jpnn.com - DEPOK - Organisasi Angkutan Darat (Organda) Depok akhirnya melakukan penolakan pemberlakuan pembatasan jam penjualan solar bersubsidi yang ditetapkan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) pada Juli 2014, lalu.
Penolakan itu lantaran akan menyulitkan awak angkutan umum serta semua pengusaha angkutan kota (Angkot). Bahkan, jika itu tetap dilakukan maka pihaknya akan menaikan tarif secara sepihak.
BACA JUGA: Ditodong Senjata, Petugas SPBU Bintara Serahkan Semua Uang
Sekretaris Organda Depok, Muhammad Hasyim mengatakan, penolakan terhadap aturan BPH Migas dalam surat edaran Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) No 937/07/KaBPH/2014 tanggal 24 Juli 2014 itu telah diajukan para sopir dan pemilik angkot melalui surat resmi kepada pihaknya. Sebab, setelah diterapkan gejolak dari para sopir dan pengelola SPBU telah terjadi.
BACA JUGA: Hilang di Situ Cikaret, Ayah-Anak Ditemukan Tewas
”Kebijakan ini meresahkan 250 sopir bus angkutan umum di Depok. Sudah timbul gejolak di bawah makanya ini akan kami tolak. Rapat dengan organda pusat pun telah mereka lalukan pada Minggu lalu,” katanya kepada INDOPOS (Grup JPNN), saat dihubungi, kemarin (5/8).
Hasyim mengaku, pihaknya sangat menyesalkan tidak adanya sosialisasi yang memadai sebelum kebijakan ini diterapkan. Mengingat, penggunaan solar bersubsidi tersebut banyak digunakan para sopir dan pemilik angkot dalam beroiperasi. Yang paling besar disoroti mereka adalah waktu pengisian tersebut dibatasi pada pagi sampai sore hari.
BACA JUGA: H+7, Tol Cikampek Lengang
Sedangkan, para pemilik angkot yang ada hanya bisa mengisi Solar itu pada malam hari setelah beroperasi.
”Sampai sekarang banyak sopir angkot belum tahu kalau solar bersubsidi hanya dijual di SPBU sampai pagi sampai sore. Nah kalau seperti ini pasti akan ada imbas yang sangat besar,” ungkapnya.
Menurutnya ada 250 sopir bus di Depok yang setiap hari menggantungkan rezeki dari solar, baik bus antar kota antar provinsi (AKAP), dan antar kota dalam provinsi (AKDP), serta angkutan umum. Dan jika jam pengisiannya dibatasi maka kegiatan tranportasi akan terancam mandek ditengah jalan. Dan membuat komplain dari masyarakat.
Karenanya, lanjut Hasyim, pihaknya belum bisa mengambil keputusan terhadap kebijakan pemerintah tersebut. Dia akan berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Depok agar masalah yang bisa ditimbulkan terkait kebijakan ini tidak terjadi di masyarakat.
Selain itu yang dikhawatirkan, para sopir dan pemilik angkot mengancam akan menaikan tarif atau ongkos secara sepihak.
Besaran kenaikan tarif itu tidak bisa mereka tentukan karena belum diinformasikan kepada pihaknya. ”Pembahasan dan koordinasi juga dilakukan di tingkat Organda pusat dan provinsi Jabar. Ancamannya akan menaikan tarif angkos angkot sepihak. Nah kalau ini terjadi siapa yang bertanggungjawab,” paparnya.
Sementara itu, pengelola SPBU 34.164.02, Rulli menyatakan, hanya beberapa SPBU saja yang menerapkan jam pembelian solar bersubsidi oleh BPH Migas. Yakni SPBU yang terdapat disejumlah jalan protokol. Hal itu diperbolehkan lantaran jalur tersebut masuk jalur logistik.
Sehingga diperbolehkan menjual solar bersubsidi diluar jam yang ditentukan. ”Memang ada tiga jalur di Depok yang ditetapkan sebagai jalur distribusi (protokol). Yaitu Jalan Margonda, Jalan Raya Bogor dan Parung,” jelasnya.
Menanggapi itu, Kepala Dinas Perhubungan Kota Depok, Gandara Budiana menuturkan, masih melakukan koordinasi dengan Organda Depok, Provinsi dan pemilik angkot terkait penerapan pembelian BBM Solar bersubsidi oleh BPH Migas tersebut. Apalagi adanya ancaman menaikan tarif angkot secara sepihak akan membuat konsumen akan mengeluh.
Karena itu pula dirinya meminta Organda dan pemilik angkot agar menahan diri untuk menyelesaikan persoalan tersebut. ”Kami belum bisa menetukan apa yang akan dilakukan. Tetapi kami minta jangan cepat menentukan kenaikan tarif. Kami juga sudah berkoordinasi dengan Dishub Provinsi agar bisa dibahas, ” singkatnya. (cok)
BACA ARTIKEL LAINNYA... YLKI Anggap ERP Hanya Proyek Coba-Coba
Redaktur : Tim Redaksi