Pegiat HAM Minta SBY Klarifikasi Surat DKP soal Prabowo

Minggu, 08 Juni 2014 – 19:55 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Surat yang disebut-sebut sebagai Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) ABRI tentang pemberhentian Prabowo Subianto dari dinas ketentaraan pada 1998 kini beredar di publik. Hanya saja, keabsahan surat itu masih menjadi pertanyaan.

Terkait beredarnya surat itu, Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan bahwa hal itu perlu mendapat perhatian serius dari oleh semua pihak. Menurutnya, pihak TNI khususnya para petinggi militer yang masuk dalam DKP harus mengklarifikasi surat yang dengan sangat jelas menyebut Prabowo dinyatakan diberhentikan dari dinas militer.

BACA JUGA: Presiden Disarankan Bekukan Babinsa demi Netralitas TNI

Bonar menjelaskan, sangat tak elok bila kemudian tentara yang pernah diberhentikan dari dinas militer karena melanggar Sumpah Prajurit dan Sapta Marga justru menjadi panglima tertinggi karena menjadi presiden. "Secara etik keprajuritan memang menjadi kontradiktif apabila seseorang yang pernah diberhentikan kemudian menjadi panglima tertinggi. Kecuali kemudian ada upaya untuk meralat pemberhentian tersebut, " kata Bonar, di Jakarta, Minggu (8/6).

Bonar menegaskan, para pegiat HAM sebenarnya sudah sejak lama meminta TNI membuka keputusan DKP dan pertimbangan-pertimbangan yang mendasari pemberhentian Prabowo dari TNI yang kala itu masih bernama ABRI. Bonar bahkan menilai surat keputusan DKP itu tidak tergolong rahasia negara.

BACA JUGA: Mantan Danpuspom Harapkan SBY Buka Suara soal Pemberhentian Prabowo

Menurut Bonar, TNI mempunyai kewajiban untuk bersikap transparan dan bertanggungjawab kepada negara dan rakyat. Apalagi, lanjut Bonar, kini Prabowo sudah tercatat sebagai calon presiden sehingga publik berhak mendapat gambaran pasti tentang jejak rekam mantan Danjen Kopassus itu.

Bonar menambahkan, pemberhentian Prabowo hanyalah sanksi secara militer. Namun, lanjut Bonar, hingga saat ini belum pernah ada proses hukum terhadap Prabowo.

BACA JUGA: Benarkan Surat DKP, Mantan Komnas HAM Sebut Prabowo Harus Diadili

“Mereka yang menjadi korban adalah masyarakat sipil dan bukan korban yang jatuh dalam pertempuran. Karena itu etikanya harusnya diproses secara hukum dan diajukan ke pengadilan,” ucap Bonar.

Seperti diketahui, sesaat setelah Soeharto lengser, terungkap kasus penghilangan sejumlah para aktivis. Atas dasar itu, Wiranto selaku Panglima ABRI memutuskan untuk membentuk DKP yang diketuai oleh Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo. Saat itu Subagyo menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat.

Duduk sebagai Sekretaris DKP adalah Djamari Chaniago. Sedangkan nama-nama petinggi TNI lain yang duduk di DKP kala itu adalah Fachrul Razi, Susilo Bambang Yudhoyono, Agum Gumelar, Yusuf Kartanegara dan  Arie J Kumaat.

Salah satu yang diperiksa DKP adalah Prabowo Subianto, yang saat itu sudah berpangkat Letnan Jenderal dan sedang memangku jabatan sebagai Pangkostrad. Prabowo diperiksa DKP dalam kapasitasnya sebagai Danjen Kopassus. Sebab, kasus penculikan aktivis oleh anggota Kopasus terjadi saat Prabowo memimpin kesatuan elit TNI AD itu.

Setelah melakukan pemeriksaan, DKP berpendapat perwira terperiksa dinyatakan bersalah melanggar sumpah prajurit dan Sapta Marga. Maka DKP menyarankan Prabowo dijatuhi hukuman berupa pemberhentian dari dinas keprajuritan alias diberhentikan dari TNI (ABRI saat itu).  Keputusan itulah yang termuat dalam surat yang diduga surat keputusan DKP yang saat ini beredar. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mantan Anggota Komnas HAM: Penculikan Aktivis Pelanggaran HAM Berat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler