Partai Islam di Simpang Jalan

Sabtu, 19 Juni 2010 – 01:28 WIB

ADA apa gerangan Majelis Syura PKS dalam rapat hari pertama musyawarah nasional (munas) II (16/6) lalu yang meninggalkan konsep PKS sebagai partai Islam? Banyak yang kaget dengan pilihan PKS hendak menjadi partai tengah yang berkonsep nasionalis religious menjelang Pemilu 2014Apakah partai Islam tak lagi memikat?

Tak kurang dari Ketua DPP Bidang Kebijakan Publik PKS Mustafa Kamal di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, berkata bahwa rapat Majelis Syura PKS ingin menjadi partai yang transformatif, menumbuhkembangkan diri di internal maupun luar

BACA JUGA: Surat untuk Mahkamah Konstitusi



Tidak ada lagi dikotomi antara Islam, nasionalisme, maupun sekularisme dalam pandangan partai itu
PKS ingin menjadikan Indonesia sebagai negara yang bisa lebih berperan di dunia internasional

BACA JUGA: Biarkan Tumbuh, Lalu Berguguran?

Masalah Pancasila sebagai konsensus tidak perlu lagi diperdebatkan


Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq lalu menuturkan riwayat PKS

BACA JUGA: Hibah Kekuasaan itu Mustahil

Dimulai pada 1999, ketika berdiri dengan nama PK (Partai Keadilan), mereka benar-benar menjadi partai IslamTernyata PK benar-benar mewarnai kampanye Pemilu 1999, tapi gagal saat penentuanPerolehan suara hanya 1,3 persen
 
Orang memang harus belajar dari pengalamanSetahun kemudian, PKS mulai berperan sebagai partai Islam yang moderat dan inklusifEra itu dimulai pada 2000. 

Hasilnya terbukti pada Pemilu 2004Partai ini berhasil menembus SenayanDengan Islam moderat rupanya ada lonjakanSayangnya, kesadaran itu kurang kental pada Pemilu 2009 PKS, sehingga tak ada lonjakan raihan suara baruSuara naik hanya satu persen saja
 
Yang mengagumkan adalah terbukanya kemungkinan partai ini dimasuki kelompok non-muslimSebetulnya, sejak 1999, PKS telah memiliki calon anggota legislative yang non-muslim di daerah mayoritas non-muslimMisalnya, di Nabire, PapuaBahkan, ada pengurus partai yang non-muslim, seperti untuk kawasan Indonesia Timur

Ideologi Islam tak lagi laku dijual dalam Pemilu? Tidak seekstrim ituKelihatannya PKS hanya tidak ingin lagi menjadikan Islam sebagai jualan utama.  Barangkali memang tak mudah bagi PKS beralih dari partai konservatif menjadi partai tengahMenjadi penungguan public seberap jauh elit partai ini meyakinkan basis massa tradisional, dan meyakinkan pasar pemilih baru

Jika tidak hati-hati dan matang, bisa-bisa basis lama  kecewa, dan meninggalkan partai, sementara massa baru mungkin masih curigaJangan-jangan hanya untuk menangguk suara lebih besar dalam Pemilu 2014, meski gerakan politiknya tetap berasas Islam

Sekedar diketahui pada pemilu lalu, PKS memperoleh 7,88 persen suara atau naik 5,4 persen dibandingkan tahun 2004Namun, secara kuantitas, perolehannya menurun sekitar 200.000 suara

***

Memang mitos mayoritas adalah masalah utama politik Islam di IndonesiaBesar secara kuantitatif tetapi tidak menjelma di panggung politik realJika pemilih yang beragama Islam dalam Pemilu 2004 tercatat 89,1% dari 140 juta pemilih (104.099.785 suara pada Pemilu 2009), maka logikanya, pemenangnya adalah partai yang berasas Islam

Sayang, nyatanya dari Pemilu ke Pemilu, partai Islam selalu kalahLihatlah, Pemilu 2004 dimenangkan oleh Partai Golkar (21,58%) disusul oleh PDIP (18,53%)Sementara partai-partai Islam antara lain, PBB hanya meraih 2,62%Lalu, PPP (8,15%); PPNUI (0,79%);  PKS (7,34%) dan PBR (2,44%).

Tetapi jika perolehan suara partai-partai Islam itu dijumlahkan, maka total meraih 21,23%Hanya kalah tipis dari Golkar dan cukup signifikan di atas PDIPJika kelima partai itu bersatu dalam satu partai, maka partai Islam tampil sebagai pemenang kedua dalam Pemilu 2004 lalu

Mari kita lihat perolehan PAN dalam Pemilu 2004 adalah 6,44%Kemudian PKB (10,57%)Kedua partai ini meraih 17,01%Tak bisa disangkal bahwa basis pemilih kedua partai ini mayoritas adalah umat IslamJika suara kedua partai ini digabungkan dengan perolehan partai-partai Islam, akan muncul angka 38,214%.  Tak ayal, jika bergabung dalam satu partai, partai Islam menjadi pemenang Pemilu 2004 silamPengandaian ini tak menafikan bahwa ada umat Islam yang memilih Golkar dan PDIP serta partai-partai lainnya

Jika dilihat dari peta politik Pemilu 2009 lalu, hasil pengandaian Pemilu 2004 lalu pun terkonfirmasikanJika perolehan suara PKS (7,88%) digabung dengan PAN (6,01%), lalu PPP (5,32%) dan PKB (4,94%), maka total mencapai 24,15%, jauh di atas suara Partai Demokrat yang hanya 20,85%Bahkan, Partai Golkar hanya 14,45% dan PDI P pun cuma 14,03%

Sesungguhnya pemilih Musim di Indonesia semakin moderatJika kita tilik lebih 50 tahun sejak Pemilu 1955 lalu, telah terjadi perubahan yang signifikanTelah terjadi moderasi, pluralisasi, bahkan demokratisasi di kalangan pemilih MuslimBahkan, di kalangan Muslim yang taat beribadah sekalipun, ternyata aneka partai Islam yang kerap memainkan sentimen politik Islam di dunia publik semakin tidak populer

Figur Susilo “SBY” Bambang Yudhoyono masih lebih memikat dibanding Yusril Ihza Mahendra, Amien Rais dan Hamzah Haz pada Pemilu-Pemilu laluNamun jika Partai Islam hanya satu, dan dengan begitu calonnya hanya satu pula, peluang untuk menang dalam Pilpres sangat terbuka. 

Masyarakat Islam yang oleh para pakar disebut sebagian adalah Islam politik, yakni yang melihat hubungan politik dan Islam seharusnya tak hanya dalam bentuk formalistik saja, yakni adanya partai IslamMelainkan secara substansialistik yang mementingkan isiBukan hanya kulitnya Islam, tapi isinya tidak Islam

Substansialisitik Islam tentu saja tak sebatas jilbab, pembangunan masjid dan sejenisnyaTetapi apa yang juga menjadi kebutuhan dasar manusia dan kemanusiaan, hatta dapat dinikmati oleh umat Islam dan bahkan yang non-Muslim sekalipun secara bersama-samaSudah seharusnya partai Islam, jika hendak dipertahankan juga, dan seyogianya melebur dalam satu partai, harus all out dengan tema kesejahteraan bagi rakyat, karena toh mayoritas warga republic ini adalah beragama Islam

Dewasa ini banyak sekali para pemilih pemula dan mahasiswa, termasuk para sarjana yang beragama Islam yang meraih S1, S2 dan S3 yang dengan cenderung bersikap moderasi, pluralitas dan demokratRealitas ini mengharuskan partai Islam juga harus moderat, plural dan demokrat dalam visi misi, flatform dan programnya.

Otomatis pula masalah penegakan HAM, pembasmian korupsi, pembukaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan dan pendidikan  menjadi tema utama kampanyeTermasuk juga memperjuangkan hak-hak kaum minoritas, tanpa diskriminasiJika memodifikasi istilah Cak Nur di tahun 1990-an, kelak siapapun akan menganggap partai Islam akan bagai udara yang dibikin Tuhan gratis karena memang penting dan dibutuhkan semua orang. 

Saya membayangkan, salah satu program utama partai Islam yang hanya satu itu adalah menjamin hak hidup, baik secara sosial, politik, ekonomi, agama dan dan kebudayaan kalangan non-MuslimJangankan pemeluk Muslim, yang non-Muslim pun tidak merasa terusik dengan eksistensi partai Islam, bahkan merasa terlindungi dan dapat bermasyarakat dan berbangsa dengan bebas.

Jika mimpi-mimpi itu mewujud, saya yakin partai Islam akan unggul dalam PemiluMisalnya, tentang pemberantasan korupsi dan anti suap dalam penetuan jabatan yang justru sangat substansial dalam IslamSaya kira publik akan melihat seberapa jauh partai Islam, yang masih bertahan, menjadikan Islam substansi menjadi tema kampanye, flatform dan program kerjaBukan Islam formalistik belakaJika tidak, maka jalan yang ditempuh PKS menarik juga sebagai alternatif, walau harus bersaing dengan Golkar, Partai Demokrat dan PDIP(***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sekapur Sirih untuk Double A


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler