jpnn.com - HARPODO dan Niken Yustika adalah suami istrianggota rescuer yang berdinas di Kansar Surabaya. Harpodo menjadi rescuer, sedangkan Niken sebagai rescuer perawat.
Di masa pencarian korban pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh pada 28 Desember 2014, keduanya sibuk sekali.
------------
Laporan Suryo Eko Prasetyo, Surabaya
------------
’’Tapi, sesibuk apa pun pasti tetap menyenangkan. Sebab, saya dan istri bisa bersama,’’ tutur Harpodo. Kebersamaan memang menjadi barang langka pada awal-awal pernikahan mereka. Sebelum bergabung dengan Basarnas pada 2008, pasangan itu sangat jarang kumpul bersama.
BACA JUGA: Orang-orang Pigmi di NTT yang Hampir Punah, Miskin, dan Terpinggirkan
Berprofesi sebagai kapten kapal, Harpodo kerap meninggalkan sang istri hingga berbulan-bulan. Di dunia kapal, memang jam kerjanya seperti itu. Dua puluh hingga 30 hari kerja, baru sepuluh hari off.
BACA JUGA: 10 Perempuan Ini Dilatih Kemiliteran tapi Tetap Harus Pintar Berdandan
Namun, waktu sepuluh hari tetap terasa singkat untuk dipakai pulang. Juga, ketika menjadi kapten kapal asing, tentu ada biaya tambahan yang besar untuk pulang. ’’Jadi bisa baru kumpul dua-tiga bulan sekali,’’ jelas Harpodo.
Harpodo pernah mengemudikan sejumlah kapal berbobot ribuan ton. Misalnya, kapal tanker minyak Pertamina dan kapal kontainer atau kapal peti kemas milik beberapa perusahaan kargo.
BACA JUGA: Kisah Sukses Pengusaha Tiwul: Yosea Suryo Widodo
’’Gaji menakhodai kapal Singapura bisa sampai USD 5.000 (berkisar Rp 50 juta) per bulan. Tapi, sekali layar bisa menghabiskan waktu sampai delapan bulan,’’ kenang lulusan Ahli Nautika Tingkat III Akademi Maritim Nasional Indonesia di Semarang tersebut.
Itu tentu membuat pria 36 tahun tersebut pusing. Apalagi pada 2007 dia melepas masa lajang dengan menikahi Niken. ’’Bagaimanapun, ketika sudah berkeluarga, yang diharapkan adalah sering kumpul,’’ ucapnya.
Niken juga bekerja. Awalnya dia berprofesi sebagai perawat fisioterapi di RS Stroke Center Jakarta. Tapi, kesibukan kerja tetap tidak bisa mengalahkan kerinduannya pada suami.
Lantaran tak tahan harus berjauhan lama, Harpodo mengalah. Dia memutuskan keluar dari perusahaannya dan melamar ke Basarnas pada 2008.
’’Skill saya sebenarnya bisa dipakai untuk menakhodai kapal bea cukai atau kegiatan kesyahbandaran. Saya mendaftar ke Basarnas karena di sana sedang butuh nakhoda,’’ kata dia.
Begitu lolos seleksi, pria dengan banyak bekas luka patah tulang tersebut ditempatkan di Kansar Semarang. Tidak sampai setahun, pada akhir 2008 Harpodo dimutasi ke Kansar Surabaya.
’’Mengabdi di Basarnas menyelamatkan banyak orang,’’ ujar Harpodo tentang alasannya bergabung dengan Basarnas. ’’Tak masalah meski gaji lebih kecil,’’ imbuhnya.
Sejak saat itu dia mengawaki beberapa RB (rescue boat, kapal penyelamat) yang bersandar di Pelabuhan Tanjung Perak. Antara lain, RB 204 dan RB 225. Tidak ingin berjauhan, Niken menyusul suami ke Jatim. Dia sempat berkarir sebagai perawat di RS Mitra Keluarga Darmo dan Mitra Keluarga Sidoarjo.
’’Kebetulan, Kansar Surabaya 2009 membuka lowongan tenaga medis. Jadilah kami mengabdi sekantor,’’ timpal Niken. Itulah yang membuat mereka bahagia.
Dalam MFR (Medical First Responder), perempuan kelahiran Tangerang, 6 September 1985, tersebut memberikan beberapa materi terkait dengan tindakan medis berupa cedera alat gerak.
Materi itu sudah dia terapkan dalam berbagai tindakan penyelamatan korban bencana. Misalnya, saat menangani korban banjir Sungai Bengawan Solo dan korban letusan Gunung Kelud. ’’Saya dan Mas Harpodo saling melengkapi,’’ tutur perempuan yang punya dua anak tersebut.
Selama evakuasi korban AirAsia QZ8501, pasangan itu turut terlibat. Sebenarnya mulai Januari 2015 Harpodo ditugasi menakhodai kapal negara (KN) 101 Purworejo. Kapal itu berlayar dari Teluk Kumai, Kab Waringin Barat, lokasi operasi di Selat Karimata.
Tugasnya mencari dan mengevakuasi jenazah penumpang. ’’Akhir bulan ini saya menggantikan nakhoda KN Purworejo setelah sebulan bertugas,’’ lanjut satu-satunya nakhoda di Kansar Surabaya tersebut.
Niken tidak kalah sibuk. Keterbatasan tenaga administrasi membuat dia dikaryakan sebagai juru keuangan Kansar Surabaya. Di kantor itu, dia mengurusi berbagai aktivitas keuangan masuk dan keluar. Apalagi Kansar Surabaya juga membina tiga unsur kesatuan. Yakni, dua di Pos SAR Jember dan Trenggalek serta armada RB di Pelabuhan Tanjung Perak.
Dua pasangan rescuer lain di Kansar Surabaya adalah Nur Hadi Santoso-Dwi Yekti Amumpuni dan Novan Ardiansyah-Andina Elisa Putri. Nur Hadi merupakan satu-satunya personel Basarnas Special Group (BSG) yang berkantor di Kansar Surabaya.
Yekti, sang istri, merupakan analis hukum SAR. Tiga personel BSG di Jatim disebar. Masing-masing seorang di RB 225 Tanjung Perak, Pos SAR Jember, dan Pos SAR Trenggalek.
BSG dibentuk Kepala Basarnas era Komandan Korps Marinir Letjen TNI Mar Alfan Baharudin (Agustus 2012–Maret 2014). BSG merupakan pasukan khusus atau tim elite Basarnas. Dikatakan pasukan khusus karena rescuer memiliki kemampuan trimatra di darat, laut, dan udara.
Sementara itu, pasangan rescuer Novan-Andina saling melengkapi. Masing-masing bertugas sebagai kepala gudang peralatan SAR dan operator komunikasi.
’’Kami lebih banyak mobile ke daerah-daerah saat terjadi bencana,’’ ujar rescuer senior yang juga mantan humas Kansar Surabaya, Asnawi Suroso. (*/c7/ayi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lulusan SD jadi Juragan Antena, Kini Punya 13 Rumah
Redaktur : Tim Redaksi