jpnn.com, BALIKPAPAN - Sejumlah pemilik Pertamini atau pom mini di Balikpapan, Kaltim, sudah menjalani sidang. Mereka di dijatuhi denda Rp 250 ribu.
Kepala Bidang Penegakan Perundang-undangan Daerah Satpol PP Balikpapan Pranti Firdaus mengatakan, pihaknya telah menyidang sekitar 70 orang pengusaha Pertamini .
BACA JUGA: Pengusaha Pertamini Terancam Denda Rp 60 Miliar
Razia terhadap Pertamini dilakukan karena usaha ini dinilai melanggar Perda Nomor 10 Pasal 19 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum. Di mana disebutkan setiap orang dilarang menjual bahan bakar minyak secara eceran di sembarang tempat, kecuali tempat yang sudah ditentukan khusus untuk itu dan mendapatkan izin.
“Pidananya, ancaman mulai kurungan paling lama tiga bulan dan denda hingga Rp 5 juta. Namun, dari putusan sidang, mereka diberi denda Rp 250 ribu dan diimbau agar menutup operasi lebih dahulu,” jelasnya.
BACA JUGA: Pemilik Pertamini Siap Diatur, Bukan Dimatikan
BACA JUGA: Pemilik Pertamini Siap Diatur, Bukan Dimatikan
Pranti melanjutkan, setelah sidang ini pihaknya akan melaporkan hasilnya ke wali kota dan melakukan rapat. Di situ akan dibahas tentang kelanjutan untuk mengatur aktivitas Pertamini tersebut.
BACA JUGA: Dilema Bisnis Pertamini: Ilegal, Tetapi Dibutuhkan Masyarakat
“Kami menunggu instruksi dari pemerintah kota saja. Kalau diperintahkan menyita ya akan kami lakukan, menertibkan lagi akan kami lakukan. Apakah mendapat izin ya kita lihat nanti,” terangnya.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Perdagangan Arzaedi Rachman mengatakan, pihaknya melakukan tindakan karena ada pelanggaran yang dilakukan usaha Pertamini. “Dengan tidak berizin mereka sudah salah. Penjual BBM eceran termasuk kegiatan ilegal, hal tersebut telah tercantum dalam Undang-undang 22 Tahun 2001 Pasal 55," katanya.
Ia menuturkan, ancaman denda untuk penjual BBM eceran mencapai Rp 60 miliar dan kurungan selama enam tahun. Jika ada penjual BBM eceran membanderol BBM dengan harga tak masuk akal, Hendry meminta masyarakat melaporkan.
"Kemudian Pertamini (penjual BBM eceran) investasinya kecil tapi untungnya suka-suka, jika ada yang melaporkan sanksinya ada Rp 60 miliar dengan kurungan 6 tahun," tuturnya.
BPH Migas sendiri telah menerbitkan Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2015. Peraturan tersebut memberikan kesempatan para penjual BBM eceran menjadi sub penyalur sehingga kegiatannya menjadi legal dan harga BBM yang dijual ditentukan Pemerintah Daerah dengan memperhitungkan biaya angkut.
"Kami mengeluarkan Peraturan Nomor 6 Tahun 2015, jadi sub penyalur legal. Cuma harganya ditetapkan pemerintah daerah. Kalau mau mengacu ini ya akan kami atur. Kami ini membuat perda tidak sembarangan," tuturnya.
Dewan Penasihat Hiswana Migas Balikpapan Afiundin Zaenal mengatakan, denda yang diberikan terlalu kecil. Dan bakal menimbulkan efek jera.
“Denda itu bisa dibayar mereka dengan satu hari keuntungan bersih penjualan. Ya kalau dihitung semisal mereka jual 500 liter sehari, biasanya untung bersih hingga Rp 2 ribu. Untung satu hari bisa Rp 1 juta. Selama 30 hari Rp 30 juta. Ya bayar Rp 250 ribu kecil saja. Kan ada maksimal denda Rp 5 juta,” ungkapnya.
Menurutnya, pemerintah harus segera mengatur peredaran mereka. Paling tidak beri izin saja dan atur dimana lokasinya serta aspek keamanannya. “Ya mereka ini membantu. Kami pengusaha SPBU tidak bisa buka 24 jam mereka bisa,” tuturnya.
Ketua Asosiasi Penjual Eceran Minyak (APEM) Kalimantan Harianto mengatakan, pihaknya akan menunggu keputusan pemerintah kota nantinya. Sementara ini ia dan rekannya memilih wait and see.
“Keputusan denda ya kami bayar. Kami mungkin akan tetap beroperasi sembari menunggu aturan baru. Kami juga akan melakukan kunjungan ke Dinas Perdagangan Balikpapan dan Dinas Koperasi UMKM dan Perindustrian Balikpapan untuk meminta izin dan kejelasan,” ungkapnya. (aji/tom/k15)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pertamini Ilegal dan Membahayakan, Pertashop Bisa Jadi Solusi
Redaktur & Reporter : Soetomo