perdebatan usia pensiun hakim ini cukup keras juga," ujar Miko.

Sorotan pun kini mengarah kepada hakim praperadilan Cepi Iskandar. Cepi, 58 tahun, bukan kali ini saja memimpin sidang praperadilan. Pada Juni lalu, dia menangani gugatan praperadilan yang diajukan taipan media, Hary Tanoesoedibjo, yang dijadikan tersangka kasus ancaman terhadap seorang jaksa oleh Badan Reserse Kriminal Kepolisian. Dalam putusannya, Cepi menolak gugatan Hary.

Setya sendiri menggunakan praperadilan untuk menunda pemeriksaannya sebagai tersangka oleh KPK. Dia bahkan meminta koleganya di pimpinan Dewan untuk mengirim surat kepada KPK terkait itu.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Surat Itu dari Fadli Zon, Bukan Atas Nama Pimpinan DPR


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler