JAKARTA - Sepuluh tahun otonomi khusus (Otsus) Papua dilaksanakan namun belum siginifikan untuk kemajuan rakyat Papua, termasuk tingkat kesejahteraan dan pendidikanOtsus Papua, dalam perjalanannya masih menyimpan persoalan baik ideologi, kultur, dan hukum
BACA JUGA: Kader Tertangkap Berjudi, PKS Klarifikasi
Karena itu semua masalah harus diselesaikan demi kelangsungan Otsus Papua.Demikian kesimpulan diskusi Focus Grup Discussion (FGD) DPD, bertema “Menyelamatkan Kelangsungan Otsus di Papua” yang digagas Pansus Otsus Papua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), di Gedung DPD, Senayan Jakarta, Senin (28/2).
Acara yang dibuka Ketua DPD Irman Gusman ini adalah untuk ketiga kalinya selama 6 bulan bekerjanya Pansus Otsus Papua DPD
BACA JUGA: Demo Pemekaran, Kantor DPRD Muna Disegel
“Masih ada waktu dua bulan mencari semua persoalan yang munculIrman Gusman mengatakan, tujuan FGD adalah mencari akar persoalan pelaksanaan otsus Papua
BACA JUGA: Adik Bupati Terpilih Ikut Bagi Uang
Sebab masalah Otsus Papu ini bagi DPD sangat strategis mengingat kelahiran UU Otsus Papua 2001 yang menjadi dasar pelaksanaan Otsus Papua“Hasil pembahasan dari DPD ini akan kami sampaikan kepada Pemerintah dan DPR,” katanya.Diakui Irman, selama pelaksanaan Otsus Papua yang sudah 10 tahun, ada dua hal isu pokokPertama soal pendistribusian hasil kekayaan yang belum seimbang antara pusat dan Papua-Papua BaratKedua, inkonsistensi pemerintah dalam mengatur pelaksanaannya, misalnya dari sisi peraturan turunan dari UU Otsus.
Sementara Ketua Pansus Otsus Papua Paulus Suminto mengatakan, hasil FGD ini sangat penting sebagai bahan untuk merumuskan solusi apa yang mesti segera dilakukan agar Otsus Papua benar-benar sesuai dengan jiwa dan tujuan awal yakni mensejahterakan dan memajukan rakyat di Papua-Papua Barat.
Sedangkan wakil Ketua MPR dari DPD, Farhan Hamid mengatakan, masih lemahnya pelaksanaan Otsus Papua karena sampai saat ini komitmen pemerintah pusat untuk benar-benar mengimplementasi UU Otsus, baik di Papua maupun Aceh, sangat kurang.
“Pelaksanaan Otsus dibiarkan jalan tanpa arah dan pengawasan yang maksimal dari pemerintahPemerintah menilai dengan dikeluarkannya dua UU Otsus yaitu untuk Papua dan Aceh, seolah-olah masalah di kedua provinsi itu selesaiPadahal dengan Otsus, itu baru awal dari suatu penyelesaian," ujar Farhan.
Sementara pakar pemerintahan dari Universitas Cenderawasih, Dr Abud Musa’ad dalam paparan problema Otsus Papua mengatakan, selama 10 tahun masih banyak persoalan, baik secara struktural maupun kulturalKarena itu dia mengusulkan agar segera dilakukan revisi UU Otsus Papua yang benar-benar sesuai dengan kenyataan masyarakat.
“Revisi itu harus didasarkan atas saling percaya antara pemerintah pusat dan rakyat Papua, jaminan efektivitas, jaminan god governance, dan memberi penguatan pada kelembagaan di Papua,” papar Musa’ad.
Musaad juga memaparkan masih terjadinya konflik struktural dan konflik kultural selama 10 tahun Otsus PapuaKonflik kulural antara lain menyangkut norma, terbatasnya regulasi, tidak jelasnya kewenangan khusus, kontroversinya keputusan Majelis Rakyat Papua, serta putusan Mahkamah Konstitusi yang abu-abu soal turunan UU Otsus.
Sedangkan konflik kultural meliputi masih adanya saling tidak percaya antara pemerintah pusat dan daerah, multi-tafsirnya orang Papua, masih kuatnya primordialisme, dan hak-hak adat yang belum terselesaikan, termasuk persoalan multi etnis di Papua(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendagri Merasa Sudah Benar
Redaktur : Tim Redaksi