jpnn.com - KANOMAN - Meski hujan besar sempat mengguyur Kota Cirebon, Kamis (24/12) malam, asa warga tak surut untuk hadir dalam tradisi malam pelal atau panjang jimat. Acara ini berlangsung khidmat dihadiri oleh ribuang warga, bahkan dari berbagai daerah.
Tradisi panjang jimat memang sudah menjadi simbol budaya di Kota Cirebon. Tradisi ini memiliki makna memperingati kelahiran Nabi Muhammad juga untuk melestarikan tradisi leluhur yang sudah ada sejak ratusan tahun silam.
BACA JUGA: Ya Ampun! Balita Ini Tewas Terbakar saat Terlelap Tidur
Di Keraton Kanoman, acara panjang jimat dimulai sekitar pukul 21.00 WIB. Lonceng dibunyikan sebanyak sembilan kali, pertanda prosesi panjang jimat dimulai. Tradisi ini dipimpin oleh Pangeran Patih Qodiran disaksikan oleh Sultan Kanoman, Sultan Moch Emirudin bersama ribuan undangan dan warga.
Para wanita bangsawan membawa satu per satu benda-benda pusaka dan hidangan makanan dari langgar alit menuju masjid agung kanoman. Mereka merupakan wanita pilihan, dengan syarat saat itu tidak sedang haid. Ini menjadi salah satu ciri khas prosesi panjang jimat di Keraton Kanoman. Selain itu ada juga tradisi khas lainya, yaitu buah pelapah pisang dan kayu bakar yang dikirim dari ponpes benda kerep.
BACA JUGA: WOW, Heroik Ibu Anak Lawan Rampok
Selain itu, para keluarga keraton juga dari tanggal 1 sapar hingga 12 mulud, tidak memakan nasi, daging dan jenis umbi-umbian. Kemudian, ada juga konon makanan yang dihidangkan di atas benda pusaka, tidak cepat basi. Panjang jimat sendiri memiliki arti secara harfiah itu piring, ambeng yang dianalogikan menjadi tempat makan gusti Rosul dan para sahabat.
Sedangkan jimat, akronim dari kata diaji dan dirumat. Artinya dipelajari dan diamalkan kembali ajaran-ajaran islam melalui simbol-simbol budaya benda pusaka yang bertuliskan ayat-ayat Alquran.
BACA JUGA: Koarmatim Gelar Kauseri Agama Tentang Pengelolaan Zakat
Maka tak heran, sejumlah warga berebut untuk mendapatkan hidangan yang berada di atas panjang tersebut. Salah satunya Jitu (65), warga Bango Dua, Kec Klangenan. Dia sengaja sudah berada di Keraton Kanoman sejak dua hari yang lalu. Bahkan dia juga ikut membantu membersihkan keraton sebelum tradisi itu digelar. "Saya sudah 10 tahun ikut tradisi panjang jimat tiap tahun," ucapnya.
Dia tentunya memiliki alasan kenapa mengikuti tradisi panjang jimat tersebut. Alasan itu dia berharap dengan mengikuti tradisi ini dirinya diberikan hujjah. "Artinya hujjah itu, kekuatan menerima dan menjalankan kehidupan. Kalau memang harus miskin supaya dikuatkan jiwanya," ucapnya.
Tujuannya itu, tercapai ketika dirinya mendapatkan satu bungkus kecil nasi kuning yang disajikan dalam panjang jimat. "Ya satu kampung kebagian satu bungkus kecil nasi," ucapnya.
Ada juga Aji (40), warga Cilacap yang mengaku pertama kali datang menghadiri tradisi panjang jimat. "Saya tidak tahu bakal ada acara ini, tujuannya mau silaturahmi saja ke Cirebon," ucapnya.
Humas Keraton Kaprabonan, Pangeran Haerudin Kaprabonan mengatakan adanya tradisi panjang jimat dalam memperingati maulid nabi ini juga sebagai bentuk alkulturasi budaya jawa dan islam. Karena saat itu, para wali berdakwah mensyiarkan agama islam melalui budaya.
Panjang jimat, kata Haerudin, lebih dari itu, memiliki makna yang sangat dalam dan sarat nilai-nilai islam. Panjang jimat ini, artinya sepanjang hidup manusia harus terus mengucapkan kalimat syahadat. "Jimat di sini dalam arti syahadat," ucap Haerudin.
Sementara itu, Sultan Kaprabonan, Pangeran raja Hempi Kaprabonan menjelaskan tradisi leluhur sangat penting dilestarikan. Karena dalam tradisi mengajarkan etika dan moral. Dimana etika dan moral ini menjadi elemen untuk membangun bangsa dan negara di tengah arus globalisasi. (jml)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sisir Kontrakan dan Kos-kosan
Redaktur : Tim Redaksi