“Ukurannya kan ekspektasi pengusaha, yang memang mengerti demand public,” ujar pengamat ekonomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) itu kepada wartawan, Selasa (17/2) di Jakarta.Survey Kegiatan Usaha yang dilakukan Bank Indonesia bulan ini menemukan, perlambanan ekonomi pada triwulan keempat tahun lalu, akan terus terjadi pada triwulan tahun pertama tahun ini
BACA JUGA: Wiranto Janji Tak akan Kampanye Hitam
Hal ini disebabkan permintaan yang menurun, sebagai dampak dari krisis global.Penurunan kegiatan usaha terjadi pada empat sektor: industri pengolahan (-2,75 persen), pertambangan dan penggalian (-2,38 persen), pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan (-0,57 persen) dan sektor bangunan (-0,29 persen).Menurut Iman Sugema, sulit untuk meragukan survey tersebut, mengingat situasinya memang sedang dialami bersama
Dampak yang perlu diwaspadai dalam situasi seperti itu, kata Iman, adalah pemutusan hubungan kerja
BACA JUGA: Protap Kisruh Karena Dimotori Politisi
Bagi perusahaan yang permanen, tuturnya, ukurannya adalah enam bulanBACA JUGA: Pemerintah Tidak Hentikan Pemekaran
“Berarti, PHK bisa terjadi mulai hari iniPuncaknya pada akhir 2009,” ujarnya.Parahnya lagi, lanjut Iman, ketika awal terjadi skandal kredit perumahan yang macet di Amerika Serikat, subprime mortgage, banyak yang salah memprediksiBanyak ekonom yang bilang, termasuk pemerintah, Indonesia tidak akan terpengaruhFundamental ekonomi Indonesia cukup kuatFaktanya, “Kondisinya jadi jauh lebih buruk.”
Terbuai dengan penilaian yang salah itu, pemeirntah jadi lengahAkhirnya, tidak ada rumusan atau antisipasi kebijakan mengatasi pengangguranAnggaran pun tidak disiapkan untuk atasi krisis.Dalam perkiraan Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI) dan Organisasi Pekeria Seluruh Indonesia (OPSI), tambahan pengangguran di Indonesia bisa mencapai 1,5 juta hingga 2,6 juta orang, akibat gelombang PHK) sebagai imbas krisis global.
Di tempat terpisah, Managing Director Econit Advisary Group Hendri Saparini mengaku tidak aneh dengan hasil yang dikeluarkan Bank IndonesiaMenurut dia, pemerintah tidak memiliki skema untuk mengantisipasi dampaknya, yaitu pemutusan hubungan kerja.Dalam hitungannya, struktur biaya tenaga kerja sekitar 10-15% dari total biaya suatu perusahaanJadi, kalau situasi ini dibiarkan terus berlanjut, risiko sosial politiknya akan semakin besarApalagi, menjelang Pemilu 2009, hal ini akan memengaruhi konstelasi politik yang semakin memanas“Saya rasa situasi ini berpotensi terjadinya chaos,” katanya.
Pemerintah “Hand Off”
Seperti halnya Iman, Hendri juga melihat pemerintah tidak memiliki kebijakan konkret untuk mengatasi potensi terjadinya pengangguranPendekatan yang pemerintah gunakan, di matanya, “hand-off.”
Dalam penanganan krisis sekarang ini, pemerintah berhenti sampai mengeluarkan peraturan, instruksi, dan paket kebijakan tanpa penyelesaianPadahal, dalam situasi kritis sekarang ini, selain bakal munculnya PHK besar-besaran, ada yang namanya pengkerutan ekonomiTerdapat sejumlah hidden risk (risiko tersembunyi)“Risiko itu, antara lain adanya peningkatan ketertutupan informasi dan rekayasa statistik,” ujarnya.
Solusi terdekat, Hendri mengusulkan agar pemerintah serius untuk mengatasi maraknya barang-barang impor, maupun barang-barang illegalSehingga, daya saing produk lokal terjagaDari sisi fiskal, lanjutnya, pemerintah harus berpihak kepada industri dalam negeri dengan menurunkan bea masuk bahan baku agar kapasitas produksi, terutama orientasi ekspor bisa dipertahankan“Kalau solusi terpadu itu dijalankan serius oleh pemerintah, saya yakin dunia industri tidak dengan mudah mengurangi karyawan,” katanya(fas/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Deptan Tawarkan Program Sarjana Masuk Desa
Redaktur : Tim Redaksi