jpnn.com - JAKARTA – Pemerintah mematok target pembangunan tol Trans Jawa kelar akhir 2018. Karena itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mempercepat proses penyelesaian pembangunan jalan tol Solo-Kertosono dari Juli 2018 menjadi akhir 2017 atau awal 2018.
Hanya saja, upaya mengejar target menemui sedikit kendala. Pasalnya, pengerjaan pembangunan jalan tol Solo-Kertosono kini terhenti, khususnya di wilayah Kabupaten Ngawi.
BACA JUGA: Susi di Rumah Sendirian, Tertimpa Longsor...Inalillahi
Penyebabnya, sejumlah lokasi tambang galian C yang menjadi sumber penyuplai tanah urukan untuk pembangunan jalan tol ditutup pihak kepolisian dan dipasangi police line karena belum mengantongi izin tambang galian C.
Para pengusaha tambang galian C yang selama ini turut terlibat dalam proses pembangunan tol Solo-Kertosono mengaku sesungguhnya proses pengurusan izin tambang telah diajukan ke pemerintah daerah (pemda) setempat. Namun, hingga kini proses perizinannya berjalan lamban dan terkesan berbelit-belit.
BACA JUGA: Lupakan Gempa, Warga Tumplek Blek di Pantai Amal
Dimintai tanggapan kasus tersebut, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endy Jaweng mengatakan, pemerintah seharusnya tak membiarkan proses terhentinya pembangunan jalan tol Solo-Kertosono.
Pasalnya, proyek ini terkait dengan kepentingan masyarakat secara luas yang juga telah direncanakan pemerintah sebelumnya. Pembangunan jalan tol sudah menjadi salah satu agenda prioritas pembangunan nasional Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dalam penyediaan infrastruktur bagi kepentingan umum.
BACA JUGA: GAWAT! Anggaran untuk Gaji Honorer Terancam Dicoret
Oleh karena itu, proses terhentinya pembangunan jalan tol akibat belum terbitnya izin tambang galian C bagi para pengusaha yang terlibat perlu segera diselesaikan. “Ini harus dipastikan dulu mengapa proses keluarnya izin tambang galian C itu sampai berbelit-belit,” kata Robert kepada wartawan di Jakarta, Selasa (29/12).
Robert menjelaskan, bila berbelitnya proses perizinan dikarenakan faktor kesengajaan kepala daerah, maka sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah terkait dapat diberikan sanksi, mulai dari sanksi administrasi berupa teguran tertulis hingga sanksi pembinaan khusus oleh pemerintah pusat.
Di sisi lain, lanjutnya, bila persyaratan permohonan izin dari para pengusaha sudah lengkap, pemerintah provinsi (pemprov) bisa mengambilalih proses penerbitan izin tersebut bila memang Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngawi enggan mengeluarkannya. Begitu pula sebaliknya, pemerintah pusat bisa mengambil alih penerbitan izin tambang galian C bila memang pemprov setempat enggan pula untuk menerbitkannya.
“Tapi, ini harus dipastikan dulu apakah memang proses belum keluarnya izin galian C itu apakah memang karena prosesnya yang berbelit-belit atau ada hal lain, misalnya pemda memang sudah tidak tertarik lagi untuk menggeluti sektor pertambangan sesuai visi misinya, atau lainnya,” ujar Robert. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejati Sumut Didemo, Desak Periksa Pj Bupati Humbahas
Redaktur : Tim Redaksi