Orkestra Taman Suropati Chamber, Kumpulan Pemusik Pengunjung Taman

Urunan Beli Batik untuk Pentas di Istana

Senin, 10 Mei 2010 – 08:06 WIB
BERAWAL dari kumpul-kumpul di taman, sekelompok pemusik menularkan ilmunya kepada pengunjungLalu, dibentuklah Taman Suropati Chamber (TSC)

BACA JUGA: Peneliti LIPI Deny Hidayati, Salah Seorang Wanita Terinspiratif 2010

Kini kelompok itu bersiap manggung di Istana Negara dan pendirinya diundang ke Amerika.

-----------------------------------------------------
AGUNG PUTU ISKANDAR, Jakarta
-----------------------------------------------------

SAMBIL menyandarkan biola di bahu, belasan anak berkumpul melingkar di samping air mancur sisi barat Taman Suropati, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, pagi Minggu (9/5)
Masing-masing menghadap partitur lagu Kawan

BACA JUGA: Alterina Hofan, Pengidap Kelainan Genetik yang Dituduh Palsukan Identitas

Sebuah lagu ciptaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dinyanyikan Sammy Kerispatih.

Ngik ngok ngik ngok, anak-anak belasan tahun itu mengulang-ulang sebaris nada
"Ayo, kita coba lagi

BACA JUGA: Menyaksikan Pemilu di Inggris yang tanpa Ingar-bingar Kampanye

Sekarang coba birama empat per empat," ujar Madong Parhusip, salah seorang instrukturKemudian, alunan gesekan biola terdengar bersahut-sahutan"Reynaldi, perhatikan tempo," kata pria berambut keriting itu sedikit berteriak ke arah bocah berkacamataSebaris nada diulang kembali.

Tidak jauh dari kerumunan itu, beberapa orang dewasa membentuk kelompok-kelompok dengan alat musik berbedaAda yang khusus gitar, cello, dan biola altoTak seperti kelompok yang dinakhodai Madong, jumlah mereka lebih sedikitSatu instruktur berhadapan dengan dua hingga lima murid

Orkestra TSC memang menggelar latihan rutin setiap Minggu di taman tersebutBiasanya, latihan berlangsung pukul 10.00 hingga 14.00Setiap berlatih, anggota dikelompokkan sesuai kemampuan dan jenis alat musikAda kelompok bibit, akar, batang, ranting, daun, bunga, dan buahSemakin menjulang posisinya, semakin jago main musiknya"Mereka itu anak-anak ranting," kata Yasmin, salah seorang anggota manajemen TSC, seraya menunjuk kelompok yang dilatih Madong.

Setelah beberapa jam berlatih tembang Kawan, tiba-tiba air mancur di samping mereka menyemburAnak-anak pun bubar teraturMereka menghambur menuju barisan orang tua yang duduk di pinggir taman dan sejumlah penjual makanan"Kalau air mancur hidup, berarti sudah pukul 12.00Waktunya break sebentar," kata Yasmin.

Lebih lanjut pentolan TSC itu memaparkan, semula tidak ada ide membentuk kelompok musikPada 2007, Ages Dwiharjo, suaminya, dan teman-temannya yang juga pemain biola, setiap Minggu mangkal di taman tengah kota Jakarta ituMereka bermain sekadar untuk melepas lelah dan berkumpul dengan sesama pemain dan guru musik.

Lama-kelamaan, banyak orang tertarikSejumlah pemain ikut nimbrungNah, sebagian besar pengunjung taman itu adalah anak-anakMendengar suara alat gesek itu, mereka tertarik dan ingin bergabung"Makanya, anggota kita banyak anak-anak," katanya.

Selain itu, anggota datang dari kalangan murid sekolah musikDi sekolah musik, kata Yasmin, pembelajaran dilakukan dengan cara one on oneSatu guru menangani satu muridHal itu membuat mereka jarang bermain dalam kelompokPadahal, sebagai anggota orkestra, mereka harus terbiasa bermain bersamaApalagi, yang memainkan biola"Biola itu kalau dimainin sendiri suaranya nggak enakBiola baru terdengar enak kalau dimainkan berkelompok," kata wanita 42 tahun itu.

