Panitia Angket KPK Akan Bekerja Transparan

Selasa, 13 Juni 2017 – 20:09 WIB
Gedung DPR/MPR.

jpnn.com, JAKARTA - Hak angket merupakan hak DPR untuk mengadakan penyelidikan mengenai masalah tertentu, fungsi ini diatur dalam konstitusi.

Ketua Panitia Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa menjelaskan hal tersebut saat acara diskusi publik yang bertajuk "Menyingkap Kinerja KPK Sebuah Ikhtiar Penegakan Hukum" di Sekretariat Indonesia Law Enforcement Watch (ILEW).

BACA JUGA: Yusril Berikan Jurus ke KPK untuk Hadapi DPR Tanpa Libatkan Presiden

Dalam diskusi tersebut Agun memulai pembicaraannya dengan pengertian angket.

Menurutnya, masih banyak orang yang membutuhkan penjelasan tentang angket.

Dia mengatakan hak angket adalah hak konstitusional dewan yang dijamin konstitusi, sebagai hak penyidikan tertinggi dalam konteks negara.

BACA JUGA: Novanto Puji Bazar Murah PIA DPR

Dalam kerjanya Agun menjanjikan Panitia Angket DPR akan bekerja secara transparan dan akuntable.

Bahkan dia bersedia menerima yang tidak setuju dengan Panitia Angket ini.

BACA JUGA: Rumah Tangga Juga Berperan Dalam Mengawasi Pangan

Dia mempersilahkan datang ke DPR dan menyampaikan pendapat.

"DPR menggulirkan hak angket ini semata-mata ingin mengembalikan kembali, di mana sebenarnya posisi KPK dalam negara ini dalam sistem demokrasi kita. Metode kerjanya kita akan transparan, akan terbuka, akan mengundang semua pihak," ungkap Agun di Sekretariat ILEW Jl. Veteran 1 No 33, Jakarta.

Politikus Partai Golkar ini menguraikan di antara tiga cabang kekuasaan negara, yang sering disebut dengan trias politica, eksekutif, legislatif dan yudikatif, posisi KPK belum jelas.

Di lapangan KPK mengeksekusi dengan operasi tangkap tangan (OTT) tapi di persidangan juga menjalankan fungsi yudikatif.

Terlebih lagi Agun mengatakan tidak ada lembaga yang mengawasi KPK secara tegas.

"Kita juga akan bedah melalui angket ini bagaimana posisi dan fungsi KPK dalam criminal justice system.Karena hukum pidana kita menganut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Hukum formil yang mengatur proses," imbuh Agun

Di sisi lain, Direktur Eksekutif ILEW Iwan Sumule menyampaikan, tindakan OTT yang kerap kali dipertontonkan KPK menurut penilaianya telah melanggar UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Karena pemberian suap yang kerap kali tertangkap OTT oleh KPK, tidak dapat dikatakan sebagai tindak pidana korupsi, jika penerima suap melaporkan kepada KPK.

Tapi jika dalam 30 hari suap yang diterima tidak dilaporkan kepada KPK, baru kemudian penerima suap bisa dikatakan telah melakukan tindak pidana korupsi.

Pembicara lain dalam diskusi ini antara lain, mantan Ketua Panitia Pembuat UU Tindak Pidana Korupsi Romli Atmasasmita, praktisi hukum dan Advocad Maqdir Ismail.

Dalam diskusi ini semua bersepakat bahwa saat ini KPK perlu perbaikan, maka dari itu para pembicara berharap kepada masyarakat agar dapat memahami proses perbaikan ini, dan menghilangkan curiga dan prasangka buruk. (adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bandara Rendani Manokwari Harus Tambah Runway


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
DPR RI   DPR  

Terpopuler