On Time Tidak On Time

Senin, 21 Desember 2009 – 01:19 WIB

PRO-PASAR itu elok jika antar pelakunya saling seimbangNamun jika bagai antara duren dan mentimun, sudah pasti yang berduri akan memangsa si mentimun

BACA JUGA: Prita Sukses, Tiananmen Berdarah

Pengibaratan itu mungkin cocok ditujukan kepada Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Agreement atau FTA) China-ASEAN yang berlaku efektif pada 1 Januari 2010 mendatang
Sang duren adalah China, dan si mentimun adalah Indonesia.

Bayangkan, ada 8.000-an jenis barang yang berasal dari China akan masuk dengan bebas ke Indonesia

BACA JUGA: Sok Herois Tapi Egois

Bea masuknya 0%
Orang-orang di Dirjen Bea Cukai menghitung, sedikitnya penerimaan bea cukai sebesar Rp 16 triliun akan berkurang dalam APBN 2010.

Memang, tak semuanya bad news

BACA JUGA: Disandera Prosedur Legal Formal

Kabar bagusnya, konsumen Indonesia akan diuntungkan karena bisa membeli barang produk China yang lebih murah tapi lebih bermutuSebaliknya, industri domestik yang tidak kompetitif bakal menjadi mentimun yang babak belurTerancam kolaps, dan pada gilirannya, PHK pun merajalela.

Yang belum banyak disebut adalah FTA antara ASEAN dengan India, yang juga bakal berlaku pada awal 2010Padahal di tengah pengaruh krisis finansial global, justru pertumbuhan ekonomi China dan India berada di garda paling depanBeda dengan Singapura yang pertumbuhannya sampai minus, di bawah 0%Nah, China dan India inilah yang akan "memangsa" 600 juta konsumen penduduk negara-negara ASEAN.

Perdagangan China sejauh ini surplus USD 78 miliar, seperti ditulis oleh The International Herald Tribune pada September 2009 silamKe depannya tentu akan semakin surplus lagiHarus diakui bahwa pemerintah China menerapkan insentif ekspor kepada eksportir pelaku industri sekitar 13 persenTeknologinya pun canggih, lebih efisien sehingga harganya bersaing.

Adapun industri Indonesia, sebagai akibat berbagai krisis sejak 1997 dan 2008, telah menurun daya saingnyaKecilnya modal dan pelemahan kurs rupiah, membuat harga bahan baku impor menjadi sangat tinggi.

Sejak era Orde Baru kita gemar mengkultuskan perdagangan bebas ciri khas neo-liberalismePernah di era Bung Karno, digadang-gadangkan ekonomi domestik dengan semboyan "berdiri di atas kaki sendiri"Sayangnya itu hanya slogan politik.

Sebetulnya, neraca perdagangan Indonesia - khususnya dari sektor non-migas - mulai membukukan defisit sejak 2005Semenjak itu, pertumbuhan total ekspor Indonesia ke China sangat kecil dibandingkan dengan pertumbuhan impor Indonesia dari China.

Jika surplus perdagangan Indonesia-China, baik migas dan non-migas kian tipis dan defisit USD 3,61 miliar pada 2008, maka perdagangan non-migas dari semula surplus USD 79 juta pada 2004 jadi defisit USD 7,16 miliar pada 2008.

Peluang dalam pasal 23 dari FTA memungkinkan penundaan selama 180 hariKeberatan dapat dirinci dengan cara RCA (Revealed Comparative Advantage), yakni mengevaluasi komoditas kita di bidang cost, tarif listrik, upah buruh, bahan baku, teknologi dan lainnya dalam bisnis internasional.

Sayangnya, pemerintah kita terlalu percaya diri, dan hanya memberlakukan penundaan itu untuk 303 jenis (dari 8.000-an) produk.

***
Pemerintah kita seperti pura-pura tidak tahu pada perkembangan perekonomian dunia yang justru telah membuktikan pasar bebas telah gagal total.

Barangkali, pemegang keputusan di republik ini terbius pada pemikiran Thomas Friedman, dalam bukunya The Lexus and The Olive Tree (2000)Thomas mengimpikan bahwa dunia akan makmur jika semua negara membuka perbatasannya dan semua barang dan investasi masuk dengan bebasDunia damai tanpa perang, karena ekonomi dunia terkait satu sama lain.

Milton Friedman, ekonom penulis buku Capitalism and Freedom dan Free to Choose itu, juga mengatakan bahwa kebebasan pebisnis sangat penting tanpa adanya pemerintah yang mengenakan pajak masuk dan keluar, sehingga masyarakat kian makmur.

Thomas menganjurkan agar setiap negara memilih spesialisasi dengan keunggulan komparatif (comparative advantage) masing-masingNamun apalah arti sekapal CPO Indonesia dibanding beberapa kontainer komputer dari AS, Jepang, China dan Korea?

Produk pangan dan industri AS dan China jika masuk ke Indonesia, yang juga memproduk barang yang sama, apalagi khsusnya antar sesama negara ASEAN dan China, akan membuat produk industri domestik terpuruk.

Tony Clarke, dalam buku The Case Against Global Economy (2001), menulis bahwa 70 persen perdagangan global dikuasai 500 perusahaan negara kayaNegara miskin tetap marjinal dan konsumtifPerdagangan berlangsung free, tapi tidak fair.

Kita ingat doktrin ekonomi pasar, bahwa "greed is good" (congok itu baik)Kata-kata Gekko Gordon dalam film berjudul Wall Street (1987) pun kini sudah basiTahun lalu, Majalah Time mengecam pedas krisis yang menimpa AS dengan ejekan: The Price of Greed (Buah dari Keserakahan).

Ekonomi pasar bebas tanpa regulasi yang adil dan setara, hanya akan menguntungkan negara-negara industri yang majuTeknologi mereka lebih cangih, produknya massal, sehingga biaya produksi lebih murah dan harga jualnya lebih rendah.

Jika pasar bebas ASEAN-China dipaksakan, industriawan Indonesia pasti keok, sebelum akhirnya ada yang bangkrutBisa diprediksi, akan banyak produsen yang beralih menjadi komprador ChinaMenjadi "agen" atau trader lebih enak, karena meraih laba lebih besar oleh produk yang massif, kontinyu, serta harganya yang murah.

Jika dulu dikuasai oleh AS, Jepang dan Eropa, kini datang lagi juragan baru, yakni China dan menyusul IndiaLolos dari mulut harimau, masuk ke mulut buayaKita tak pernah menjadi tuan di rumah sendiri.

Sayangnya, kemungkinan pemerintah mengambil kebijakan rescheduling kembali, sampai benar-benar bisa bersaing dengan produk China dan India, tak lagi mungkinPemerintah sudah bertekad melaksanakannya on time per 1 Januari 2010 mendatangOn time dalam agreement, tapi tidak on time untuk kesiapan industri domestik kita yang belum kompetitif.

Apakah karena tim ekonomi kabinet memang didominasi oleh pemikiran yang mendukung pasar bebas yang pada Pemilu lalu populer dengan sebutan neoliberalisme? Tampaknya ini telah mengkonfirmasikan sikap yang on time tersebut(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Teater SBY Alot Tapi Pasti


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler