Pemerintah Dinilai Pasif Urus Kasus Rawagede

Kamis, 22 September 2011 – 19:20 WIB

JAKARTA-Sikap pemerintah yang pasif menanggapi berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Indonesia kembali menuai kritikanKali ini sikap pemerintah terkait kasus pelanggaran HAM di Rawagede, Karawang Jawa Barat dikritik oleh Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), sebuah lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada upaya pemberian bantuan kepada korban penjajahan kolonial Belanda.

“Dimenangkannya gugatan keluarga korban Rawagede sama sekali tidak ada peran dari pemerintah

BACA JUGA: Dua Pengusaha Bantah Kenal Chandra Hamzah

Terus terang saya kecewa, Belanda adalah penjahat perang karena telah melakukan pembantaian di Rawagede
Tapi kenapa pemerintah seolah diam saja dan justru terkesan menghalang-halangi upaya untuk memenangkan kasus ini,” ungkap Ketua KUKB Batara R Hutagalung saat Diskusi Publik Studi Kasus Rawagede yang berlangsung di Kantor KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (22/9).

Diterangkan aktivis yang pernah hidup di Jerman Barat selama kurang lebih 30 tahun itu, salah satu indikasi adanya ketidaksukaan pemerintah terhadap pihak yang ingin memperjuangkan kasus Rawagede, terlihat dari sikap para pejabat di kementerian terkait

BACA JUGA: KY Tidak Ingin Campuri Mutasi Hakim Albertina Ho

Salah satunya adalah Kementerian Luar Negeri.

"Saya kecewa, ada salah seorang pejabat di Kementerian Luar Negeri yang sekarang bertugas di Eropa justru menginginkan kami agar tidak bertindak yang berpotensi mengganggu hubungan Belanda-Indonesia, ini membuktikan bahwa pemerintah tidak berperan sama sekali," ucapnya.

Pemerintah sendiri melalui Juru Bicara Kepresidenan Julian menyatakan bahwa Presiden SBY sangat menghormati putusan hukum tersebut dan baru akan mengeluarkan pernyataan setelah ada pemberitahuan resmi sikap Belanda.

Sementara itu, Peneliti dan Sejahrawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Marwan Adam menilai bahwa sikap pemerintah yang terkesan pasif terjadi karena adanya ketakutan terhadap hubungan diplomatik dengan Belanda
Namun Asvi justru berpendapat ketakutan tersebut tidak beralasan

BACA JUGA: Tanpa Lewat Kapolri, Mendagri Tolak Permohonon Izin Pemeriksaan

“Saya kira hubungan Belanda-Indonesia atas kasus Rawagede tidak akan terganggu,” ujarnya.

Sekadar diketahui, pada tanggal 9 Desember 1947 tentara Belanda membantai 431 penduduk Desa RawagedePembantaian warga tak berdosa tersebut dimulai saat Komandan Batalyon Militer Belanda, 3-9 RI, RBoer, memerintahkan Mayor Alphons J.HWijnen untuk melakukan operasi ke Desa Rawagede.

Batalyon ini mendapat bantuan 70 tenaga militer dari Kompi Para 1 KNIL, Kompi Zeni 12 dan satuan KavaleriOperasi di Rawagede melibatkan 90 orang militer, yang dibagi menjadi tiga kelompokTarget utama mereka adalah untuk menangkap Kapten Lukas Kustario karena dinilai mempengaruhi banyak kepala desa untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Namun yang mereka cari tidak ditemukanUntuk melampiaskan kekesalannya, seluruh penduduk laki-laki, mulai dari usia 12 tahun ke atas bahkan hingga usia tua dikumpulkan menjadi satu di lapangan kampungMereka pun ditembak setelah disuruh berbaris sebelumnya(tas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anas Dikonfirmasi dengan Pengakuan Nazar dan Rosa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler