Ombudsman Soroti Perubahan Kriteria Kelulusan CPNS

Selasa, 10 Oktober 2017 – 04:33 WIB
Para peserta tes CPNS Kemenkumham berdesak-desakan mengecek nama mereka di kertas pengumuman ditempel di tripleks, Kamis (5/10). Foto: Gamel/Cenderawasih Pos/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mempersoalkan perubahan mendadak kriteria kelulusan calon pegawai negeri sipil (CPNS) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Anggota ORI Laode Ida mengingatkan perubahan kriteria kelulusan secara mendadak itu menimbulkan ketidakpastian dan dinilai maladministrasi.

BACA JUGA: Keluhan Teratasi, Komisioner Ombudsman Puji Respons Go-Jek

Laode menuturkan panitia seleksi tidak bisa begitu saja mengubah kriteria kelulusan saat di tengah jalan saat ada persoalan.

Bila sesuai kriteria awal tidak ada calon pelamar yang memenuhi syarat bisa diulang lagi rekrutmen. Nah, pada rekrutmen berikutnya, peraturan baru bisa diubah.

BACA JUGA: Kepala Perwakilan Ombudsman di 6 Provinsi Diangkat Kembali

”Harus kembali ke sistem awal. Karena semua orang harus memiliki kesiapan sama untuk ikuti seluruh tahapan,” ujar dia kemarin (9/10).

Dia menuturkan pada pertemuan sebelumnya dengan Kemenkumham dan Badan Kepegawaian Negara persoalan minimnya CPNS yang lulus itu belum muncul.

BACA JUGA: Komisioner Ombudsman Laporkan Tjipta Lesmana ke Polisi

Laode yang dilibatkan dalam pengawasan rekrutmen itu pun kaget setelah tahu ada masalah perubahan kriteria kelulusan CPNS itu. ”Besok (hari ini, red) kami akan kirimkan surat ke kementerian dan BKN,” ujar dia.

Selain itu, dia mendapatkan laporan bahwa perubahan kriteria itu diduga mendapatkan tekanan dari para politisi.

Mereka meminta Kemenpan RB untuk mengubah kriteria tersebut. ”Saya dapat informasi politisi Senayan dia meminta agar ada perubahan itu,” tambah dia.

Kepala Biro Hukum dan Humas Kemenpan-RB Herman Suryatman mengatakan, perubahan peraturan tersebut bukan tanpa dasar.

Pada perubahan Permenpan 22/2017 menjadi Permenpan 24/2017 disisipkan klausul bahwa dalam menentukan kelulusan untuk formasi penjaga tahanan dan pemeriksa keimigrasian terampil, selain didasarkan pada ambang batas, penentuan kelulusan penjaga tahanan dan pemeriksa keimigrasian terampil juga didasarkan pada pemeringkatan.

”Alasannya adalah ada daerah, khususnya wilayah atau daerah-daerah di kawasan perbatasan, yang formasinya tidak terpenuhi melalui nilai ambang batas. Karena itu dipenuhi melalui pemeringkatan,” tutur Herman kepada Jawa Pos kemarin.

Hal tersebut dibenarkan Kepala Biro Hubungan Masyarakat BKN Muhammad Ridwan.

Dia mengatakan, berdasarkan pengalaman Kemenkumhan sebelumnya, jika menggunakan passing grade, jumlah calon peserta tidak mencukupi kuota formasi. Dan hal tersebut juga terjadi pada seleksi kali ini.

Ridwan mengatakan, berdasarkan data ril, jumlah penjaga tahanan yang memenuhi jumlah 3 kali kuota formasi hanya terpenuhi di tiga provinsi. Yakni Jawa Tengah, DI Jogjakarta, dan Jawa Timur.

Sementara di 30 provinsi lainnya jumlahnya di bawah itu. Bahkan ada yang jumlahnya lebih sedikit dari kuota formasi.

”DI Bengkulu misalnya. Formasinya itu 10 orang. Yang lulus hanya lima. Ini juga terjadi di beberapa provinsi lainnya,” terangnya.

Padahal, lanjut dia, kebutuhan akan penjaga tahanan cukup mendesak. Banyak sekali penjaga tahanan yang bertugas tidak di daerah asalnya meminta dikembalikan ke daerah asal.

Sementara penjaga tahanan lain sudah banyak juga yang pensiun. Sehingga terjadi kekosongan penjaga tahanan.

Untuk tes CPNS periode 2 yang sudah mulai berjalan ini, Ridwan memastikan tidak ada lagi perubahan peraturan.

”Semua dinilai berdasarkan passing grade. Kecuali untuk formasi dokter, pengamat gunung api, juru mesin kapal, penjaga tahanan, penjaga perbatasan, serta peserta dari jalur cum laude, Papua dan Papua Barat, serta disabilitas. Mereka diseleksi berdasarkan ranking,” ungkap Ridwan. (jun/and)

BACA ARTIKEL LAINNYA... ORI Minta Ada Satu Pintu Tol Tunai


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler