Oleh-Oleh dari Perjalanan ke Papua (1)

Kamarnya Sama Mahal dengan Hotel Bintang Lima di Jakarta

Senin, 09 Februari 2009 – 06:46 WIB

Perjalanan ke Papua belum lengkap kalau cuma sampai ke JayapuraKarena provinsi ini menyimpan banyak sekali keindahan alam dan budaya asli yang tak ada duanya di muka bumi

BACA JUGA: Menikmati Ikon-Ikon Kota Brussels, Belgia, di Musim Dingin

Di antaranya adalah Wamena yang terletak di Lembah Baliem
Inilah pengalaman wartawan Jawa Pos Nany Wijaya selama dua hari di sana.


BERKUNjUNG ke Papua adalah impian lama saya

BACA JUGA: Mengunjungi Mesir, Negeri dengan Banyak Situs Spektakuler (3-Habis)

Tetapi, entah mengapa selama ini saya tak pernah benar-benar berusaha untuk meraih impian yang satu itu
Karenanya, juga tak banyak pengetahuan saya tentang provinsi paling timur itu, kecuali bahwa di sana ada Asmat, Lembah Baliem, Puncak Jaya Wijaya, Freeport, dan puncak Cartenz yang dihiasi salju abadi.

Tentang Lembah Baliem, yang saya tahu juga sangat sedikit

BACA JUGA: Mengunjungi Mesir, Negeri dengan Banyak Situs Spektakuler (2)

Saya hanya tahu bahwa kota utama di kaki Pegunungan Jayawijaya itu adalah WamenaSuku terkenal yang masih hidup dengan budaya aslinya di sana adalah Suku Dani.

Sekitar 25 tahun lalu, ketika Papua masih sangat tertutup untuk orang asing, seorang kepala Suku Dani bernama Obahorok menikah dengan seorang wanita peneliti, bulePeristiwa itu menjadi berita hangat dan polemik panjang berbau politis di semua mediaBukan hanya karena usia pasangan itu berbeda jauh, tetapi juga karena budaya keduanya sangat berbedaSi wanita berasal dari negara maju, sedangkan sang kepala suku, mengenakan baju pun belum.

Berita itulah sebenarnya yang membuat saya lantas bercita-cita untuk ke Lembah Baliem, suatu saat.

Sayangnya, ketika impian itu menjadi kenyataan, saya malah tidak tahu apa yang harus saya lakukan di kota kecil ituSaya tidak yakin, suku Dani di Wamena masih hidup dalam budaya aslinyaWamena sudah lama mengenal kehidupan modernJangan lagi surat kabar, radio, dan televisiHandphone dan internet pun sudah bukan hal asing di sanaKarena itu, saya hanya berencana tinggal di sana dua hari saja.

Dengan ditemani Suyoto, Dirut Cendrawasih Pos (Jawa Pos Group), harian terbesar di Papua, saya berangkat (dari Jayapura) ke Wamena dengan pesawat pertama yang terbang pada pukul 07.30 waktu setempatIni karena penerbangan ke Wamena sangat bergantung pada cuacaCuaca Wamena, kabarnya, sangat sulit diprediksi, cepat berubahPenerbangan pagi lebih aman daripada yang siang.

Kami sudah bersiap di Bandara Sentani sejak pukul 06.00 atau pukul 04.00 Waktu Indonesia BaratMeski ragu karena pagi itu Jayapura sedang hujan, saya tetap berharap, pesawat saya tidak terlambatSupaya bisa melanjutkan tidurPukul 06.00 di Jayapura sama dengan pukul 04.00 di SurabayaPadahal, saya masih terbiasa tidur tengah malam, waktu Indonesia BaratJadi, bisa dibayangkan ngantuk saya pagi itu.

Sampai pukul 07.00, matahari belum terlihatHujan semakin derasMakin tipis harapan saya untuk bisa terbang tepat waktuDan benar, sampai pukul 08.00, belum ada tanda-tanda pesawat akan berangkat.

Bagi orang seperti saya, yang belum pernah ke Wamena, waktu menunggu yang dua jam itu bukan sesuatu yang mengesalkanSebaliknya, memberi saya pengalaman baru dan kesan tentang indah dan uniknya Papua.

Hal baru yang saya dapati di bandara pagi itu adalah jumlah penumpang yang sangat banyak, sehingga ruang tunggunya sepenuh terminal bus menjelang LebaranBukan cuma ituPemeriksaan di Sentani tak seketat di Juanda atau CengkarengDi sana calon penumpang boleh membawa air minum, termos isi minuman panas dan karung-karung plastik atau kardus-kardus berukuran besar yang hanya diikat dengan tali rafia, seperti yang banyak kita lihat di terminal bus dan stasiun kereta api.

Bahkan, para calon penumpang tak hanya membawa termos air dan panci yang agak besar, tetapi juga kasur lipat dan bantalMereka juga membawa telur ayam di wadah lebar yang terbuat dari bahan karton, serta beberapa ekor ikan asing kering yang dibiarkan "telanjang", tanpa bungkus.

Anehnya, tak ada penumpang yang keberatan dengan semua ituTermasuk tidak ada kru dan penumpang yang merasa aneh -kecuali saya, barangkali- melihat banyak yang bersandal jepit, memakai daster, dan berpakaian seperti layaknya tukang cat yang sedang bekerja.

Melihat cara saya memperhatikan para calon penumpang dan bawaan mereka itu, Suyoto tersenyum"Jangan heranDi Wamena, semua kebutuhan harus diangkut dengan pesawatKecuali buah dan sayur karena di sana lebih banyak," jelas Suyoto.

Pesawat memang satu-satunya alat transportasi untuk menjangkau WamenaSampai sekarang belum ada jalan darat yang menghubungkan daerah tersebut dengan kota-kota lain di PapuaPenerbangan Wamena-Jayapura dan sebaliknya dilayani tiga maskapai penerbangan, masing-masing Trigana, Avia Star, dan MerpatiSemuanya menggunakan pesawat kecil, berbaling-baling.

Jumlah penerbangan Wamena-Jayapura tidak bisa dipastikanSangat bergantung pada cuacaBisa dua tiga kali, kalau cuaca baikTetapi, bisa tidak terbang sama sekali kalau cuaca burukPadahal, cuaca di Wamena sangat sulit diprediksiPerubahannya bisa sangat tiba-tibaKarena itu, tak ada maskapai penerbangan yang berani melayani rute tersebut pada sore hari.

Selain cuaca, yang juga sangat menentukan penerbangan di rute tersebut adalah jumlah penumpang dan kargonyaMeski penumpangnya tidak banyak, jika kargo yang harus diangkut cukup banyak, pesawat tetap terbangIni karena pesawat-pesawat yang ke Wamena dan daerah-daerah kecil lain di Papua adalah pesawat kargo.

Jadi, "Jangan heran kalau harga semen di Wamena Rp 1 juta per sakDan, harga beras yang paling tidak enak Rp 25.000 per kilogram," tambah Suyoto.

Sampai pesawat hampir mendarat di Bandara Wamena, saya belum paham benar apa yang dijelaskan mantan kepala percetakan yang sudah belasan tahun tinggal di Papua itu.

Saya baru benar-benar ngeh dengan penjelasan itu setelah turun dari pesawatKami turun belakangan, karena kami memilih duduk di deretan depanNaik pesawat di sana -kecuali untuk rute keluar Papua- tanpa nomor dudukNaik turunnya pun lewat pintu belakang karena pintu depan diperuntukkan barangNamanya juga pesawat kargo.

Saya bersyukur bisa turun belakanganSebab, dengan begitu saya bisa melihat barang apa saja yang dibawa pesawat yang saya tumpangiSaya akan sebutkan, tapi tolong jangan terkejut: Ada panci berukuran besar, beberapa dos lantai keramik, sekarung bawang putih, beberapa sak semen, beberapa lembar seng untuk atap, dua buah kasur spons (bukan spring bed lho!), dan beberapa kursi lipatBegitu keluar dari perut pesawat, barang-barang itu dijajar sekenanya di kaki pesawat.

Persis di samping barang-barang itu, saya lihat ada sepeda motor parkirKetika saya tanyakan pemiliknya, ternyata itu kepunyaan petugas yang mengawasi penurunan kargoAneh juga ada sepeda motor boleh parkir di kaki pesawat.

Berbeda dengan ketika tiba di JayapuraTak ada yang menjemput kami di WamenaKarena itu, begitu keluar bandara, kami harus mencari sendiri kendaraan sewaanAndai tidak datang dengan Suyoto, barangkali saya akan kesulitan mencarinyaSebab, di situ tidak ada mobil angkutan umum yang bertanda khusus, yang memudahkan orang seperti saya membedakannya dari kendaraan pribadi.

