jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Masinton Pasaribu menyatakan, setelah 19 tahun reformasi dan pasca-kelahiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2002 ternyata tidak ada kemajuan dalam menyikat praktik rasuah.
“Setelah 19 tahun reformasi, pemberantasan korupsi tidak maju-maju amat,” ujar Masinton saat menjadi pembicara dalam diskusi Meriam DPR untuk KPK di Jakarta, Sabtu (6/5).
BACA JUGA: Ingat, Angket DPR ke KPK Salah Alamat
Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan, memang benar banyak pelaku korupsi yang ditangkap. Salah satunya lewat operasi tangkap tangan KPK.
Namun, sambungnya, indeks persepsi korupsi Indonesia secara internasional tidak pernah bergeser dari peringkat 90-an. Sedangkan di level ASEAN, peringkat Indonesia masih di bawah Malaysia dan Brunei Darussalam.
BACA JUGA: Ada Premanisme DPR kepada KPK, Untung Pak SBY Bukan Preman
Menurut Masinton, Malaysia bahkan sampai dua kali merngubah lembaga antikorupsi dan undang-undangnya. “Ini harus dilihat secara objektif,” tegasnya.
Kondisi itu berbeda dengan Indonesia. Masyarakat hanya disuguhi sejumlah aksi OTT yang seakan-akan dianggap pemberantasan korupsi sudah jalan. Padahal, masih banyak korupsi lain yang tidak tersentuh.
BACA JUGA: KPK tak seperti Lagu Andra and The Backbone
“Coba lihat kebocoran penerimaan maupun penggunaan anggaran yang dikorupsi luar biasa. Setiap tahun terjadi, tapi tidak mampu mencegah,” kata dia.
Karenanya Masinton melihat ada yang salah dengan cara pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, ketika ada pihak yang mencoba mengurai dan memperbaiki persoalan itu malah dianggap prokoruptor.
“Tidak boleh seakan-akan KPK ini kalau disentuh, kita jadi dianggap prokoruptor. Itu membuat kita terpenjara dengan alam pikir kita sendiri. Kita harus objektif, profesional, dan proporsional melihatnya,” papar anak buah Megawati Soekarnoputri di PDI Perjuangan itu.
Dia menambahkan, jika membaca UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK maka komisi yang kini dipimpin Agus Rahardjo itu bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga penegak hukum lainnya. Sebab, KPK justru berfungsi sebagai trigger mechanism atau memicu lembaga penegak hukum lainnya agar berjalan dalam memberangus korupsi.
“Jadi, kalau kita mau benahi KPK, maka kepolisian dan kejaksaan juga harus dibenahi. Jadi harus komprehensif melihat rancang bangun pemberantasan korupsi ke depan,” ungkapnya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bang Masinton Pastikan Angket ke KPK Tak Akan Masuk Wilayah Hukum
Redaktur & Reporter : Boy