Pembebasan Golkar dari Candu Berkuasa

Selasa, 28 April 2009 – 21:11 WIB
BOLAK-BALIKPutus-sambung

BACA JUGA: Berburu Cawapres Sebelum Deadline

Keragu-raguan itu menunjukkan partai berlambang beringin ini enggan berpisah dengan kekuasaan
Mulanya, siap menampilkan Jusuf Kalla sebagai capres yang berarti "cerai" dengan SBY, yang kembali dicalonkan oleh Demokrat

BACA JUGA: Deja Vu Golkar di Pentas Pipres

Tapi karena hasil perolehan suaranya dalam Pemilu 2009 tak signifikan, lalu berkehendak merapat kembali ke Demokrat
Namun buntu lagi karena Demokrat meminta bakal cawapresnya tidak tunggal.

Entah bagaimana persisnya, dikabarkan Golkar memilih sebagai partai bermartabat

BACA JUGA: Tiga Kejutan dalam Pemilu 2009

Lalu, melakukan lobi ke berbagai partaiMungkin, karena rada terlambat, peluang Golkar berkoalisi dengan partai lain, apalagi harus tetap menjadi capres, lagi-lagi belum menunjukkan titik cerahMaklum, PDIP tetap bersikap sebagai petarung dan konsisten mencalonkan Megawati sebagai capresSementara pendampingnya, mungkin Prabowo Subianto dari Gerindra yang "laris-manis" dalam Rakernas PDIP pekan silam.

Pekan ini, muncul aspirasi supaya Golkar kembali lagi ke DemokratCawapres yang diusulkan ada sejumlah nama, di antaranya Surya Paloh, Aburizal Bakrie, hingga Akbar TandjungSebetulnya sah-sah saja, jika keputuan Rapimnassus yang mencapreskan JK di-review dulu, sehingga tetap juridis organisatoris.

Fenomena itu sesungguhnya adalah perulangan dari Munaslub Golkar pada Desember 2004 lalu di DenpasarKala itu pun Akbar Tandjung tercengang-cengang ketika melihat koleganya di Golkar bersatu-padu untuk merebut kepemimpinan dari tangannya.

"Seperti ada yang salah besar dalam diri saya," katanya waktu ituPadahal, ketika partai itu dihujat sejak 1998, banyak tokoh yang wajahnya tak kelihatan"Saya dikeroyok all out," katanya.

Anehnya, pidato pertanggungjawaban Akbar diterima dengan tepuk tangan panjang dan meriahDengan standing ovation yang luar biasaMaklum, ia bersama pengurus DPP lainnya bisa membuat Golkar meraih nomor wahid pada Pemilu 2004 laluNamun mendadak antiklimaksSaat pemilihan ketua umum, Akbar kalah unggul dibanding Jusuf Kalla, yang saat itu sudah menjadi wapres.

Jika sekarang pun ada aspirasi kembali merapat ke Demokrat, sebetulnya sudah menjadi budaya kekaryaan Golkar yang memilih tetap berada di tubuh kekuasaanSangat jelas, peserta Munaslub Denpasar memilih JK karena berposisi sebagai wapresDemikian juga misalkan Akbar kala itu berada di struktur kekuasaan.

Tolak ukurnya jelas: kekuasaanSebab dengan kembali mendukung Demokrat, dan apalagi sekiranya SBY berkenan memilih tokoh Golkar menjadi cawapres, dan seandainya memenangkan Pilpres 2009 seperti ramai diprediksi, maka sang Beringin akan tetap berkibar bersama kekuasaanJadi tolak ukurnya, bukan karena Akbar memenangkan Pemilu 2004, atau karena JK kalah membawa Golkar sebagai pemenang dalam Pemilu 2009.

Harus dimaklumi bahwa karakter Golkar sulit dipisahkan dengan kekuasaanMungkin, habitat pernah berkuasa selama 32 tahun di Orde Baru tidak mudah untuk dihilangkanJadilah, Golkar bagai bangau yang kembali ke kubangan pada Munaslub 2004Maklum, sejak era Habibie, Gus Dur dan Megawati, Golkar tak lagi memegang tampuk kekuasaan.

Misalkan, skenario membawa kembali ke struktur kekuasaan berjalan mulus, dalam makna SBY berkenan memilih cawapres dari Golkar, maka suara Golkar yang besar di DPR akan bersandel-bahu dengan Demokrat dan koalisinya seperti PKS, PKB, PAN dan mungkin PPP, demi mendukung kebijakan SBY sekiranya terpilih lagi untuk kedua kalinya.

Terjadinya semacam dualisme kekuasaan di pemerintahan tampaknya semakin mengecilSebab, suara Demokrat di parlemen yang dulu hanya 7,45 persen, kini menjadi 20-an persen dan lebih besar dibanding GolkarBelum lagi ditambah dengan suara PKS, PAN, PKB dan PPP yang sudah 40-an persenBahkan kian kuat jika Golkar bergabung, di mana suara koalisi ini melebihi 50 persen dan bahkan nyaris 60 persen.

Andaikan koalisi PDIP-Hanura dan Gerindra (setelah menggenapkan syarat minimal perolehan suara agar berhak mengusung capres-cawapres) kalah dalam pertarungan, maka kekuatan oposisi menjadi kurang gregetnyaPadahal, sebuah pemerintahan dalam negara demokrasi sangat memerlukan sistem check and balances, sehingga roda pemerintahan tetap akuntabel, transparan dan berpihak kepada kepentingan rakyat.

Fraksi Moderat
Sesungguhnya, inti dari pemerintahan yang demokratis adalah pada check and balancesBukan pada sangat kuatnya koalisi politik di eksekutif sekaligus di legislatif seperti yang terjadi pada masa Orde BaruHeavy executive itu malah berbahayaBisa membuat DPR hanya jadi "tukang stempel", sehingga kontrol kekuasaan demi kesejahteraan rakyat menjadi luput.

Dihadapkan kepada masalah ini, Golkar mempunyai pilihan yang cemerlangYakni, beranikah Golkar tidak bergabung dengan Demokrat atau PDIP? Golkar kemudian membebaskan anggotanya untuk tetap wajib berpartisipasi dengan Pilpres 2009Melarang untuk Golput, namun seluruh institusi Golkar dilarang terlibat dalam kampanye pilpresKatakanlah, semacam sikap independen tapi tidak anti pilpres.

Sikap ini barangkali merupakan langkah Golkar untuk mencoba tak lagi berada di tubuh kekuasaan, sebagai pengalaman historis yang membuat Golkar semakin matangMasa lima tahun ke depan digunakan untuk konsolidasi, kaderisasi dan kristalisasi organisasi dan keanggotaan, sehingga menjadi partai kader dan massa yang solid dan modern.

Performance Golkar kelak di DPR tetap fokus kepada fungsi check and balances, tanpa perlu menjadi partai oposisiKebijakan pemerintah yang baik didukung, bahkan disempurnakan lagi oleh GolkarTentu saja kebijakan yang merugikan kepentingan publik tetap dikritisi oleh Golkar, seraya menawarkan jalan keluar yang lebih baik.

Pilihan ini lebih baik ketimbang bergabung dengan Demokrat dengan pengalaman yang sudah sempat sambung-putus, yang sedikit banyaknya mengusik citra GolkarJangan sampai sejarah menilai Golkar sebagai partai yang ketagihan kekuasaan belakaLagipula, bargaining Golkar di pemerintahan akan berkurang oleh suaranya yang tak sebesar dulu lagiTanpa Golkar, fraksi pendukung SBY toh sudah kuat.

Kelak terbayang peta di parlemen terdiri dari tiga kelompokPertama, fraksi pendukung pemerintah, sebutlah Demokrat, PKS, PPP, PKB, PBB dan PANKedua, fraksi oposisi yakni PDIP, Hanura, Gerindra dan lainnyaKetiga, Golkar tampil sebagai fraksi moderat, yang jangan-jangan bisa mengelola perbedaan kepentingan kedua fraksi itu demi kepentingan rakyat sebagai kapital dan moral obligation Golkar menuju Pemilu 2014.

Jangan-jangan, kunci keberhasilan Akbar Tandjung memimpin Golkar pada 1998 hingga 2004, adalah karena sang Beringin tak berada di struktur kekuasaanMengapa tak dicoba dengan konsep yang semakin matang? (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Berdebar Menunggu Kejutan Politik


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler