Namun, sebagai penghasil tembakau terbesar di Indonesia, NTB tidak pernah mendapatkan cukai hasil tembakau, hanya gara-gara karena tidak ada pabrik rokok di NTB.
Demikian dikatakan Dr Prayitno Basuki, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Mataram (Unram) pada JPNN di Jakarta, Rabu (11/2)
BACA JUGA: Uang Pengganti Korupsi Ruislag Disetor ke KPK
Hal inipun telah diutarakan Prayitno Basuki sebagai ahli dalam sidang uji Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (UU Cukai) yang dimohonkan oleh Gubernur NTB, KHM Zainul Majdi, MA, di ruang sidang pleno MK, Selasa (10/2).Pemohon perkara Nomor 54/PUU-VI/2008 ini meminta MK membatalkan Pasal 66A ayat (1) UU Cukai, karena dianggap bertentangan dengan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945
Secara ekonomi, lanjut Basuki, pemohon mengalami kerugian konstitusional karena NTB tidak menerima dua persen cukai tembakau senilai Rp 230 miliar yang bisa digunakan untuk program peningkatan produktivitas, kemitraan, pembinaan sosial, dan pengelolaan konservasi lahan
BACA JUGA: Jumat, GM Panggabean Pulang
''Padahal, untuk pengembangan tembakau nasional sampai tahun 2020, pemerintah menempatkan Provinsi NTB khusus sebagai penyokong tembakau Virginia,'' kata Basuki.Berdasarkan perbandingan dengan Amerika sebagai negara penghasil tembakau, Basuki menjelaskan seharusnya pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan, antara lain, melakukan pembelian produk tembakau petani untuk menstimulasi produksi, memfasilitasi pengembangan produktivitas tembakau, memperbaiki pemukiman petani, serta membuat sertifikasi untuk pengembangan kualitas tembakau.
Menambah keterangan Basuki, Samsuri, peneliti tembakau di NTB menjelaskan, yang menjadi isu global saat ini ialah penanaman tembakau dengan memakai bahan berbahaya serendah mungkin untuk menekan kerusakan lingkungan supaya tidak merugikan masyarakat
Kesuksesan program ini, lanjut Samsuri, ditunjang oleh tersedianya dana dari pemerintah pusat
BACA JUGA: Chikungunya Serang 14 Dusun di Lombok Utara
Berdasarkan penelitian Samsuri, satu batang rokok membutuhkan 10 sampai 25 persen tembakau VirginiaNTB menurutnya, bisa memenuhi kebutuhan itu dengan bantuan pemerintah pusatUntuk itu, dalam penafsiran Samsuri terhadap Pasal a quo, NTB seharusnya juga menerima dua persen hasil cukai, karena NTB termasuk penyuplai bahan baku utama rokok.''Jika Kabupaten Pasuruan yang hanya mempunyai 150 hektare lahan tembakau bisa dapat cukai, mengapa Lombok (NTB) yang memiliki 20 ribu hektare lahan tembakau, justru tidak dapat cukai?,'' kata Samsuri dengan nada tanya besar.
Memperkuat keterangan Samsuri, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi NTB, Mawari Haikal, menerangkan tantangan petani tembakau selama ini pada persoalan permodalan, persaingan ketat pemasaran terkait mutu, dan belum adanya lembaga agribisnis yang terpaduSedangkan peluang bagi petani tembakau, yakni terbukanya peluang di pasar Internasional dan permintaan jumlah serta mutu yang meningkat.
''Soal (peningkatan) mutu, perlu ada implementasi undang-undang Cukai untuk bisa turut membantu NTB (melalui penerimaan Cukai),'' kata Mawari Haikal.
Selama ini, lanjut Haikal, NTB belum pernah merasakan cukai tembakau sehingga provinsi ini menanam tembakau bermodalkan kemampuan seadanya''Kami berharap cukai tembakau ini, alangkah tepatnya kalau dialokasikan ke NTB yang 70-80 persen mendukung produksi tembakau nasional,'' ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi NTB Lalu Suparman, mengatakan selama ini NTB belum pernah menerima cukai tembakau"Mudah-mudahan apa yang kami hajatkan (MK mengabulkan permohonan, Red) bisa terpenuhi, sehingga Pemprop NTB mampu membina petani dan pemeliharan lingkungan,'' harapnya.
