jpnn.com - JAKARTA - Rencana Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan menghapus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sekaligus standar Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), cukup serius.
Ferry sudah berancang-ancang melapor secara resmi pada presiden lewat surat, terkait rencana tersebut.
BACA JUGA: Subsidi Elpiji 3 Kg Ditambah, Pastikan Harga tak Berubah
"Termasuk, dalam kesempatan sidang kabinet terdekat, saya juga akan minta waktu menyampaikan hal ini," tutur Ferry Mursyidan di kantor kementerian ATR/BPN, Jakarta, kemarin (2/2).
Dia memiliki optimisme terobosan yang diambil kementeriannya tersebut akan bisa dilaksanakan. Pasalnya, baik penghapusan PBB maupun NJOP, sama-sama memiliki semangat untuk menghadirkan negara melindungi warganya.
BACA JUGA: Harga BBM Lebih Murah di Malaysia, Ini Alasan Pertamina
Selain akan menyederhanakan hal-hal yang berkaitan dengan proses agraria, penghapusan dua hal tersebut juga akan bermanfaat memberikan kepastian. Tidak akan ada lagi spekulasi atas harga tanah, tidak ada pula warga negara yang merasa terusir dari tempat tinggal karena beban yang diberikan negara.
"Kalau tidak halangan, mudah-mudahan (kebijakan) ini sudah bisa diterapkan 2016, tapi itu paling cepat," katanya.
BACA JUGA: Suntikan Dana ke BUMN Fantastis, DPR Pilih Kritis
Khusus untuk konteks penghapusan PBB, dia kembali menjelaskan kalau kebijakan tersebut berawal untuk menjawab kerisauan warga yang berada di daerah perkotaan. Khususnya, mereka yang relatif berada di daerah premium (elit), namun tidak memiliki pendapatan berlebih.
Karena, lanjut dia, tidak cukup punya kemampuan membayar PBB dengan nilai yang tinggi, mereka menjadi seakan terusir secara alamiah.
"Dengan menghapus PBB sekaligus memuncul nasionalisme secara jangka panjang. Bahwa, negeri ini bukan hanya milik orang kaya, orang yang tidak kaya pun berhak," tegas mantan ketua umum PB HMI itu.
Sedangkan terkait penghilangan NJOP, dia memaparkan, kalau hal tersebut akan sekaligus mengerem kapitalisasi harga tanah. Sebagai gantinya, akan diterapkan Zona Nilai Tanah (ZNT) yang dikeluarkan BPN.
Secara garis besar, ZNT memiliki variabel yang lebih jelas dibanding NJOP. Sebab, sistem tersebut juga mengacu pada konsep tata ruang. Misalnya, semakin baik akses dan fasilitas yang telah terbangun di sekitar lokasi tanah, maka standar harga juga otomatis akan lebih tinggi.
"Zona ini akan menjadi batas atas harga, para makelar tidak boleh coba-coba memainkan harga di atas ZNT," imbuhnya."
Dia kemudian mengajak berkaca pada proses yang ada selama ini. Yaitu, ketika dalam setiap proses jual beli agraria, NJOP relatif hanya menjadi patokan bawah. "Ini kan menjadi tidak ada kepastian, harga bisa dimainkan seenaknya, hak masyarakat lagi yang tentu dirugikan," tandasnya.
Salah satu dampak jika kebijakan penghapusan, terutama PBB, diterapkan adalah potensi pendapatan dari pajak bisa berkurang.
"Nanti tentu kita koordinasi dengan kementerian keuangan terkait hal ini, tapi yakin lah ini semua juga untuk kepnetingan luas publik," kata Ferry.
Terkait rencana kebijakan itu, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyatakan kalau kementeriannya tidak terlampau mempermasalahkan. Khusus mengenai potensi pengurangan penerimaan negara, dia menyatakan, terobosan itu tidak akan berdampak besar.
Apalagi, imbuh dia, PBB selama ini juga sudah masuk pengelolaan pemerintah daerah. "Oke-oke saja kalau diterapkan, tapi kita kaji dulu lebih dalam rencana ini, tapi intinya nggak masalah," kata Mardiasmo. (dyn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wacana Penghapusan PBB dan NJOP, REI: Masih Prematur
Redaktur : Tim Redaksi