Pemda Diminta Tak Seenaknya Tetapkan HET Elpiji

Senin, 19 September 2011 – 01:49 WIB

JAKARTA - Pemerintah Daerah (Pemda) dihimbau jangan seenaknya dalam menetapkan harga eceran tertinggi (HET) gas elpiji kemasan 3 kilogram diluar HET nasionalSelain membebani masyarakat, aturan Pemda itu bertentangan dengan kebijakan Menteri Koordinasi Perekonomian Hatta Rajasa lantaran dilakukan tanpa koordinasi.

"Di sejumlah media massa, Menko Perekonomian telah menyatakan kritikan tentang kenaikan HET elpiji 3 kg di beberapa daerah akibat kebijakan pemerintah daerah," ujar Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria dalam keterangannya, Minggu (18/9).

Menurut Sofyano, sikap Menko Perekonomian tersebut pantas mendapat dukungan dari para wakil rakyat di DPR, terutama mendesak Menteri ESDM serta Menteri Dalam Negeri membatalkan peraturan yang memberi kewenangan Pemda dalam menetapkan HET elpiji 3 kg.Sesuai Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 26/2009, khususnya pasal 24 ayat 4 membolehkan Pemda, Provinsi/Kabupaten/Kota menetapkan HET elpiji 3 kg untuk radius 60 km ke atas dari supply point (Stasiun Pengisian Bulk Elpiji/SPBE)

BACA JUGA: Kebut PLTU Malut



Sofyano menilai, kebijakan itu bertentangan dengan Permen ESDM No 28/2008, khususnya pasal 1 ayat 1 yang menetapkan harga jual elpiji 3 kg sebesar Rp 12.750 per tabung
Kebijakan Pemda juga tak sejalan dengan rasa keadilan

BACA JUGA: Kadin Genjot Investasi Daerah Perbatasan

Sebab, masyarakat pengguna elpiji 3 kg yang notabene orang miskin dipaksa menanggung ongkos angkut elpiji agen dan pangkalan


"Ini jelas membuktikan bahwa menetapkan adanya biaya ongkos angkut elpiji 3 kg kepada rakyat di daerah sama halnya dengan menaikan harga jual elpiji 3 kg secara terselubung dan ini telah ditentang oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, distribusi dan penetapan HET elpiji 3 kg ternyata pula menggunakan pola distribusi minyak tanah, dimana ongkos angkut elpiji untuk radius 60 km di atas titik serah yakni SPBE tidak ditanggung oleh pemerintah tetapi dibebankan ke rakyat

BACA JUGA: SBY Minta Pembatasan Hutang Luar Negeri



Dan pola ini mirip kasus distribusi dan HET pada minyak tanah dulu, yakni biaya pengawasan minyak tanah dipungut Rp 50 per liter dari masyarakat pengguna minyak tanah dengan memasukkannya dalam komponen HET minyak tanah.

Sofyano menilai, penetapan HET elpiji 3 kg oleh Pemda pada umumnya untuk masyarakat yang berdomisili di daerah luar kota yang belum memiliki fasilitas SPBE atau supply pointPadahal, kata dia, masalah tidak terdapatnya supply point atau SPBE pada wilayah tersebut harusnya menjadi tanggung jawab pemerintah untuk melengkapinya.

Hatta Rajasa sebelumnya menentang kenaikan harga elpiji ukuran 3 kg oleh pemdaIni lantaran gas elpiji 3 kg merupakan energi yang disubsidi dengan harga yang sudah ditetapkanApalagi, selama ini Pertamina saja sulit menaikkan harga gas elpiji nonsubsidi tabung 12 kg dan 50 kgPertamina harus mendapat izin dari pemerintah terlebih dulu jika ingin menaikkan harga.

Sofyano menyarankan, harga jual elpiji 3 kg bersubsidi pada hakikatnya dapat diberlakukan sama dengan harga jual BBM bersubsidi yaitu dengan cara menyediakan dan menetapkan adanya pangkalan pangkalan elpiji baik skala besar ataupun kecil yang merata di tiap RT, desa atau kelurahan di seluruh Indonesia

Penetapan, pembinaan dan pengawasan pangkalan-pangkalan tersebut dapat diserahkan penuh kepada pemerintah daerah setempat dan bukan kepada Pertamina"Pertamina hanya menetapkan dan membina para agen saja," ucapnya(lum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tapsel Produksi Emas 6 Ton Pertahun


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler