Pemerintah Lanjutkan Moratorium Izin Untuk Lindungi Hutan

Selasa, 26 September 2017 – 05:49 WIB
Menteri LHK Siti Nurbaya saat memimpin Upacara Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2017. Foto: Humas KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah kembali melanjutkan komitmen untuk melakukan penundaan (moratorium) izin baru melalui Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) Revisi XII. Luas areal penundaan pemberian izin baru Revisi XII menjadi sebesar 66.339.611 ha, atau berkurang sebesar 102.524 ha dari PIPPIB Revisi XI.

Menurut Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Yuyu Rahayu, hal ini terjadi karena adanya pengurangan dari data konfirmasi perizinan yang terbit sebelum Inpres No. 10 Tahun 2011.

BACA JUGA: Indonesia Jadi Harapan Dunia Dalam Perubahan Iklim

Penyebab lainnya yaitu perkembangan data tanah, hasil survey hutan alam primer, dan permohonan kegiatan yang termasuk pengecualian moratorium, serta penambahan areal penundaan izin baru karena adanya perkembangan tata ruang dan hasil survey lahan gambut.

Terkait hal ini, pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia No. 6 Tahun 2017 tanggal 17 Juli 2017 tentang Penundaan dan Penyempurnaan Tata Kelola Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Sebelumnya pemerintah telah menerbitkan Inpres No. 8 Tahun 2015, Inpres No. 6 Tahun 2013 dan Inpres No. 10 Tahun 2011.

BACA JUGA: Di Era Jokowi, DPR RI Sahkan UU Mengenai Merkuri

“Regulasi ini diterbitkan dalam rangka menyelesaikan berbagai upaya penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut yang tengah berlangsung, untuk penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan,” terang Yuyu.

Kementerian LHK dalam melaksanakan Instruksi Presiden tersebut telah menerbitkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK. 351/MENLHK-SETJEN/PLA.1/7/2017 pada tanggal 31 Juli 2017 tentang "Penetapan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain (Revisi XII).

BACA JUGA: Hutan Itu Indonesia, Hutan Itu Untuk Rakyat

“Dengan terbitnya Surat Keputusan ini, maka kepada Gubernur dan Bupati/ Walikota dalam menerbitkan rekomendasi dan penerbitan izin lokasi baru, wajib berpedoman pada lampiran PIPPIB Revisi XII ini,” tegas Yuyu.

Secara lengkap, PIPPIB Revisi XII beserta lampiran petanya dapat dilihat dan diunduh di website Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan www.webgis.menlhk.go.id.

Dalam kesempatan berbeda, Menteri LHK Siti Nurbaya kembali menegaskan bahwa saat mengambil keuntungan dari alam dan lingkungan, harus sejalan dengan kebijakan menjaga keduanya. Namun sayangnya banyak pihak, terutama kalangan dunia usaha, yang menilai kalau kebijakan ramah lingkungan berpengaruh pada urusan bisnis mereka.

Dikatakan Menteri Siti, berdasarkan hasil kajian The Organisation of Economic Co-operation and Development (OECD) pada pertemuan di Berlin, memperlihatkan hasil studi bahwa investasi pada usaha ramah lingkungan atasi perubahan iklim dapat sejalan dengan investasi untuk pertumbuhan ekonomi suatu negara.

''Jadi jangan sekali-kali ada upaya 'mengelabui' bahwa perlindungan lingkungan akan menghambat investasi. Itu tidak benar sama sekali,'' tegas Menteri Siti pada peringatan Hari Lingkungan Hidup (HLH) se Dunia 2017.

Karena itu upaya penerapan mengatasi dampak perubahan iklim dengan Paris Agreement 2015 dilaksanakan sejalan dengan UUD 1945 pasal 28 huruf H ayat (1).

''Kita bukan hanya mengelola dalam arti eksploitasi alam, tetapi harus proporsional dan harus lebih modern, dengan konsep keberlanjutan dan berwawasan lingkungan sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945 Pasal 33,'' jelasnya.

Menteri Siti mengajak semua pihak terkait, untuk tidak lagi primitif dalam melihat upaya pengelolaan lingkungan. Harus modern dan secara nyata menerapkan pendekatan sustainabilitas atau keberlanjutan yang menjadi benchmark modernitas pembangunan berwawasan lingkungan atau penyatuan manusia dan alam mewujudkan kemajuan.

Disinilah juga kataya ada konsep keadilan kepada anggota masyarakat lain yang harus mendapatkan haknya untuk memperoleh lingkungan yang baik sesuai UUD 1945 Pasal 28 huruf H. Terutama keadilan kepada generasi yang akan datang dimana kekayaan alam ini diwariskan dari generasi ke generasi.

''Untuk itu harus dihilangkan egoisme dan sikap free riders, serta sifat hegemonial 'hukum rimba' yang akhir-akhir ini seperti secara sengaja dimunculkan gejalanya ke tengah-tengah ruang publik,'' katanya dengan gamblang.

Untuk itu kata Menteri Siti, perlu dikembangkan social enterpreneurship sebagai salah satu penyeimbang. Agar ke depan, masyarakat dapat lebih menikmati fungsi hutan.

Harus diingat katanya, bahwa persoalan lingkungan dan sumberdaya alam kita di Indonesia sekarang ini, masyarakat sudah lebih maju dalam memahami tentang lingkungan, juga UUD dan UU serta peraturan pelaksanaannya.

''Jadi jangan ada pihak-pihak yang ingin menarik mundur ke belakang persepsi maupun langkah-langkah dalam upaya modernitas perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang sudah mulai melembaga, berinternalisasi dengan pijakan dasar sustainabilitas atau keberlanjutan dan prinsip berwawasan lingkungan,'' tegasnya.

Ciri lain modernitas itu juga bahwa soal-soal lingkungan bukan parsial, misalnya hanya sekedar soal kebakaran hutan atau kerusakan gambut atau soal sawit di gambut, tetapi soal yang komprehensif, yang diukur dalam agregasi dan kompleksitas persoalan.

''Begitupun kita sudah melihatnya dengan menempatkan secara tepat posisi subyek lingkungan atau sumberdaya alam, jadi bukan merupakan issue yang parsial,'' tegas Menteri Siti. (jpnn/klh)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Konvensi Minamata, Langkah Nyata Melindungi Generasi Bangsa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler