Pecahan Granat Tertanam di Tubuh, Kuat Renang 300 M

Sabtu, 05 Desember 2009 – 05:26 WIB
Des Alwi Abubakar berpose di depan lukisan Srihadi Soedarsono yang secara khusus diberikan kepadanya. (Foto: Agung Putu Iskandar/JawaPos)

Usia pelaku sejarah Des Alwi sudah merambah 80-anTapi, kemampuan fisiknya masih prima

BACA JUGA: In Memoriam Ucok AKA, Rocker Legendaris nan Nyentrik

Begitu pula ingatannya
Tetap tajam

BACA JUGA: 17 Kali Gelar Perkara, Bukukan True Story Gerakan Sergap Buronan

Kebiasaan makan dan olahraga berperan dalam membangun kebugarannya.

--------------------------------------------
AGUNG PUTU I - Jakarta
-------------------------------------------

Usia Des Alwi genap 83 tahun
Tapi, soal makanan, lelaki kelahiran Banda Naira pada 1926 itu seperti tanpa pantangan

BACA JUGA: Sehari Habis 3 Kilogram Beras, Ukuran Sepatu 64

Saat ditemui di kediamannya di kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan, Kamis (3/12), misalnyaSejumlah suguhan untuk Des dibeber di atas meja di ruangan depan kamarnyaAda halua kenari, jeruk, dan es jus apel dalam gelas besar.

Padahal, tidak semua makanan itu bagus untuk orang seusia Des AlwiHalua kenari, contohnyaMakanan khas Banda itu didominasi gulaBentuknya kotak dengan campuran kenariKenari itu pun seperti hanya ditempelkan dalam adonan gulaPorsi gula lebih banyak daripada kenariHalua kenari itu mirip ampyang untuk orang JawaYakni, kacang yang ditempel dalam adonan gula.

Meski sarat gula, Des seperti tak acuhKamis sore itu, dia meraup halua kenari dan menaruhnya bertumpuk-tumpuk di atas meja ruang tengah rumahnyaAda sekitar empat kotak halua kenari menemani aktivitasnya"Saya tidak punya pantangan makanan," tegas lelaki berhidung mancung itu.

Tidak takut diabetes" Des terkekehDia menyatakan, gula yang digunakan dalam jajan khas Bangka itu bukan gula biasaGula tersebut merupakan hasil sadapan aren"Ini gula arenManisnya asli dari tumbuhan," ungkap mantan atase pers dan kebudayaan KBRI Australia serta Filipina tersebut.

Lagi pula, tidak ada penyakit degeneratif yang ngendon di tubuh subur kakek yang tinggal bersama dua cucunya di Permata Hijau ituKolesterol, asam urat, dan diabetes" "Semua normal," tegas teman dekat almarhum pejuang 10 November 1945 Roeslan Abdulgani tersebut.

Bahkan, Des tak takut makan sate, baik sate kambing maupun ayamDia lantas menyebut salah satu penjual sate langganannya di kawasan Jalan Panglima Sudirman, SurabayaTiap kali bertandang ke kota tempatnya berjuang 64 tahun silam itu, Des menyempatkan mampir

"Sebulan kalau saya tidak makan daging, rasanya ada yang hilang," ujar Des yang di darahnya mengalir garis keturunan Dinasti Ming Tiongkok, Maroko, dan Jawa tersebut.Padahal, sisa-sisa perang kemerdekaan masih tertanam dalam tubuh DesMulai pecahan-pecahan mortir sebesar butir gula hingga pecahan granat sebesar ujung jari kelingking

Beberapa pekan lalu, Des baru menjalani operasi untuk mengeluarkan pecahan granat di pinggangnya"Yang lain masih banyakMalah yang sebesar butir gula ikut mengalir dalam darah," katanya.Dalam usianya sekarang, ketua Yayasan 10 November 1945 itu tak hanya sehatDia juga tak pikunSegala detail sejarah kemerdekaan Indonesia masih diingat betulBuktinya, sampai sekarang Des masih kerap mengedit dokumen sejarahMenurut dia, beberapa tulisan sejarah sering salahTugasnya adalah membetulkan lokasi, kejadian, dan orang-orang yang terlibatIngatannya masih tajam.

Di rumah, Des juga tidak nganggurAktivitasnya masih padatTiap hari, dia ngantor di Yayasan 10 November 1945, Jalan Narada, Tanah Tinggi, Jakarta PusatKadang, dia juga diajak koleganya untuk diving alias menyelam.Penyelaman yang dilakukan bapak empat anak tersebut tak hanya untuk kesenangan, tapi juga "cari duit""Saya sering bikin film bawah laut, terus saya jual ke National Geographic atau ke Discovery Channel," jelasnya.

Des memang masih kerap divingBiasanya tiga hingga enam bulan sekaliKadang juga sewaktu-waktu kalau ada koleganya yang mengajak atau ketika sedang jenuh dan butuh hiburan"Pokoknya tidak boleh lebih dari kedalaman tujuh meter," tegasnya.

Dia berkelakar, mungkin karena menyelam itulah kondisi tubuhnya bagusSebab, saat menyelam, tekanan air menggencet tubuhnyaHal itu justru membuat otot-otot Des semakin sehat"Sebab, setelah digencet, otot-otot itu malah semakin longgar," katanyaTentu, secara medis hal tersebut masih perlu dibuktikanDirektur utama PT Avisarti Film Corporation itu juga masih kerap bertandang ke luar negeri"Dua bulan lalu saya ke SpanyolAda peresmian hotel di sanaHotelnya dinamai Hotel Banda," ujarnya bangga menyebut tempat kelahirannya itu.

Banda memang tak bisa dilepaskan dari sosok DesSaking identiknya Des dengan Banda, ada joke populerNama Banda adalah singkatan dari Bantuan Des Alwi! Selain sebagai tempat kelahiran, di Bangka pula titik balik hidup Des dimulaiDi sana, Des kecil tinggal sekampung dengan tokoh-tokoh Indonesia yang dibuangDi antaranya, dwitunggal pendiri bangsa Soekarno dan Muhammad Hatta, dr Tjipto Mangunkusumo, Sjahrir, serta Iwa Kusuma Sumantri

Hubungan Des kecil dengan mereka sangat akrabDes bahkan menjadi anak angkat Hatta dan SjahrirDia juga memanggil dr Tjipto Mangunkusumo dengan panggilan akrab Om Tjip"Dulu, ada dua orang datang ke BandaSaya langsung melapor ke Om TjipBeliau tanya, siapa mereka" Saya ingat di koper ada tulisan HattaSaya bilang Hatta," ungkapnya. 

"Lantas, siapa satu orang lagi?" tanya dr Tjipto kemudianDes kecil menggelengDia memang melihat tulisan nama Soekarno di kopernyaTapi, Des sulit mengeja"Saya masih sembilan tahun, baru bisa baca," ujarnya lantas tersenyumDes mengakui, rahasia kesehatannya tak lepas dari kebiasaannya berolahragaDia lantas menunjuk kolam renang di samping rumahnyaUkurannya 8 meter x 15 meterKedalamannya mulai 80 cm hingga 2,30 meter. 

Dalam sehari, Des menyempatkan berenangJarak yang ditempuh rata-rata 300 meterItu berarti dia harus bolak-balik berenang 20 kali menyusuri panjang kolam renangSebagai anak daerah kepulauan, berenang sudah menjadi keahliannyaDalam seminggu, Des berenang lima kaliYang sulit justru olahraga berjalan kakiDia lebih memilih berenang daripada berjalan jauh

"Saya malah tidak kuat kalau jalan jauhRasanya sangat beratHarus berhenti untuk duduk, baru melanjutkan lagi," katanyaSelain itu, Des mengonsumsi sejumlah tumbuhan jamuDi antaranya, daun sumbang yang juga dikenal dengan daun beringin putihDaun itu digodok, kemudian airnya diminumDia juga suka makan bunga pepaya"Itu kalau dimasak, enak," ujarnya

Beberapa menu makanan Des juga didominasi tumbuh-tumbuhanMisalnya, kacang panjang, tomat, salad, tauge, mentimun yang dibikin seperti salad, serta saus kenari yang belum ada gulanya

Des juga mengurangi konsumsi nasiTiap makan, porsi nasi dikurangi hingga separoSarapan pun tidak pakai nasiDia makan toast alias roti bakar plus beberapa selaiYang juga jadi favorit dia adalah ikan laut mentahSemua ikan laut dimakan Des dengan lahap.Kendati merasa sehat secara fisik, dia juga tetap harus check-upTiap enam bulan sekali Des mengecek kondisi darahnya di rumah sakitDengan begitu, dirinya bisa terus mengetahui perkembangan kesehatannya"Hasilnya selalu baik," jelasnya

Kini, di sela-sela kesibukannya, Des sedang menyiapkan buku ke-7Buku itu bakal bercerita tentang detail perang di SurabayaBuku tersebut, salah satunya, akan berisi tentang orang-orang yang meninggal dalam perang 10 November 1945Sebab, banyak pahlawan perang yang tak jelas berita kematiannyaApa judulnya" "Iya ya, apa ya judulnya" Masih belum ada," ujarnya dengan dahi bekernyit(*/iro)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mario Blanco, Generasi Penerus Antonio Blanco yang Cinta Mati Bali


Redaktur : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler