jpnn.com - PENGEMIS menghampar di pelataran pintu masuk klenteng. Pemandangan lumrah ini kerap terjadi jelang hari raya Imlek setiap tahunnya. Sepuluh hari jelang hari besar etnis Tionghoa itu, satu klenteng terbesar di Jakarta Barat, Wihara Dharma Bhakti paten ditongkrongi ratusan pengemis dari segala penjuru.
Imlek 2556 M tahun ini, Mu'minah mengemis di halaman klenteng Jalan Kemenangan III no 13, Glodok, Taman Sari itu. Usianya sudah uzur, nenek bercucu enam itu hanya mengingatnya sekitar 75 tahun.
BACA JUGA: Siapkan Sanksi Sita Motor untuk Pelintas Jalan Layang
Setelah ditinggalkan tiga orang anaknya perempuan tua asal Mauk, Tangerang-Banten, hidupnya sebatang kara. Setiap malamnya pun tidur beratapkan langit di pelataran kios Pasar Petak Sembilan di sebelah klenteng. Itu alasan kenapa Mak Min mengemis.
Nembuyak (duduk-duduk ngemis), katanya sambil menengadahkan tangan. Duduk di samping pintu masuk klenteng. “Anak-anak udah pada dibawa lakinya, tukang bangunan, sodara juga udah pada meninggal, di sini cari makan,” tutur nenek yang akrab disapa Mak Min itu saat ditemui di pelataran halaman klenteng, Kamis (29/1).
BACA JUGA: RTH Terkendala Pembebasan Lahan
Nembuyak di klenteng itu sudah dilakukan Mak Min sejak berusia 30 tahun. Seperti biasa, Mak Min berkebaya, berkain batik dan beralas sandal jepit. Tak lupa, rambutnya yang putih beruban disanggul seadanya, terlihat berantakan.
“Baju juga tinggal berapa potong aja. Dulu kemarinya naik angkutan sendirian aja,” ujar Mak Min yang kala itu mengenakan kebaya hijau bermotif kembang merah, dan berkain batik coklat muda.
BACA JUGA: 4 Tahun Tutup Median Jalan untuk Konstruksi MRT
Kulit Mak Min yang kehitaman kian keriput. Ia tak sanggup lagi berebut tempat dengan pengemis lainnya yang masih segar bugar. Mak Min menepis, jika pengemis di klenteng setiap imlek kebanjiran sedekah. Meskipun selalu saja tiap tahunnya masih banyak yang nembuyak seperti dia.
“Udah dua hari di sini, tapi belum banyak yang ngasih, karena yang minta-minta juga banyak. Kalau mau berebut ya dapat banyak, kalau saya ya cuma bisa nembuyak,” katanya.
Kendati sulit, di tahun Kuda Kayu ini Mak Mun berharap dapat rejeki berlimpah. Tidak seperti tahun sebelumnya, sampa Cap Gomeh (hari ke-15 Imlek) cuma dapat Rp 50 ribu. “Hari ini juga cuma baru dikasih orang yang sembahyang, dua kali Rp 5 ribu, biasanya cuma seribu atau dua ribu,” ujarnya.
Demi tambahan sedekah, Mak Mun biasanya bantu-bantu di klenteng. Bersih-bersih, mencuci dan menyapu klenteng. Tapi upaya itu sudah terlalu berat baginya. Sejak usia 60 tahun tak lagi dilakukannya. “Kalau jadi kuli nyuci dikasihnya sehari Rp 20 ribu, kalau nyapu Rp 10 ribu. Tapi yah, sekarang sudah gak kuat lagi, udah tua, jadi yah nembuyak aja,” keluhnya.
Selagi perempuan tua itu berkisah, satu rekan pengemisnya, Warni (50), tengah asyik memijit punggung Mak Min. “Yaelah bang, kalau ngasihnya seribu atau dua ribu sih cuma bisa buat ngopi, lebihin dikit ngapa,” ujar Warni.
Perempuan paruh baya yang akrab disapa Iing itu keturunan China Benteng. Ia asli Serang-Banten. “Saya juga anak empat, udah tinggal satu, yang laen udah pada mati,” tuturnya. Sebab itu, Iing terpaksa mengemis. Sekedar buat menyambung hidup, katanya. “Dapet juga gak banyak, di sini yah sampai Cap Go Meh nanti,” ujarnya.
Sama seperti yang lain. Tak hanya mengharap sedekah uang, para tuna wisma dan tuna karya itu juga berharap nasi bungkus. Satu penderma yang datang kala itu langsung diserbu. Mereka yang asyik duduk-duduk di pelataran spontan berdiri. Berdesakan sambil menjulurkan tangan.
Sementara para buruh di Wihara Dharma Bhakti tengah sibuk berbenah. Diantaranya membersihkan ratusan rupang dewa-dewi 17 altar yang ada di klenteng berusia lebih dari 400 tahun itu. Sebagian lainnya tengah menyusun dupa dan lilin-lilin besar besar berukuran dua meter. Berat lilin berwarna merah itu mencapai ratusan kuintal.
Sehari menjelang Imlek sore itu, Jim Suno tampak khusyuk berdoa di depan meja sembahyang di kuil yang mengagungkan Dewi Kuan Im (Welas Asih) ini. “Yah, memang Imlek ini seluruh umat saling menderma, mendoakan rejeki berlimpah, untuk itu harus mau berbagi dengan yang kesulitan,” ujar warga Jalan Toko Tiga itu.
Jim Suno sendiri berdoa untuk kesehatan dan kelancaran usahanya. Selain itu ia berdoa juga untuk kelancaran jodohnya. Sebab hingga usinya yang menginjak 70 tahun, Jim belum juga diberi istri.
Namun, Jim tetap yakin, Imlek yang jatuh tepat di hari Jumat nanti, menurutnya berkah. Hari itu bertepatan dengan Che It, hari besar klenteng. “Doa biar tetap sehat. Kerjaan, bisnis juga maju. Jodoh juga gak boleh kelupaan, biar tua begini boleh saja kalau memang masih dikasih,” pintanya. (asp)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Amankan Imlek, Polda Terjunkan 2.400 Personel
Redaktur : Tim Redaksi