Pasal Makar Perlu Direvisi

Selasa, 02 November 2010 – 08:30 WIB
JAYAPURA - Aktivis LSM yang biasa mengadvokasi kasus-kasus makar di Papua, Johanis Maturbongs mengajurkan agar pasal-pasal makar perlu dipertimbangkan atau direvisi kembali isinya, sebab jika pasal-pasal makar tersebut dikenakan, maka orang-orang yang melakukan unjuk rasa atau aksi yang  mengkritis pemerintah, terutama aksi yang bersifat  menuntut kebebasan dalam hal demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) juga bisa dianggap makar.

Menurut Maturbongs, menyampaikan aspirasi dalam ruang demokrasi sangat penting, karena setiap manusia mempunyai hak untuk menyampaiakan pendapat di muka umum

"Menyampaikan pendapat atau aspirasi di muka umum merupakan bagian yang tak di terpisahkan dari hak-hak politik yang mendasar," ujarnya ketika menjadi panelis dalam dalam peluncuran dan bedah buku International Parliamentarian For West Papua (IPWP) dan Peradilan Makar, buku yang ditulis oleh Sendius Wonda dan Markus Haluk, di aula Sekolah Tinggi Theologia IZ

BACA JUGA: MRP Desak UU Otsus Papua Direvisi

Kijne Abepura, Senin (1/11).

Dikatakan, dari berbagai kasus yang pernah ditanganinya, para aktivis yang menutut demokrasi, kesamaan dalam hukum, menuntut keadilan dari negara bahkan masyarakat sipil pun tidak tahu menahu dalam berbagai aksi protes terhadap negara atau pemerintah itu kemudian ditetapkan sebagai tersangka dengan dikenakan pasal makar.

Ia mencontohkan, seperti kasus Buchtar Tabuni, Sebbi Sambom, Philep Karma dan beberapa tersangka lainnya yang hanya menggelar ujuk rasa dengan membawa spanduk yang bertulisakan protes yang sifatnya aspirasi hak politik, langsung dikenakan sebagai tersangka dan dijerat dengan pasal makar, padahal mereka sedang menyampaikan aspirasi politik


"Penyidik maupun jaksa perlu mencermati lagi apa isi pasal makar yang tercantum dalam KUHP karena pasal makar yang tercantum tersebut merupakan bawaan dari hukum belanda yang dipakai pada saat menjajah di Indonesia

BACA JUGA: JK: Dua Bulan Rumah Tuntas

Pasal makar waktu itu hanya dikenakan bagi para pejuang yang melakukan aksi melawan penjajah," katanya.

Setiap putusan hukuman makar ini juga selalu menunggu amar putusan dari Kejaksaan Agung, padahal Kejaksaan Agung tidak tahu menahu apa sebenarnya yang disampaikan oleh para tersangka ini yang terkait dengan apsirasi hak politik mereka


Dalam diktum (a) Undang-udanng no

BACA JUGA: Demo Bayaran Warnai Aksi Dukung SBY

9 tahun 1998 disebutkan bahwa menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin dalam undang-undang dasar (UUD) 1945 dan deklarasi universal  hak asasi manusia

"Hal ini sudah tercantum sangat jelas, tetapi apabila ada aspirasi politik, hak yang sifatnya hak asasi manusia ini dikenakan pasal makar lagiHal seperti ini sangat dilematis dan sangat membunuh karakter setiap warga negara di negara Indonesia," ujarnya lagi

Dalam peluncuran buku ini, juga dihadiri oleh para akademisi, LSM, praktisi hukum, anggota legislatitifPada kesempatan ini Johanis Maturbongs mengharapkan kepada Kakanwil Hukum dan HAM Papua, Nazarudin Bunas,SH,MH dan juga Ketua Komisi A DPR Papua, Ruben Magai, S.IP yang turut hadir mengikuti kegiatan peluncuran buku tersebut  agar bisa memberikan masukan kepada kepala Kejaksaan Tinggi Papua, kepada Mahkamah Agung agar melihat masalah ini lebih cermat lagi.

Sementara itu, penulis buku IPWP dan Peradilan Makar, Markus Haluk mengatakan, buku yang ditulisnya bersama Sendius Wonda merupakan catatan  ungkapan langsung dari para  tersangka kasus makar, dan juga beberapa pengalaman hidup yang dialami oleh mereka dan beberapa orang masyarakat Papua lainnya yang  mengalami stigma pasal makar

Pada kesempatan ini juga dilakukan siaran pers oleh beberapa aktivis HAM, seperti, Mako Tabuni, Sebby Sambom, menghimbau kepada masyarakat Papua agar berkabung menyambut kedatangan Presiden Amerika Serikat, Barac Obama ke Indonesia yang rencananya dilakukan pada 9-10 November mendatang.(ben/fud)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan Emosional Distribusikan Bantuan!


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler