Partai Pendukung Pemerintah Diprediksi Menang Voting RUU Pemilu

Sabtu, 15 Juli 2017 – 06:41 WIB
Mendagri Tjahjo Kumolo dan Direktur Dalam Negeri Ditjen Polpum Kemendagri, Bahtiar, saat rapat Pansus RUU Pemilu. Foto: Istimewa for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Peluang partai pendukung pemerintah menang dalam voting RUU Pemilu di rapat paripurna pada 20 Juli mendatang terbuka lebar.

Paket A dalam lima isu krusial pun akan menjadi pilihan jika mereka betul meraih suara terbanyak nanti.

BACA JUGA: Mendagri: Tidak Elok Berkoalisi tapi Menikam dari Belakang

Kuatnya posisi partai pendukung pemerintah itu bisa dilihat dari sikap fraksi dalam menentukan pilihan paket lima isu krusial.

PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura, dan PPP kompak memilih paket A. Isinya, presidential threshold 20–25 persen, parliamentary threshold 4 persen, sistem pemilu terbuka, alokasi kursi per dapil 3–10, dan sistem konversi suara sainte-lague murni.

BACA JUGA: PDIP Paling Ngotot Presidential Threshold 20-25 Persen

PKB tetap mengusulkan ambang batas presiden 10–15 persen. Namun, partai yang diketuai Muhaimin Iskandar itu juga bisa menerima ambang batas presiden 20–25 persen dengan syarat alokasi suara per dapil 3–8 dan sistem konversi suara menggunakan sainte-lague murni.

Jadi, hanya alokasi suara yang berbeda. Sebaliknya, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PKS, dan PAN masih kukuh tidak mau mendukung paket A.

BACA JUGA: Pramono: Pak Jokowi Memantau Polemik RUU Pemilu

Anggota Pansus RUU Pemilu Rambe Kamarul Zaman menyatakan, dalam rapat pengambilan keputusan tingkat pertama pada Kamis (13/7), sudah bisa dilihat posisi fraksi dalam pembahasan UU Pemilu baru.

Posisi partai pendukung pemerintah semakin kuat. Jika dilakukan voting pada pertemuan tersebut, sudah bisa diketahui hasilnya. ”Kami tetap mengedepankan musyawarah mufakat,” jelas politikus Partai Golkar itu.

Dia menawarkan kepada Partai Gerindra, Partai Demokrat, PKS, dan PAN untuk bisa menerima opsi paket A. Namun, dia tetap menghargai pendirian dan keputusan fraksi yang belum mau mendukung opsi yang juga menjadi pilihan pemerintah itu.

”Masih ada waktu untuk melakukan lobi-lobi,” terang dia. Menurut dia, pembicaraan bisa dilakukan di luar karena sudah tidak ada lagi rapat pansus. Jika tidak bisa selesai lewat musyawarah, lima isu krusial itu akan dibawa ke rapat paripurna.

Johnny G. Plate, anggota pansus dari Fraksi Partai Nasdem, mengatakan bahwa pihaknya mengajak semua fraksi untuk melakukan musyawarah mufakat.

Menurut dia, voting menjadi pilihan terakhir jika musyawarah tidak bisa ditempuh. ”Kami siap mengikuti pemungutan suara secara terbuka di paripurna,” ucap legislator asal NTT itu.

Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan, jika musyawarah tidak bisa dilakukan, fraksinya juga siap mengikuti voting.

”Masih ada kesempatan musyawarah sebelum voting,” ucap dia saat dihubungi Jawa Pos kemarin. Pihaknya akan tunduk terhadap apa pun yang nanti diputuskan dalam rapat paripurna.

Dia menilai, dalam pengambilan keputusan lima isu krusial, pemerintah terlalu memaksakan kehendaknya dengan syarat minimal perolehan suara parpol untuk mencalonkan presiden di angka 20–25 persen.

Menurut ketua DPP Partai Gerindra itu, dengan ambang batas yang cukup tinggi, pemerintah ingin tidak ada banyak calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019. Tentu hal tersebut membatasi partai lain untuk mengusung calon.

Karena itu, lanjut dia, muncul anggapan bahwa pemerintah ingin pemilu depan hanya ada satu calon atau calon tunggal, yaitu Joko Widodo.

Sementara itu, pihak istana masih yakin RUU Pemilu bisa segera diselesaikan DPR. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkapkan, presiden terus memantau perkembangan RUU Pemilu yang sedang dibahas di DPR.

’’Memang mundur dari target, tapi melihat secara keseluruhan, waktunya masih sangat cukup,’’ terangnya di Istana Bogor kemarin (14/7). Dia yakin sidang paripurna DPR pada 20 Juli akan menjawab semuanya.

Yang jelas, lanjut pramono, pemerintah berharap DPR benar-benar memperhatikan substansi RUU tersebut. Visi pemerintah sejak awal adalah membuat produk UU Pemilu yang bersifat jangka panjang.

Tidak lagi untuk kepentingan politik jangka pendek. Itu berkaitan dengan pembangunan konstitusi Indonesia yang mulai diarahkan untuk jangka panjang. (lum/byu/c10/fat)

Peta Kekuatan Partai di RUU Pemilu

Partai Golkar - Paket A

PDIP - Paket A

Partai Nasdem - Paket A

Partai Hanura - Paket A

PPP - Paket A

PKB - Belum pilih paket, memilih PT 10–15 persen, tapi bisa menerima PT 20–25 persen

PKS - Belum pilih paket, minta dibawa ke paripurna. Sempat condong ke PT 10–15 persen

PAN - Belum pilih paket, minta dibawa ke paripurna. Sebelumnya PT 10–15 persen

Partai Gerindra - Belum pilih paket, minta dibawa ke paripurna. Sebelumnya PT 0 persen

Partai Demokrat - Belum pilih paket, minta dibawa ke paripurna. Sebelumnya PT 0 persen

Paket A: Presidential threshold (PT) 20–25 persen, parliamentary threshold 4 persen, sistem pemilu terbuka, alokasi kursi per dapil 3–10, dan sistem konversi suara sainte lague murni.

Sumber: Reportase Jawa Pos

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gerindra dan Demokrat Belum Bersikap soal Lima Paket Isu Krusial


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler