Ongkos Logistik Mahal Lantaran Batam tak Punya Direct Call seperti Vietnam

Sabtu, 04 Mei 2019 – 19:42 WIB
Bongkar muat di Pelabuhan Batuampar, Batam, Kepri. Foto: batampos.co.id / cecep

jpnn.com, BATAM - Meskipun berstatus sebagai kawasan free trade zone (FTZ) atau kawasan perdagangan bebas, Batam ternyata tidak memiliki direct call atau pelayaran langsung menuju luar negeri.

Imbasnya adalah ongkos angkut logistik yang lebih mahal menuju luar negeri karena harus melewati perantara lagi yakni Singapura.

BACA JUGA: Persoalan Daya Tampung di Sekolah Negeri Masih Jadi Momok Saat PPDB

"Kita tak punya direct call. Dari Sumatera juga tak ada. Jadi dari Batam harus transhipment atau kirim dulu ke Singapura atau Taiwan. Sedangkan negara saingan kita, Vietnam punya direct call," ujar Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Eddy Putra Irawadi, Jumat (3/5).

Ketiadaan direct call karena Pelabuhan Batuampar memang belum bisa disandari kapal-kapal besar seperti kapal superpanamax yang mampu membawa banyak kontainer.

BACA JUGA: Dua Kawasan Ekonomi Khusus di Batam Segera Diresmikan

Akibatnya, kapal-kapal besar harus bersandar dulu ke Singapura untuk menurunkan muatannya, baru kemudian diangkut dengan kapal-kapal yang lebih kecil menuju ke Batam.

Dalam fase ini, tentu saja ongkos logistik akan menjadi berkali-kali lipat lebih mahal karena proses pengangkutan yang berulang-ulang. Ditambah lagi, arus logistik pasti dikuasai Singapura.

BACA JUGA: Pengusaha Sebut Penanganan Kasus Limbah di Batam Terlalu Lamban

"Di Batam, jual barang itu murah, tapi ketika keluar menjadi mahal karena ongkos logistik. Barang kita mahal karena logistik dikuasai asing secara door to door," kata Eddy lagi.

Perusahaan logistik asing bahkan menerapkan sistem door to door, dimana barang diantarkan sampai ke tempat si pemesan sehingga harga menjadi lebih mahal. "Ini mau saya selesaikan. Kita butuh transhipment. Selain itu, masa orang kita tak bisa buat perusahaan logistik," ujarnya.

Ketiadaan direct call memang bisa diatasi dengan pelebaran atau penambahan kapasitas Pelabuhan Batuampar. Tapi itu masih berstatus sebagai proyek jangka panjang BP Batam yang ditargetkan selesai dalam waktu dua tahun. Untuk saat ini, BP berupaya menurunkan ongkos logistik terlebih dahulu sebagai solusi jangka pendek.

"Biasanya crane di Batuampar hanya bisa memindahkan lima kontainer 120 feet perhari. Makanya harbour mobile crane (HMC) akan dimasukkan supaya bisa memindahkan 45 kontainer per hari," ungkapnya.

Dengan begitu, maka target untuk mengurangi biaya angkut kontainer hingga mencapai 250 Dolar Amerika untuk kontainer 40 feet dari sebelumnya yang mencapai 714 Dolar Amerika akan tercapai. Sedangkan untuk kontainer 20 feet ditargetkan biayanya turun dari 534 Dolar Amerika menjadi 169 Dolar Amerika.

Berbeda dengan Eddy, Ketua Indonesian National Shipowners Association (INSA) Batam, Osman Hasyim mengatakan cara menurunkan biaya logistik yang mahal yakni dengan meningkatkan volume angkutan dengan memperbesar pelabuhan.

"Bagaimana mau jalan. Kalau pelabuhan belum jelas arah pengembangannya. Menurunkan biaya logistik itu dengan meningkatkan volume angkut baru turun biaya. Makanya pelabuhan diperbesar," ungkapnya usai acara coffe morning bersama stakeholder dan pelaku usaha kemaritiman di Zest Hotel, Batuampar, Jumat (3/5).

Ddia menyarakan agar BP Batam melibatkan pelaku usaha kemaritiman dalam merancang pengembangan Pelabuhan Batuampar. Sangat disayangkan sekali bahwa sebelumnya tarif jasa pelabuhan sudah dibuat sedemikian kompetitif disertai dengan layanan secara online yang memadai, tapi fasilitasnya masih belum memadai.

"Kita punya fasilitas tapi orang tak mau datang. Alur di laut pun tidak diperdalam, bagaimana kapal besar mau singgah," ungkapnya.

Disamping itu, struktur pelabuhan serta kapabilitasnya belum bisa mengakomodir kapal besar dengan bobot diatas 350 ton. "Dirancang lagi secara komprehensif. Tapi libatkanlah para pelaku usaha," katanya.(leo)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jelang Ramadan, Kemendag Klaim Stok dan Harga Bahan Pokok Cukup Stabil


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler