jpnn.com - JAKARTA - Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut berkomentar tentang polemik pasal penghinaan terhadap kepala negara yang ada di rancangan undang-undang (RUU) tentang KUHP. Menurutnya, jangan sampai pasal penghinaan terhadap kepala negara justru menjadi alat represif baru.
Melalui akun @SBYudhoyono di Twitter, presiden RI dua periode itu menuturkan, siapapun yang merasa dicemarkan nama baiknya termasuk kpala negara, berhak mengajukan tuntutan hukum. “Tapi janganlah berlebihan,” cuitnya, akhir pekan lalu.
BACA JUGA: Akhir Agustus, Ada Lembaga non Struktural yang Dibubarkan Presiden
Ia mencontohkan ketika menjadi korban caci maki dan hinaan. Misalnya, ketika ada demonstran membawa kerbau dan tubuhnya ditulisi ‘SBY’.
SBY menyebut ada ratusan perkataan dan tindakan yang menghinanya serta mencemarkan nama baiknya selama menjadi Presiden RI. Namun, pria kelahiran 9 September 1949 itu mengaku tak mau mempermasalahkannya. “Kalau saya gunakan hak saya utk adukan ke polisi (karena delik aduan), mungkin ratusan orang sudah diperiksa & dijadikan tersangka,” tulisnya.
BACA JUGA: Bu Susi Minta Perhatian dari Pak Gobel
SBY justru melihat ada potensi ketentuan tentang ancaman hukuman bagi pelaku penghinaan kepada kepala negara berpotensi menjadi ‘pasal karet’. Artinya, pasal itu bisa digunakan oleh penguasa untuk menjerat para pengkritik.
“Pasal penghinaan, pencemaran nama baik & tindakan tidak menyenangkan tetap ada "karetnya", artinya ada unsur subyektifitasnya,” paparnya.
BACA JUGA: MK Sudah Kebanjiran Permohonan Uji Materi UU Pilkada
Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Foto: dokumen JPNN
SBY pun mengingatkan bahwa kekuasaan memang cenderung korup. Namun, SBY juga wanti-wanti bahwa kekuasaan bukan untuk memberangus dan menindas penentang penguasa.
Di sisi lain SBY juga mengajak semua pihak tetap tertib dalam berdemokrasi tanpa harus melampaui batas. “Demokrasi juga perlu tertib, tapi negara tak perlu represif,” cuitnya.
Tak lupa, SBY juga punya harapan khusus ke Presiden Joko Widodo. Ketua umum Partai Demokrat itu mengaku tak ingin hinaan dan cacian yang dialaminya saat menjadi presiden juga terjadi pada Jokowi.
“Perlakuan "negatif" berlebihan kepada saya dulu tak perlu dilakukan kepada Pak Jokowi. Biar beliau bisa bekerja dgn baik,” harapnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pasal Penghinaan Presiden Bertentangan dengan Logika Demokrasi
Redaktur : Tim Redaksi