jpnn.com - SURABAYA – Pasar ban di Indonesia mulai mengalami perbaikan permintaan. Pada triwulan ketiga ini, pasar industri ban mampu tumbuh 8–11 persen.
Ketua Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) Azis Pane menyatakan, pertumbuhan pasar disebabkan mobil-mobil keluaran 2013, maupun tahun sebelumnya, memasuki masa ganti ban.
BACA JUGA: Ini Syarat Utama Target Penjualan Honda Tercapai
Pada tahun itu, pasar mobil sedang meroket karena rilis mobil-mobil low cost green car (LCGC).
Azis memprediksi peningkatan permintaan ban bertahan hingga triwulan pertama tahun depan.
BACA JUGA: PHK Marak, Penjualan Motor Roda 3 Melesat
Peningkatan permintaan pasar domestik tersebut mampu menopang penjualan ban di tengah lesunya pasar ekspor ban.
’’Pertumbuhan pasar ekspor yang bagus sementara ini adalah Amerika Serikat. Eropa stagnan, sedangkan Timur Tengah justru turun lantaran mereka menaikkan bea masuk,’’ terang Azis.
BACA JUGA: Pertamina-Rosneft Setor Rp 5,2 Triliun
Beberapa negara Timur Tengah seperti Yordania, Yaman, Turki, dan Mesir memang menaikkan bea masuk dari lima menjadi 30 persen.
Akibatnya, pasar ekspor mengalami penurunan 10–15 persen.
Karena itu, asosiasi meminta bantuan perwakilan pemerintah di luar negeri untuk aktif mencari pasar baru bagi industri ban dalam negeri.
Total kapasitas produksi industri ban di Indonesia mencapai 80 juta ton. Sementara itu, utilitasnya hanya mencapai 47 juta ton.
Dari angka tersebut, sebanyak 70 persen penjualan ditopang ekspor, domestik (20 persen), dan pabrik perakitan otomotif (10 persen).
Menurut Azis, selama ini 62 persen bahan baku ban mengandalkan impor. Untuk menekan biaya produksi, industri ban meminta pemerintah segera menurunkan harga gas.
Sebab, tidak hanya menjadi bahan bakar di industri itu, gas juga menjadi bahan baku pendukung industri ban.
’’Beberapa bahan baku yang masih menggunakan gas antara lain carbon black, karet sintetis, maupun karet kimiawi. Kontribusi bahan baku tersebut besar sekali terhadap total bahan baku. Sebab, kontribusi karet alam sebenarnya hanya 25 persen dari total bahan baku,’’ imbuhnya.
Dia menyatakan, jenis bahan baku itu selama ini masih mengandalkan impor karena minimnya pasokan dalam negeri dan mahalnya harga gas.
Bahan baku berkontribusi 45 persen terhadap total biaya produksi. Sementara itu, komponen energi berkontribusi lima persen.
’’Jika dapat turun, harga gas akan merangsang pertumbuhan industri ban lantaran harga kompetitif. Selain itu, harga gas dapat mendorong tumbuhnya industri bahan baku pendukung ban dan dapat mengurangi impor bahan baku,’’ terang Azis.
Pihaknya meminta pemerintah bisa mempercepat pelaksanaan penurunan gas industri seharga USD 3–USD 4 per mmbtu pada November. (vir/c22/noe/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Begini 2 Cara Populerkan Istilah-istilah Syariah
Redaktur : Tim Redaksi