Dari sisi pengusaha, Pemangku Kemitraan PT Djarum, H Iskandar, menjelaskan nilai utama tembakau terletak pada mutu dan permintaan konsumenSebab, NTB mampu menghasilkan 40 ribu ton krosok tembakauSetiap batang rokok perlu enam hingga delapan gram krosokMaka, dari NTB menghasilkan 30 miliar batang rokok per tahunBerdasarkan kalkulasi itu, produksi sekarang berkisar antara 200-290 miliar batang''Ini perlu dukungan dari pemerintah (pusat)Keterbatasan pemerintah daerah ialah belum ada kontribusi (dana) yang besar karena terkait prioritas pembiayaan,'' kata H IskandarJika NTB turut menerima cukai, menurut Iskandar, hal itu akan membantu mewujudkan misi tiga B, yakni better farming (meningkatkan kualitas tembakau dan lingkungan), better business (meningkatkan pemasaran) dan better living (meningkatkan kesejahteraan petani).
Menambah keterangan Iskandar, Pengusaha Tembakau di NTB, Albertus Magnus Sunarso, mengakatan Indonesia masih mengimpor 30 ribu ton per tahun dari negara lain, seperti China dan Zimbabwe, karena mutu tembakau Indonesia masih tergolong rendah''Jika bisa meningkatkan mutu tembakau Virginia, Indonesia bisa mengurangi impor,'' kata Sunarso sembari mengungkapkan pengembangan pertanian tembakau berpotensi menyerap tenaga kerjaNTB memiliki potensi besar karena dari 60 ribu hektare lahan, baru bisa dimanfaatkan seluas 20 ribu hektareDukungan cukai, menurut Sunarso, mampu turut membuka lapangan kerja dan peningkatan kualitas tembakau, serta upaya konservasi lingkungan dan lahanAlokasi dana cukai ini, lanjutnya Sunarso, untuk memenuhi tiga prinsip dana alokasi, yakni untuk membenahi kelembagaan petani tembakau, memajukan teknologi budidaya yang bertanggungjawab, dan meningkatkan kehandalan petani dalam meningkatkan kualitas tembakau.
Mulai tahun ini paparnya, pemerintah mengambil kebijakan menarik subsidi minyak tanah untuk petani tembakau dan menggantinya dengan konversi batubaraUntuk itu, perlu dana konversi untuk alih teknologi dari minyak tanah ke batubara''Batubara tidak bersubsidiDana alokasi cukai ini sangat diperlukan membantu petani,'' ungkapnya.
Senada dengan Sunarso, Ketua Asosiasi Petani Tembakau di NTB Lalu Hatman mengharapkan petani tembakau NTB juga menerima dana cukai sebagaimana yang dirasakan petani tembakau di Jawa, karena mereka harus membiayai alih teknologi konversi dari minyak tanah ke batubara''Terusterang kami kekurangan biaya untuk mengubah tungku kami, oven kamiPer unit 10 juta kami keluarkan untuk investasi ituMohon majelis hakim mempertimbangkan supaya kami (petani tembakau) dari NTB ini dapat kucuran (dana cukai) dari pemerintah pusat, karena jumlah oven yang harus dikonversi ialah 15 ribu unit,'' kata Hatman.
Menanggapi penjelasan para ahli dan saksi yang diajukan pemohon dalam hal Gubernur NTB KHM Zainul Majdi, Majelis Hakim Konstitusi menanyakan jika Pasal a quo dihapus, apa hal itu tidak merugikan NTBSebab, tidak ada lagi dasar hukum untuk mengklaim cukai tembakau bagi Provinsi NTB''Ada sekitar 23 ribu pekerjaJika Pasal (66A ayat (1)) ini dicabut, semua pihak akan tidak dapat cukaiApalagi, MK sendiri tidak bisa membuat pasal baru, hanya bisa menegasikan pasal dalam undang-undang,'' kata Hakim Konstitusi Muhammad AlimMenanggapi hal tersebut, pemohon melalui Kuasa Hukumnya, Andy Hadiyanto, menegaskan bahwa mereka memang meminta dibatalkannya keberlakuan Pasal 66A ayat (1).
''Dengan tidak berlakunya pasal itu, kami berharap pemerintah pusat mau mengubah ketentuan ini karena melihat kesulitan petani,'' katanyaMenurut pemohon, frasa ''Provinsi penghasil cukai tembakau'' dalam Pasal a quo ini tidak jelas''Fakta di lapangan yang mendapat bagian itu, provinsi yang punya pabrik rokokYang pokok, ialah bagaimana kami mendapat bagian cukai ini, karena NTB termasuk provinsi yang berkontribusi bagi penerima cukai tembakau,'' katanya.(sid/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PLN Didesak Tambah Pasokan Listrik di Riau
Redaktur : Tim Redaksi