jpnn.com, JAKARTA - Pihak asing masih menguasai kepemilikan industri asuransi di Indonesia.
Karena itu, pemerintah mengkaji ulang besaran persentase kepemilikan asing di perusahaan asuransi dalam negeri.
BACA JUGA: Ini Kiat Pemerintah Gaet Investor ke Kawasan Industri
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menuturkan, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) sedang merumuskan pendalaman cakupan dan pelaku industri asuransi.
Kemenkeu juga berkoordinasi dengan OJK mengenai industri asuransi serta dengan Bank Indonesia untuk membahas premi asuransi.
BACA JUGA: Akademisi Minta Regulasi Gambut Dikaji Ulang
Pihak-pihak tersebut meninjau acuan dari negara-negara maju terkait dengan batasan kepemilikan asing di perusahaan asuransi.
’’Kami ingin melihat di negara maju seperti apa. Lalu, pelaku industrinya seperti apa. Kami akan ajak bicara,’’ imbuh Mardiasmo.
BACA JUGA: Defisit Anggaran Kuartal Pertama Tembus Rp 104,9 Triliun
Hingga saat ini, pemerintah dan DPR belum sepakat mengenai besaran persentase kepemilikan asing di perusahaan asuransi.
Dalam raker dengan Komisi XI, Senin (17/4), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menginginkan kepemilikan asing di perusahaan asuransi mencapai 80 persen, bahkan bisa sampai seratus persen.
Menurut Ani, sapaan Sri Mulyani Indrawati, bisnis industri asuransi asing di dalam negeri memang menjanjikan.
Namun, di sisi lain, suntikan modal dari investor lokal selama ini masih seret. Padahal, perusahaan asuransi dituntut untuk terus menambah modal demi memenuhi kebutuhan masyarakat.
Berdasar kajian pemerintah selama 25 tahun, investor lokal enggan berinvestasi di industri asuransi karena imbal hasilnya (return) jangka panjang.
Padahal, perusahaan asuransi butuh tambahan modal secara rutin untuk memenuhi peningkatan permintaan masyarakat.
Dengan modal yang kuat, asuransi bisa menyerap risiko atas klaim yang diajukan pemegang polis.
’’Pemodal dalam negeri appetite terhadap risiko terbatas. Kalau punya uang, dia cenderung konservatif, tidak mau berinvestasi jangka panjang. Return bagus, tapi jangka panjang,’’ jelas Ani.
Adapun batasan kepemilikan asing 80 persen di perusahaan asuransi diusulkan pemerintah dalam rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang perasuransian.
Batasan tersebut juga tidak berubah dengan ketentuan yang berlaku saat ini dalam PP Nomor 63 Tahun 1999.
Ani menuturkan, setiap pertumbuhan ekonomi satu persen terhadap produk domestik bruto (PDB), pendapatan premi perusahaan asuransi bertambah Rp 160,7 miliar.
Begitu juga dengan kenaikan inflasi satu persen, berdampak pada peningkatan pendapatan premi Rp 8,6 miliar.
Hingga kini, DPR masih keberatan dengan usulan itu. Mereka menginginkan porsi kepemilikan asing lebih kecil, yaitu maksimal 49 persen.
Saat ini, tercatat ada 19 perusahaan asuransi yang persentase kepemilikan asingnya melebihi 80 persen.
Artinya, jika rancangan peraturan tersebut disetujui, perusahaan itu harus mengurangi porsi kepemilikan asing dengan cara menambah modal. (dee/c22/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Proyek Palapa Ring Tingkatkan Permintaan Serat Optik
Redaktur : Tim Redaksi