Pemerintah Jangan Lakukan Barter Kasus

Rabu, 10 Maret 2010 – 19:02 WIB
JAKARTA - Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Dr Aviliani, meminta pemerintah untuk tidak mencampur-adukkan antara urusan pelanggaran pajak dan Letter of Credit (L/C) yang diduga palsu, dengan barter politik"Apalagi berupaya untuk barter secara politis

BACA JUGA: Dua Lagi Tersangka Tiket Kemlu Ditahan

Ini sangat membahayakan masa depan bangsa," tegas Aviliani, di DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3).

Bila persoalan hukum, ekonomi maupun politik dicampur-aduk, lanjut Aviliani, hal itu bisa menimbulkan stagnasi di seluruh sektor kehidupan, utamanya di bidang penegakan hukum
"Jadi, biarlah persoalan dan proses hukum berjalan sendiri, tanpa intervensi politik dan kekuasaan," katanya lagi.

Menurut Aviliani, ada masalah yang lebih penting daripada skandal Bank Century sebenarnya, yang harus diselesaikan pemerintah dan DPR, jika tidak ingin ekonomi Indonesia lebih parah dari (kondisi) tahun 1998 lalu

BACA JUGA: Manipulasi Data, Kepala BKD Bisa Dipecat

"Jangan terlalu fokus dalam menyikapi Bank Century, hingga terabaikan tugas-tugas pokok lainnya, antara lain memperbaiki dan menjaga stabilitas ekonomi saat ini dan ke depan
Hadangan ekonomi ke depan dan kondisi ekonomi saat ini, bisa membawa bangsa ini ke jurang kehancuran yang lebih parah daripada krisis 1998 lalu," tegasnya.

Saat ini, menurut Aviliani lagi, tantangan ekonomi terberat berupa bubble economy, bisa pecah kapan pun karena uang yang masuk ke Indonesia sifatnya hanya short term, serta tidak diinvestasikan dalam bentuk saham di perusahaan terbuka dan right issue

BACA JUGA: Kapolri Tak Pikirkan Hadiah USD 10 Juta

"Yang terjadi sesungguhnya adalah kapitalisasi uang, atau uang dijadikan uangSementara dana yang masuk ke obligasi pemerintah sifatnya hanya untuk menutupi anggaran," ungkapnya.

Oleh karena itu, Aviliani menyebut bahwa pemerintah dan DPR harus sesegera mungkin merampungkan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) sebagai protokol krisis, begitu pula dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)"Kalau dua hal tersebut tidak ada, lalu krisis likuiditas terjadi, siapa yang akan bertanggungjawab? Kalau dua hal ini tidak tersedia, maka pemerintah dan DPR berada dalam posisi yang salah," tuturnya.

Selain itu, Aviliani juga meminta LSM untuk menghentikan praktek 'provokasi' terhadap dua lembaga negara yakni DPR dan pemerintah"Kalau memang benar DPR akan membentuk Tim Pengawas Rekomendasi DPR, silakan sajaTapi jangan terlalu mudah diprovokasi LSMPemerintah juga demikian, jangan terlalu sensitif dengan berbagai isu," tegasnya(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pembentukan RTRWP Perlu Keserasian


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler