jpnn.com, BALIKPAPAN - Kepala Bidang Penegakan Perundang-undangan Daerah Satpol PP Balikpapan Pranti Firdaus mengatakan, pihaknya telah menyidang sekitar 70 orang pengusaha Pertamini, Kamis (20/6).
Razia terhadap Pertamini dilakukan karena usaha itu dinilai melanggar Perda Nomor 10 Pasal 19 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum.
BACA JUGA: Pemilik Pertamini Siap Diatur, Bukan Dimatikan
“Pidananya, ancaman mulai kurungan paling lama tiga bulan dan denda hingga Rp 5 juta. Namun, dari putusan sidang, mereka diberi denda Rp 250 ribu dan mengimbau agar menutup operasi lebih dahulu,” jelasnya.
BACA JUGA: Dilema Bisnis Pertamini: Ilegal, Tetapi Dibutuhkan Masyarakat
BACA JUGA: Dilema Bisnis Pertamini: Ilegal, Tetapi Dibutuhkan Masyarakat
Pranti melanjutkan, setelah sidang, pihaknya akan melaporkan hasilnya ke wali kota dan melakukan rapat.
Setelah itu akan dibahas tentang kelanjutan untuk mengatur aktivitas Pertamini tersebut.
BACA JUGA: Pertamini Ilegal dan Membahayakan, Pertashop Bisa Jadi Solusi
“Kami menunggu instruksi dari pemerintah kota saja. Kalau diperintahkan menyita, ya, akan kami lakukan, menertibkan lagi akan kami lakukan. Apakah mendapat izin, ya, kita lihat nanti,” terangnya.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Perdagangan Arzaedi Rachman mengatakan, pihaknya melakukan tindakan karena ada pelanggaran yang dilakukan usaha Pertamini.
“Dengan tidak berizin mereka sudah salah. Penjual BBM eceran termasuk kegiatan ilegal. Hal tersebut telah tercantum dalam Undang-undang 22 Tahun 2001 Pasal 55," katanya.
Dia menuturkan, denda untuk penjual BBM eceran juga sudah diatur.
"Pertamini (penjual BBM eceran) investasinya kecil, tetapi untungnya suka-suka. Jika ada yang melaporkan, sanksinya ada Rp 60 miliar dengan kurungan 6 tahun," tuturnya.
BPH Migas sendiri telah menerbitkan Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2015. Peraturan tersebut memberikan kesempatan para penjual BBM eceran menjadi sub penyalur sehingga kegiatannya menjadi legal dan harga BBM yang dijual ditentukan Pemerintah Daerah dengan memperhitungkan biaya angkut.
"Kami mengeluarkan Peraturan Nomor 6 Tahun 2015, jadi sub penyalur legal. Namun, harganya ditetapkan pemerintah daerah. Kalau mau mengacu ini ya akan kami atur. Kami ini membuat perda tidak sembarangan," tuturnya.
Dewan Penasihat Hiswana Migas Balikpapan Afiundin Zaenal mengatakan, denda yang diberikan terlalu kecil. Dan bakal menimbulkan efek jera.
“Denda itu bisa dibayar mereka dengan satu hari keuntungan bersih penjualan. Kalau dihitung semisal mereka jual 500 liter sehari, biasanya untung bersih hingga Rp 2 ribu. Untung satu hari bisa Rp 1 juta. Selama 30 hari Rp 30 juta. Bayar Rp 250 ribu kecil saja. Kan ada maksimal denda Rp 5 juta,” ungkapnya.
Menurutnya, pemerintah harus segera mengatur peredaran mereka. Paling tidak beri izin saja dan atur dimana lokasinya serta aspek keamanannya.
“Ya mereka ini membantu. Kami pengusaha SPBU tidak bisa buka 24 jam mereka bisa,” tuturnya.
Ketua Asosiasi Penjual Eceran Minyak (APEM) Kalimantan Harianto mengatakan, pihaknya akan menunggu keputusan pemerintah kota nantinya.
“Keputusan denda ya kami bayar. Kami mungkin akan tetap beroperasi sembari menunggu aturan baru. Kami juga akan melakukan kunjungan ke Dinas Perdagangan Balikpapan dan Dinas Koperasi UMKM dan Perindustrian Balikpapan untuk meminta izin dan kejelasan,” ungkapnya. (aji/tom/k15)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pertamini Dianggap Ilegal, Pengusaha Butuh Perda
Redaktur : Tim Redaksi