Para siswa sekolah musik, lanjut Yasmin, juga sangat jarang punya kesempatan tampil berkelompokMereka harus menunggu sekolahnya mengadakan konserItu pun jika mereka terpilihSiswa yang kemampuannya biasa-biasa saja, baru bisa ikut konser kalau orang tuanya merogoh kocek.

TSC memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengaktualisasikan ilmu yang didapat di tempat kursusSetiap Minggu mereka harus tampil di taman, dilihat banyak orang"Soal kemampuan, itu nantilahYang penting anak-anak tidak demam panggungDi sini kan dilihatin terus," kata Alexander, orang tua salah seorang anak pemain TSC.

TSC mulai serius dibenahi pada 2008Ada kepengurusan, keanggotaan, hingga manajemenTermasuk, mengelompokkan anggota pada kelas-kelasMereka juga mulai mengoordinasi instruktur musik untuk melatih anak-anakApalagi, para orang tua juga sepakat urunan tiap akhir bulan Rp 150 ribu.

Menurut Alexander, iuran itu sangat murahDi tempat-tempat kursus, paling tidak iurannya Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu per siswaItu pun hanya seminggu sekali dengan masa pembelajaran setengah jamKalau mau konser, mereka harus membayar lagi"Kursus tetap ikut, di sini untuk membuat (kemampuan) anak-anak makin terasah," katanya.

Iuran itu, kata Yasmin, untuk operasional bulanan TSCJika ada pengeluaran ekstra untuk acara dan momen-momen penting, para orang tua harus urunan lagiMisalnya, untuk memenuhi undangan Presiden SBY dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) besokMereka harus rela patungan untuk membeli batik dan kaus bertulisan Aku MampuRencananya, dress code itu digunakan dalam pergelaran orkestra di Istana Negara.

Anggota TSC kini makin variatifJika sebelumnya hanya kalangan anak-anak, kini para orang tua yang mengantarkan anaknya bermain musik pun tertarikSembari menunggu, mereka belajar musik cello dan biola alto"Biar nggak kumpul sama anaknya yang main biolaAnaknya entar kan malu," kata Yasmin lantas tersenyum.

Ketekunan Ages dan Yasmin mengelola TSC menuai berkahDuta Besar Amerika Serikat Cameron RHume rupanya sering "menginteli" AgesHume memang terkadang sering jalan-jalan di Taman SuropatiDia kepincut dengan upaya Ages mendampingi anak-anak TSCDan, Ages pun diundang ke Amerika selama tiga minggu untuk mengikuti program International Visitor Leadership Program (IVLP)

"Suami ditawari Kedutaan Amerika ikut program ituSekarang dia sibuk ngurus visa dan administrasiMakanya, tidak sempat mendampingi anak-anak di sini," kata Yasmin.

Orkestra TSC, lanjut dia, adalah proyek idealisKarena itu, lagu-lagu yang dimainkan semuanya milik IndonesiaMulai lagu-lagu daerah hingga lagu ciptaan musikus besar Indonesia bernama Bang Maing"Bang Maing itu panggilan akrab Ismail MarzukiKarya-karyanya sering kami mainkan," ujar wanita berkulit cokelat itu.

Bahkan, TSC punya kru untuk memburu lagu daerah yang, kata Yasmin, susah dicariSebab, referensi lagu-lagu daerah kini tak banyak berkembangPadahal, banyak lagu daerah yang berserakan di Indonesia"Pernah kami ke pemerintah daerahnya, mereka malah tidak tahu," katanya.

Yasmin tak ingin lagu-lagu daerah itu nanti diakui negara lainKarena itu, dengan memainkannya, lagu-lagu itu dikenal anak-anakItu agar mereka tidak lupa dengan akar budaya IndonesiaSelain itu, TSC membuat anak-anak memiliki media bersosialisasi"Biar anak-anak nggak jadi "autis" main Playstation melulu," katanya(*/c2/cfu)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Luc Heymans, Komandan Perburuan Harta Karun Laut Cirebon


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler