BANYUWANGI - Pawai Budaya memang bisa menjadi tontonan yang menarikTetapi, bagaimana jika pawai budaya seperti ini digelar di kota kecil, bahkan sempat melitas di tengah sawah? Sejumlah peserta pawai Pelangi Budaya yang diselenggarakan di Desa Blimbingsari, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi mengeluh dengan sumpah serapah
BACA JUGA: Petani dan Nelayan Malang Ikut Jamsostek
Disamping pawai itu sepi penonton, jalur yang dilalui pun terasa panjang"Kalau di kota, 3,5 kilometer terasa pendek, karena penontonnya banyak
BACA JUGA: Mabuk, Cucu Tusuk Kakek dengan Sajam
Kalau ini, sudah dikampung, masih melalui jalur tengah sawah lagi," keluh Wiwied, salah seorang peserta pawai itu.Pantauan Wartawan Radar Banyuwangi, di sepanjang jalan Desa Blimbingsari menuju Lapter, ada tujuh tenda yang mempertontonkan tradisi Banyuwangi
Memasuki pintu gerbang lapter, seluruh warga harus memarkir kendaraannya di luar areal lapter
BACA JUGA: Hari ini, Denpasar Vaksin Rabies Massal
Dan mereka harus berjalan kaki menuju lokasi start.Sementara itu, penonton ada yang memilih berteduh di tendaAda juga yang berteduh di bagasi bus pariwisata, hingga ada warga yang membawa payung.
Saking panasnya, petugas beberapa kali menyiram sekitar tenda di halaman terminal penumpang lapter sebelum acara dimulaiSetelah peserta pawai menunggu cukup lama, tepat pukul 13.00 akhirnya pawai dimulaiPembukaan pawai dimeriahkan oleh penampilan sendratari Sayu Wiwit.
Ketut Partama, Ketua Kontingen dari Kabupaten Jembrana mengeluhkan jauhnya jarak pawai budaya kali iniMenurutnya, jarak yang harus ditempuh oleh seluruh peserta pawai sangat jauhDari start hingga finishm jaraknya sekitar 3,5 kilometer''Kasihan para peserta, sudah panas jalannya jauh sekali,'' keluhnya.
Ketut menambahkan, tidak hanya peserta yang merasa kelelahanPara penata riasnya juga lelah sekaliKarena, penata rias harus mengikuti peserta bila sewaktu - waktu make up peserta luntur di jalan''Kalau di Jembrana, jarak tempuh pawai itu biasanya hanya 1,5 kilometer,'' katanya.
Beberapa peserta pawai juga mengeluhkan kondisi tersebutYuni, salah satu penari mengatakan, jarak yang ditempuh dalam pawai tersebut sangat jauh''Kalau di kota, meski cukup jauh tidak terasa, karena banyak yang menontonKalau di sini terasa melelahkanApalagi pas di tengah sawah tidak ada penontonnya,'' katanya ditemui di garis finish.
Peserta dari Kabupaten Kediri, Ningrum justru mengaku tidak ada masalah dengan pawai di dekat Lapter''Tujuannya jelas, untuk mempromosikan Lapter yang dimiliki Banyuwangi kepada masyarakat,'' katanya Ningrum.
Selama pawai, banyak peserta yang duduk di tengah jalan karena sepi penontonSaking panasnya, mereka berteduh di selendang teman - temannyaSetibanya di garis di lapangan Watukebo, kondisinya sangat kontrasLapangan tersebut penuh sesak dengan penontonTidak hanya penonton dari Kecamatan Rogojampi dan sekitarnyaPara penonton dari Kecamatan Banyuwangi juga terkonsentrasi di lokasi finish tersebut.
Vitha, penonton asal Kecamatan Banyuwangi menyesalkan adanya pawai yang ada di lapter Blimbingsari''Awalnya sudah tidak mau melihat, tapi anak saya merengek minta nonton pawaiYa berangkat saja padahal jauh,'' katanya.
Ditemui terpisah, Bupati Ratna Ani Lestari mengatakan bahwa pawai Pelangi Budaya ini sekaligus untuk deklarasi nama lapterHal itu sudah ada dalam Peraturan Bupati nomor 61 tahun 2009 tentang nama bandar udara di BanyuwangiDalam pasal 2 disebutkan penetapan bandar udara dengan nama Sayuwiwit''Nama merupakan persyaratan Sertifikasi Operasional Bandara (SOP),'' katanya.
Bupati Ratna mengatakan, puncak acara yang diselenggarakan di lapter ini tidak menganggu aktivitas yang ada di lapterKarena podium dan lainnya berada di luar areal runway''Tidak benar, kalau saya ditegur Departemen PerhubunganKalau di areal runway, memang tidak boleh,'' katanya.
Sementara itu, jalur Desa Rogojampi-Desa Blimbingsari macet selama 3,5 jam kemarin soreKemacetan hingga membuat kendaraan roda dua dan mobil menumpuk saat digelar pawai Harjaba.
Pusat kemacetan berada di jalan persimpangan antara Desa Watukebo dan Desa BlimbingsariAntrean kendaraan yang macet, panjangnya hingga mencapai satu kilometerPetugas kepolisian dan petugas Dinas Perhubungan tampak kewalahan mengatasi kendaraan yang ingin saling mendahului.
Kemacetan mulai terjadi sekitar pukul 14.30Akhirnya, jalan berangsur normal sekitar pukul 17.00Jalan persimpangan yang menjadi pertemuan dari tiga jalur ini, sama-sama dipadati oleh kendaraan roda dua dan empat"Tolong jalannya gantian, biar bisa jalan," kata Bripka Suprapto, petugas Polsek Cluring yang ikut membantu mengatur arus lalu lintas.
Meski petugas sudah mengingatkan agar kendaraan bisa bergantian, tapi rupanya para pengendara motor dan mobil tidak mau mendengarMereka terus merangsek maju hingga akhirnya sama-sama tidak bisa jalan"Waduh, kita nggak bisa lihat acaranya dong," kata beberapa warga yang datang dari arah Desa Rogojampi.
Sekadar diketahui, tiga jalur bertemu di jalan persimpangan pohon beringi Desa WatukeboDari arah barat merupakan jalur araah Desa RogojampiDari arah utara dari Desa Blimbingsari, sedang dari arah selatan dari Desa WatukeboKetiga jalur ini sama-sama dipadati kendaraan dan menumpuk di pertigaan pohon beringin.
Dari arah Rogojampi, sebagian besar warga yang ingin melihat atau akan menjemput anaknya yang ikut acara pawai budayaSedang dari arah Blimbingsari, rombongan peserta pawai budaya dan keluarganya yang banyak naik motor dan mobil.
Sedang kendaraan roda dua dan empat yang datang dari arah Desa Watukebo, kebanyakan rombongan yang baru ikut acara di Lapter BlimbingsariMereka ingin lewat jalur alternatif, tapi malah terjebak dalam kemacetan.(lla/aj/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BHP Tak Sepenuhnya Untungkan Kampus
Redaktur : Auri Jaya