Lebih bingung lagi melihat mobil-mobilnya yang kebanyakan dari jenis mobil niaga dan four-wheels driveKebanyakan kondisinya masih sangat baruApalagi four wheels drive-nyaBaru dan dari merek terkenalUntuk jenis sedan, di situ hanya satu dua sajaItu pun kondisinya sudah jauh dari kata baru.

Ini karena Wamena dan sekitarnya adalah daerah pegunungan dengan kondisi jalan yang tak semuanya beraspalSehingga, perjalanan lebih mudah dan nyaman jika ditempuh dengan kendaraan niaga atau four wheels drive alias double gardan.

Uniknya mobil sewaan di Wamena: Kalau kondisinya bagus, kacanya pasti gelapKata sopir sewaan kami yang orang Toraja, "Mobil yang baik banyak disewa pejabatKalau berkunjung ke sini, mereka sering tidak mau terlihatKarena itu, mereka lebih suka mobil yang kacanya agak gelap seperti ini."

Meski letak Wamena agak terpencil, fasilitas untuk turis lumayan memadaiSelain mobil-mobil sewaan yang sangat mudah didapat -meski harganya bisa 2-3 kali lebih mahal daripada di Jawa, di sana juga banyak hotelTapi, tarifnya juga sangat mahal.

Hotel Baliem Palimo yang saya tempati, misalnyaItu hotel terbaik di WamenaLetaknya hanya sekitar 10 menit dari airportBersih tapi sederhanaFasilitasnya lebih menyerupai hotel kelas melati di JawaTetapi, punya tiga jenis kamar: Standard, deluxe, dan suiteSaya pilih yang suite, satu-satunya, karena ranjangnya lebar dan sprei maupun bed cover-nya putihWarna kesukaan saya.

Sebagaimana umumnya suite room, yang ini pun dilengkapi ruang tamu yang bersofa bagus dan ruang makan pribadiMeja makan dan meja tamunya juga dihiasi rangkaian bungaTapi bukan bunga segar, melainkan plastikItu pun bukan dari jenis yang mahalKursi makannya dibungkus kain organza putih, yang diikat pita besar warna merah dari bahan yang sama.

Sebagai tamu suite, saya juga dapat complimentary berupa buah-buah mahal, seperti anggur dan apelBedanya dengan di Jawa, buah-buah itu disuguhkan tanpa pisau buahSehingga, saya masih harus memintanya kepada petugas hotel.

Mau tahu pengalaman saya ketika minta pisau untuk memotong buah? Mereka membawakan pisau daging yang besar dan lebarTentu saja saya dan Suyoto terkejut setengah matiTapi, gadis yang bertugas mengantar pisau itu tidak terlihat aneh dengan wajah terkejut kami.

"Itu pisau untuk saya? Saya cuma butuh untuk memotong buah, bukan daging," kata saya sambil tersenyum.

"Ini juga bisa untuk buahKami cuma punya ini," jawabnya dengan tenang, tanpa rasa bersalahTermasuk ketika melihat kami berdua tertawa terbahak-bahak menanggapi jawabannya itu.

Kalau Anda sudah berani ke Wamena, jangan lagi berpikir hargaJangan juga membandingkannya dengan harga-harga di JawaBisa pingsanTidak ada barang murah di sana, kecuali sayur dan buah yang memang produk lokalIni karena semua barang itu, termasuk besi beton, seng untuk atap, lantai keramik, cat dan cat tembok, bahkan becak dibawa ke Wamena dengan pesawat.

Sewa mobil dari bandara ke hotel yang hanya berjarak 10 menit, tarifnya sudah Rp 100 ribuKalau Anda menyewanya sehari -pagi hingga sore- harganya antara Rp 700-800 ribu.

Seperti tarif taksi, rate hotel di situ juga sangat mahalUntuk suite room yang sangat sederhana, termasuk kamar mandi yang ditanami suplir, itu saya harus membayar Rp 1,2 jutaHampir sama dengan rate kamar kelas superior hotel bintang lima di JakartaBayangkan!

Tapi itu harga yang wajar di sanaJangan khawatir, sopir, pedagang, petugas hotel di sana tidak pernah 'merampok' turis dengan memberi harga yang tidak manusiawiJadi, Anda tak perlu mencurigai merekaYang harus Anda waspadai justru para pemabuk dan orang-orang yang tidak Anda kenalSebab, kata banyak orang, termasuk orang Wamena sendiri, di sana banyak pencopet dan perampok(Besok Pengalaman Memotret di Pedalaman)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengunjungi Mesir, Negeri dengan Banyak Situs Spektakuler (1)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler