Ombusdman Nilai Syarat Pendaftaran CPNS Tidak Adil

Minggu, 22 Oktober 2017 – 09:35 WIB
Komisioner Ombudsman Rapublik Indonesia (ORI) La Ode Ida.

jpnn.com, JAKARTA - Ombusdman Republik Indonesia (ORI) terus menyoroti proses seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2017 tahap kedua.

Mereka menengarai ada perlakuan tidak adil kepada peserta yang ikut ujian tersebut. Yang paling krusial adalah syarat akreditasi kampus.

BACA JUGA: ORI Minta Kriteria Kelulusan CPNS Kembali ke Aturan Lama

Anggota ORI Laode Ida mengungkapkan ada banyak laporan yang masuk terkait dengan soal akreditasi kampus dan program studi yang harus A. Para peserta itu mengeluhkan tidak bisa diterima karena tidak terpenuhinya syarat tersebut.

”Syarat itu diskriminatif. Ini semestinya tidak boleh ada syarat seperti itu. Menghalang-halangi peluang calon peserta hanya karena akreditasi kampusnya,” ujar Laode kepada Jawa Pos, kemarin.

BACA JUGA: Ombudsman Soroti Perubahan Kriteria Kelulusan CPNS

Dia mengungkapkan sudah ada pertemuan pada Jumat (20/10) lalu dengan kementerian dan Badan Kepegawaian Negara.

Dia menyebutkan selama ini masih begitu banyak kampus di luar Jawa yang akreditasinya tidak sampai A.

BACA JUGA: Keluhan Teratasi, Komisioner Ombudsman Puji Respons Go-Jek

Selain itu kemampuan calon atau peserta CPNS tidak bisa hanya diukur dari akreditasi kampus atau program studinya.

”Belum tentu karena akreditasi kampus atau program studinya C, lulusan itu tidak punya kemampuan yang bagus. Karena akreditasi itu sifatnya adiministratif kampus, bukan langsung tiap individu lulusannya,” tegas dia dengan nada tinggi.

Laode sudah membicarkan temuan tersebut kepada panitia seleksi. Memang ada hampir semua kementerian dan lembaga yang membuka lowongan memasang syarat akreditasi kampus atau program studi A.

Selain soal akreditasi kampus itu, Laode juga menyoroti tentang keluarnya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 24/2017 tentang perubahan ambang batas tes kompetensi dasar seleksi CPNS.

Peraturan terebut keluar pada 3 Oktober sehari sebelum pengumuman hasil seleksi kompetensi dasar (SKD). ”Menurut kami ini tidak lazim karena ada yang dirugikan,” tambah dia.

Mantan wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu menengarai ada kewenangan dari kantor wilayah yang mengalahkan kepentingan nasional.

Salah satu indikasinya adalah soal kuota passing grade yang tidak boleh diisi oleh pelamar dari daerah lain.

”Padahal PNS itu adalah perekat NKRI. Jadi sah-sah saja berasal dari daerah lain yang berbeda propinsi,” tegas dia.

Sebelumnya, ORI memang telah menengarai adanya dugaan maladministrasi dalam perubahan syarat lulus SKD.

Karena kuota yang tersedia tidak bisa seluruhnya terisi. Lantaran, peserta tidak memenuhi passing grade yang ditentukan dalam SKD.

Kemenpan RB berdalih perubahan persyaratan itu ditujukan untuk pengisian kuota yang masih kosong. Mereka memperhatikan prinsip efektif dan efisien.

Sekretaris Deputi SDM Aparatur Kemenpan RB Aba Subagjo menuturkan jaminan proses dalam CPNS itu tetap berjalan dengan adil, obyektif, dan transparan.

Selain itu, panitia juga menjamin tidak ada peserta yang dirugikan. ”Tidak merugikan pelamar dengan tetap menjaga kualitas lulusan,” imbuh dia.

Dia juga akan menjelaskan bahwa passing grade yang telah dicantumkan dalam Permenpan RB 22/2017 itu telah diuji sebelumnya di berbagai daerah. Tapi, ternyata setiap daerah punya kapasitasnya yang berbeda-beda.

”Dari hasil simulasi dan perhitungan standar deviasi seleksi CPNS 2014 di seluruh Indonesia,” jelas dia.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 22/2017 tentang Nilai Ambang Batas Tes Kompetensi Dasar Seleksi CPNS tahun 2017.

Tertara ambang batas itu 143 untuk tes karakteristik pribadi; 80 untuk tes intelegensia umum; dan 75 untuk tes wawasan kebangsaan.

Tapi, tidak semua daerah mendapatkan kuota yang memadai berdasarkan tes tersebut. (jun)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kepala Perwakilan Ombudsman di 6 Provinsi Diangkat Kembali


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler