Pembangunan Tol Trans Jawa Ubah Fungsi Lahan Pertanian

Senin, 22 April 2019 – 01:29 WIB
Tol Trans Jawa. Foto: Jawa Pos

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Indonesia Development and Islamic Studies Yusuf Wibisono mengatakan, pembangunan tol trans-Jawa secara tidak langsung mendorong alih fungsi ribuan hektare lahan pertanian.

Banyuwangi menjadi wilayah dengan penurunan lahan sawah terbesar sepanjang 2015 hingga 2018.

BACA JUGA: Hasil Riset: Lewat Tol Jakarta – Surabaya Lebih Murah

”Umumnya lahan pertanian itu beralih fungsi menjadi tempat peristirahatan atau SPBU. Jalan tol ini menarik minat investor,” ujar Yusuf, Kamis (19/4).

Pihaknya mencatat sepuluh kabupaten di Jawa kehilangan area sawah terbanyak dalam kurun waktu tersebut.

BACA JUGA: Ada Tol Trans Jawa, Ini Hasil Survei terkait Mudik Lebaran 2019

Berdasar data yang dikumpulkan dari BPS, Banyuwangi telah kehilangan 21.730 hektare lahan pertanian.

Disusul Kabupaten Bandung yang kehilangan 9.374 hektare dan Kabupaten Serang (7.713 hektare).

BACA JUGA: Jokowi Resmikan Ruas Jalan Tol Pasuruan - Probolinggo

Pada periode 2015 hingga 2018, pemerintah telah meresmikan 756 km jalan baru. Terdiri atas 668,6 km tol trans-Jawa dan 87,5 km tol trans-Sumatera.

Pembangunan tol trans-Jawa sebetulnya telah digagas pada era Presiden Soeharto.

”Namun, realisasinya tidak begitu signifikan. Pada era Presiden Jokowi baru terjadi akselerasi,” imbuh Yusuf.

Sepanjang 2015 hingga 2018 tercatat dibangun 680,4 km jalan tol di Jawa yang diperkirakan mengambil alih 4.457 hektare lahan pertanian.

Seluas 44.192 ha lahan pertanian dialihfungsikan di sekeliling gerbang tol dipicu ekspansi perkotaan.

Pada 2019 hingga 2021, adanya operasi jalan tol diperkirakan akan memicu konversi lahan pertanian hingga 70 ribu hektare. Setara dengan luas seluruh sawah di Kabupaten Bojonegoro.

”Perilaku investor dan pengembang proyek properti yang mencari keuntungan dari kenaikan harga tanah membuat konversi lahan pertanian terjadi secara masif,” terang dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu.

Konsekuensinya, pembangunan kawasan berjalan tidak terkendali. Lahan pertanian produktif mengalami konversi masal untuk aktivitas non-pertanian, terutama permukiman dan industri.

Meski demikian, di sejumlah wilayah juga terdapat penambahan luas lahan sawah melalui program lahan pertanian dan pangan berkelanjutan (LP2B).

Ada tiga wilayah di Jawa yang mengalami penambahan luas area lahan sawah terbesar. Yakni, Kabupaten Sumenep seluas 10.250 hektare, Kabupaten Indramayu 9.293 hektare, dan Kabupaten Pati 9.084 hektare.

Pada 2018 luas lahan pertanian di Jawa diperkirakan tersisa 4,5 juta hektare atau sekitar 32 persen dari luas Jawa.

”Ketahanan pangan nasional yang hingga kini mengandalkan Jawa menjadi pertaruhan besar,” tutur Yusuf.

Rangkaian pegunungan vulkanis yang melintasi pulau membuat Jawa secara alamiah menjadi sentra pangan Nusantara sejak dulu lantaran struktur tanahnya sangat subur.

Kebijakan pembangunan tersebut harus dibayar mahal dengan turunnya produksi pangan dan produktivitas lahan.

Akibatnya, impor pangan menjadi andalan jalan keluar bagi pemerintah. Pada 2018 Indonesia mengimpor 10,1 juta ton gandum; 2,59 juta ton kedelai; 2,25 juta ton beras; dan 0,74 juta ton jagung.

Pihaknya mengusulkan pemerintah bisa mengalihkan pembangunan tol trans-Jawa dengan mengoptimalkan moda angkutan kereta.

Cara itu dinilai lebih efisien daripada membangun tol yang dikhawatirkan akan mengambil lahan pertanian cukup besar.

Sebab, alih fungsi lahan pertanian dikhawatirkan dapat membahayakan sektor pangan nasional. (vir/c10/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bentuk Koperasi agar Petani Punya Lahan Sendiri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler