NU-Muhammadiyah, Beda Pandang Soal Kesesatan

Jumat, 18 Februari 2011 – 07:08 WIB

JAKARTA - Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah beda pandangan soal penetapan suatu keyakinan itu dinyatakan sesat atau tidak sesat.PBNU menyatakan bahwa sesat atau tidaknya suatu keyakinan hanya Tuhan yang tahu, sementara Muhammadiyah berpandangan bahwa sesat atau tidaknya suatu keyakinan dapat diukur dari ilmu.

Perbedaan pandang itu mengemuka dalam rapat dengar pendapat antara tokoh lintas agama dengan Komisi VIII DPR dalam rangka Mencari Solusi Kerukunan Umat Beragama, dipimpin Ketua Komisi VIII, Abdul Kadir Karding, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (17/2).

Menurut Masdar Farid Mashudi dari PBNU, siapa pun manusia dan lembaga apapun namanya, tidak berhak menetapkan suatu keyakinan itu sesat atau tidak sesat"Hanya Tuhan Yang Maha Tahu suatu keyakinan itu sesat atau tidak

BACA JUGA: SDA Dinilai Hanya Sibuk Urus Haji

Kalau ada manusia yang masuk ke wilayah tersebut, jelas ini mengambil kekuasan yang dimiliki Tuhan," tegas Masdar.

Dalam pemahaman bahwa sesat atau tidaknya suatu keyakinan itu adalah wewenang Tuhan, lanjut Masdar, maka PBNU tidak pernah menggunakan terminalogi sesat bagi pengikut Jamaah Ahamdiyah.

Dikatakan Masdar, jika satu agama digunakan untuk mengukur keyakinan agama lain dan itu dijadikan pergaulan sehari-hari, pastilah tidak ada agama itu yang benar.

Ditempat yang sama, Jusuf Hasyim dari PP Muhammadiyah mengatakan untuk mengukur suatu keyakinan itu sesat atau tidak sesungguhnya tidak harus bersandarkan kepada Allah
"Muhammadiyah berpandangan bahwa ilmu bisa dijadikan untuk memastikan suatu kesesatan

BACA JUGA: Tersangka Kasus PT Batubara BA Belum Ditahan

Sama halnya dengan menetapkan Idul Fitri dan Idul Adha, itukan ilmu yang menetapkannya," kata Jusuf.

Terlepas dari perbedaan tersebut, PBNU dan Muhamadiyah berada dalam posisi yang sama untuk mendekati penganut keyakinan yang dinilai sesat, yakni didekati dengan cara dakwah.

Sementara mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra menegaskan bahwa orang tidak bisa dihukum karena suatu keyakinan sebagaimana yang terjadi di Malaysia.

"Berbeda dengan agama Islam di Malaysia yang ditetapkan sebagai agama resmi, agama Islam di Indonesia adalah agama yang diakui
Karena seluruh agama di Indonesia dalam status diakui, maka warga negara tidak dapat dihukum atas dasar keyakinan," kata Azyumardi Azra.

Terhadap kasus Cikeusik dan Pandeglang lanjutnya, penyelesaiannya harus melalui jalur hukum

BACA JUGA: Isu, Arab Saudi Tolak TKI

"Jangan melalui adat apalagi penyelesaian bawah meja," pungkas Azyumardi Azra(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... JK Setuju KPK Usut Skandal Century


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler